Prolog

620 Words
Seorang gadis berjalan tertatih-tatih di trotoar jalan raya ibu kota Jakarta. Tubuhnya sudah melemah karena terus berjalan tanpa arah tujuan. Gadis itu bernama Desha Gitary Hardy berusia 19 tahun. Telah nekad pergi meninggalkan kampung halamannya, karena sudah merasa tidak mampu lagi memendam beban hidupnya. Tubuhnya terasa limbung dan akhirnya ambruk. Dunia seolah berputar dan menjadi gelap. Begitu matanya terbuka kembali, secara samar dilihatnya beberapa orang yang berpakaian putih sedang berdiri mengelilinginya. "Apakah ia masih berada di dunia ini? Atau, itu malaikat pencabut nyawa yang sedang bersiap menjemput roh dan jiwanya?" pikirnya, yang belum benar-benar sadar sepenuhnya. Namun, ternyata perkiraan Desha salah. Mereka yang mengelilinginya itu adalah dokter dan para perawat yang sedang mengobservasinya. Mereka bukan para malaikat dan ia masih hidup di dunia ini. Ia sedang berada di rumah sakit. Dan yang sedang menatapnya dengan seksama itu adalah seorang dokter yang menurut pandangan Desha sudah tidak muda lagi. Agak tua, mungkin sekitar 55 tahun. Data pribadinya ditanyakan untuk melengkapi data status listnya. "Ibu punya sanak saudara disini?" Petugas pencatat data itu bertanya, sambil melihat alamat di KTP yang sedang dipegangnya. "Tidak." "Lalu apa tujuan ibu datang ke kota besar ini?" "Saya ingin bekerja." Petugas itu menatapnya. "Beruntung tadi dr. David William yang menemukan ibu tergeletak pingsan di trotoar, jadi beliau langsung yang membawa ibu kemari." Kemudian orang pertama yang dilihatnya tadi, seorang dokter yang berumur agak tua itu, menghampirinya. "Nama saya dr. David William. Saya Dokter Spesialis Kandungan." Wajah Desha terlihat agak terkejut, dokter kandungan? Mengapa bisa kebetulan sekali? "Saya sudah memeriksa tadi, selain ibu sedang hamil, ibu juga menderita dehidrasi dan kelaparan." katanya memberi penjelasan. "Sekarang, ibu makan dulu, setelah itu kita akan ngobrol kembali." Dr. David meninggalkan Desha, agar ia bisa makan lebih leluasa. Desha memang sangat kelaparan, karena pikirannya yang sedang bingung. Jadi, sendirinya lupa untuk sekedar mengisi perutnya dengan makanan dan minuman. Dua hari ia di rawat inap. Dr. Davidlah yang secara langsung memegang dirinya sebagai pasien pribadinya. Jadi, sering banyak mengobrol, di sela-sela kunjungannya untuk memeriksa perkembangan kesehatannya. "Jadi kamu tidak punya tujuan datang ke Jakarta ini?" tanya dr. David. "Saya ingin cari kerja." "Tapi kamu sedang hamil." "Saya bisa bekerja apa saja." "Kamu pasti baru lulus SMA." "Dokter benar." "Dan belum menikah, pasti lelaki itu pergi meninggalkanmu." Desha menatap dokter itu, saat berkedip air matanya terjatuh. "Kamu bisa pulang bersama saya." Desha melebarkan matanya. "Syaratnya hanya satu, menikahlah dengan saya." cetus dr. David tanpa ragu. Wajahnya memucat dan menatap lelaki tua itu dengan pandangan tak percaya. "Pernikahan ini hanya di atas kertas. saya sudah tua dan tidak mungkin akan menyetuhmu." Desha menundukkan wajahnya. "Mengapa dokter mau menikah dengan saya?" tanyanya, sama sekali tidak berani bersitatap. "Pertama aku ingin menolongmu. Keduanya, anakmu itu harus punya ayah dan ke tiganya karena kamu anaknya Gunawan Hardy." Mata Desha kembali terbelalak. "Dokter mengenal ayah saya?" "Melihat dari belakang namamu dan alamat rumahmu, Hardy adalah teman saya. Ayahmu adalah seorang dokter bedah syaraf yang sangat handal. Akan tetapi, karena kesalahan yang tidak dilakukannya, ia lebih memilih menghindar ke pedesaan. Saya pernah datang ke rumahmu untuk membujuknya kembali, tetapi tidak berhasil. Waktu itu kamu masih bayi." "Dan ayah meninggal saat usiaku 10 Tahun." "Ya, sangat di sesalkan. Saya mengetahuinya setelah lama berselang. Saya turut berduka." tatap dr.David penuh keprihatinan. "Jadi, saya punya alasan kan untuk menolongmu? Anggaplah saya sebagai ayahmu." Begitu banyak terima kasih yang Desha ucapkan kepada dr. David. Sudah memberinya status sebagai istri dan ayah dari Danisha anaknya yang cantik. Sayang kebersamaannya dengan dr.David tidak begitu lama. Sebilan tahun kemudian, beliau meninggal karena kanker prostat yang sudah diidapnya sejak lama. Desha berduka sangat dalam, seperti kehilangan sosok ayah untuk kedua kalinya. Status memang sebagai suaminya, tetapi perilaku tak lebih dari seorang ayah yang sangat menyayangi anak kandungnya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD