7. Toko Buku

1084 Words
"Bang Alvin! Ify ada?" tanya Via dengan wajah cerianya. Alvin menatap Via sebentar lalu dia menunjuk ke arah lantai dua pakai dagunya dan Alvin kembali fokus kepada koran di tangannya. Sedangkan Via, dia segera menyusul Ify di kamar. "Yang satu susah ngomong, yang satu susah senyum. Benar-benar keluarga yang campur aduk anehnya," gumam Via sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue denger apa yang lo omongin," sahut sebuah suara yang entah datang dari mana. Via kaget bukan main, kelopak matanya melebar sempurna. Kepala Via celingak-celinguk ke sekitar mencari Ify yang belum dia ketahui keberadaannya. Via tidak menemukan Ify di manapun. "Gue di sini," kata Ify sambil melihat ke arah Via. Jantung Via rasanya hampir lepas ketika dia melihat kepala Ify menyembul dari balik tembok pembatas yang ada di lantai dua dan kebetulan posisinya pas di dekat tangga. Ify nyengir sebentar ke arah Via tapi cengiran itu tampak begitu mengerikan. Tidak sampai lima detik, wajah Ify sudah kembali datar tanpa ekspresi. "Kaget lo?" Ify ganti bertanya kepada Via seraya memutar tubuhnya dan kini gadis itu jadi duduk di anak tangga paling atas. Via pun ikut duduk, cuma bedanya dia duduk di anak tangga nomor lima dari atas. Gadis itu merasa tidak memiliki kekuatan untuk melanjutkan langkahnya. Terlebih lagi kalau harus berdekatan dengan Ify, Via takut dia diterkam hidup-hidup oleh temannya itu. "Lagian lo ngapain sih duduk di sana, Fy?" tanya Via seraya mengatur deru napasnya yang sedikit tidak beraturan. "Lagi pengen aja, soalnya tadi di kamar nggak ada sinyal," jawab Ify dengan santai. "Random banget sih lo jadi orang," ucap Via. Ify cuma mengedikkan bahunya acuh tak acuh. Dia tidak peduli dengan apa kata Via. Mereka sekarang malah sama-sama berdiam di tangga tanpa ada yang beranjak lebih dulu. "Gue tadi denger ada yang ngatain gue nggak bisa senyum, kayaknya Raga kekurangan asisten deh," kata Ify tiba-tiba membuat mata Via melotot sempurna. "Enggak, Fy. Gue minta maaf, tadi lidah gue keseleo," sahut Via sedikit gelagapan. Via tidak mau kalau sampai dia juga ikut dihukum seperti Raga. Setahu Via, Raga dihukum oleh pihak komite sekolah selama satu bulan penuh karena sudah memberikan lem di rok Ify sampai rok yang dipakai Ify itu robek. Tentu saja itu Ify yang meminta supaya Raga dihukum selama satu bulan, karena Ify bilangnya dia enggan berada satu kelas dengan Raga. "Bukan hal gratisan," balas Ify lagi. "Oke, gue traktir es krim di tempat biasa." Via masih memohon kepada Ify supaya temannya itu mau berbaik hati kepadanya. "Oke, ayo kita berangkat sekarang." Ify bangun dari duduknya lalu dia memasukkan ponsel yang sedari tadi dia pegang ke dalam saku celananya. Hari ini mereka berdua memang ada janji untuk pergi berdua ke toko buku. Lebih tepatnya lagi, Via yang mengajak Ify buat menemaninya ke sana. Ify mengiyakan karena dia merasa sudah lama tidak pergi ke toko buku. Kebetulan, Ify juga sedang mencari n****+ terbaru yang dia inginkan. "Kaki gue lemes, Fy," keluh Via masih berusaha berdiri. Ify tidak memedulikan Via, dia tetap berjalan meninggalkan gadis berpipi chubby itu begitu saja. Sementara Via, dia perlahan-lahan mulai bangun dan menyusul Ify yang sudah meninggalkannya. Mereka berdua tentu saja pamit kepada Alvin, dan lelaki itu hanya mengangguk seperti biasa. Ify dan Via menggunakan jasa sopir pribadi rumah Schmitz untuk mengantar mereka ke manapun mereka mau. Namun sepertinya hari ini tujuan Ify dan Via hanyalah toko buku saja. "Lo nggak keterlaluan, Fy, ngehukum Raga sampai satu bulan?" tanya Via takut-takut. "Kenapa? Lo mau bantuin dia?" Kepala Via menggeleng cepat, dia tentu saja tidak ingin dihukum juga hanya karena bertanya seperti barusan. Mobil yang Ify dan Via tumpangi sudah tiba di salah satu mall terbesar di Surabaya. Mereka cepat-cepat turun dan bergegas ke toko buku. Menurut Ify, makan es krim akan terasa lebih nikmat kalau dia sudah berpusing-pusing ria terlebih dahulu akan sesuatu. Entah apa pun itu, tapi Ify ingin menikmati sesuatu yang manis itu di akhir-akhir dia menutup harinya yang melelahkan. "Gue mau baca ini," bisik Via seraya menunjukkan n****+ yang dia pilih, dan diangguki oleh Ify. Ify lanjut memilih n****+ yang sekiranya ingin dia baca, tak sampai lima menit Ify juga menemukan n****+ yang dia inginkan. Sekarang mereka duduk berhadapan dan sama-sama sibuk membaca n****+. Sepi, tapi tidak sepi. Itu yang terjadi ketika datang ke toko buku yang sekaligus memberi fasilitas ruangan untuk para peminjam buku supaya bisa membaca di tempat. Beberapa kali sekali, Ify dan Via datang ke sini hanya untuk meminjam atau sekadar membaca n****+-n****+ romansa yang mampu membuat Via jadi tersenyum sendiri. Sementara Ify, dia lebih senang membaca n****+ action atau thriller. Memang cocok sekali dengan tipenya. Tanpa terasa, dua sahabat itu sudah menyelesaikan lebih dari satu buku. Waktu berlalu begitu cepat sampai membuat mereka tidak sadar entah sudah berapa jam mereka berada di sana. Via terus melirik ke arah Ify berulang kali namun Ify tetap diam, tidak bergeming. Meski mereka membaca dalam waktu bersamaan, tapi Ify lebih menghabiskan banyak buku ketimbang Via. Bukan hal aneh memang, namanya juga Ify. Dia hanya membalikkan-balikkannya saja sudah bisa tahu apa isi ceritanya. Berbeda dengan Via yang harus membacanya dalam waktu yang lebih lama. "Fy, kita balik kapan?" bisik Via sembari melihat Ify yang duduk di seberangnya. Tidak ada jawaban sama sekali dari Ify. Gadis itu hanya diam sembari mengedikkan kedua bahunya acuh tak acuh. Via mendesah, dia merebahkan kepalanya ke meja guna merelaksasi syarat-syarat punggungnya yang tegang. Setengah jam berlalu, Ify merasa lelah. Dia pun melakukan hal yang sama seperti Via. Namun tak lama, Ify segera meregangkan tubuhnya yang dia rasa sedikit kaku. Ketika Ify sedang sibuk peregangan, kedua matanya tak sengaja melihat seseorang yang dia kenal. Pandangan Ify tiba-tiba teralihkan ke seseorang yang sedang berjalan keluar dari toko buku. Ify yakin betul kalau orang barusan itu adalah seseorang yang dia kenal. Maka dari itu, Ify berniat untuk mengikutinya. Gue harus ikutin dia. Tekad Ify dalam hatinya karena dia takut kalau kehilangan orang tersebut. "Lo ngelihatin apa?" tanya Via saat dia sadar bahwa Ify melihat ke arah lain tanpa berkedip. "Lo pulang sendiri aja, gue masih ada urusan," pamit Ify tanpa mengindahkan pertanyaan Via. Ify langsung beranjak dari sana, dia berlari mencari keberadaan orang yang tadi dia lihat. Ify menoleh ke sekitar dan Ify melihat orang itu masuk ke lift. Ify pun segera menyusulnya namun dia ketinggalan. Ify tak hilang akal, dia bakal menyusul orang itu pakai eskalator. Sementara Via, dia ikut berdiri dan menyusul Ify tapi sayangnya Via sudah kehilangan Ify yang entah di mana. Via tidak mengerti kenapa Ify pergi begitu saja. Ini pertama kalinya Ify meninggalkan dirinya demi seseorang yang bahkan Via saja tidak tahu siapa mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD