8. Rio Buka!

1030 Words
"Dia jalannya cepet banget sih," gumam Ify sambil mengejar Rio yang sudah lebih jauh dari dirinya. Ify berlari mengejar Rio yang sudah jauh dari posisinya. Ify tertinggal jauh, terlebih lagi dia sekarang harus melawan arus karena barusan ada rombongan keluarga yang berjalan ke arah pintu masuk mall. Gadis itu berulang kali menabrak banyak orang yang berlalu lalang ke sana kemari. "Rio!" panggil Ify kencang. Ify melihat jaraknya dengan Rio sekarang sedikit lebih dekat, tapi lelaki yang dia panggil tetap saja tidak menoleh. Padahal Ify sudah merasa bahwa dia memanggilnya dengan suara lantang. "Dia jalan apa pakai sepatu roda sih? Cepet banget perasaan," gumam Ify lagi. Sedangkan Via, dia segera turun dan ke mobil di mana sopir pribadi keluarga Ify tadi menunggu. "Loh, Non Ify mana, Non?" tanya sang sopir sambil menoleh ke belakang ketika Via baru saja duduk di kursi penumpang bagian tengah. "Katanya ada urusan penting, Pak. Kita disuruh pulang berdua," jawabnya sedikit badmood karena ditinggal oleh Ify begitu saja. "Kalau begitu, ini kita pulang sekarang, Non?" Sopir pribadi keluarga Schmitz tadi kembali bertanya. "Iya kita pulang sekarang, Pak," jawab Via. Via benar-benar kesal karena ditinggal begitu saja oleh Ify. Padahal tidak biasanya Ify melakukan ini kepadanya. Terlebih lagi untuk seseorang yang tidak dia kenal. Kembali lagi ke Ify, dia masih mengejar Rio yang benar-benar tidak mau menghentikan langkah kakinya meski Ify sudah memanggilnya berulang-ulang. Rio seperti orang yang tidak bisa mendengar karena tindakannya sekarang. Posisi Rio semakin dekat dengan jalan raya. Ify kembali memanggil namanya tetapi tetap saja sama hasilnya. Rio tidak menghentikan langkah kakinya walau hanya satu langkah saja. Ify tak ingin menyerah. Ini kebetulan yang langka menurutnya. Bertemu Rio secara tidak sengaja di tempat umum begini memanglah hal yang begitu membuat Ify kaget. "Rio, tunggu!" teriak Ify lagi, berharap kalau teriakannya kali ini akan didengar oleh Rio. Masih saja Ify diabaikan. Bahkan sampai mereka sama-sama berada di sisi jalan pun, Rio tetap tidak mau membalikkan badan walau hanya satu detik saja. Kendati begitu, Ify pun tak mau berhenti. Dia malah semakin mempercepat langkahnya. Bahkan Ify sudah sangat ingin berlari, tapi dia takut kalau dirinya mengejar lebih cepat, lelaki berwajah manis itu malah lebih cepat pula menghindarinya. "Aish! Dia tuh b***k, torek atau tuli sih? Dipanggil-panggil dari tadi, nggak berhenti juga. Kalau emang itu telinga nggak berfungsi di kepalanya, mending dihilangin aja sekalian," gerutu Ify sambil terus mengejar Rio. Tanpa Ify ketahui, sebenarnya Rio bisa mendengar dengan jelas mengenai panggilan Ify kepadanya meski jarak mereka berkisar kurang dari seratus meter. Hanya saja, Rio tidak ingin menanggapinya karena dia tidak mau gadis berdagu tirus yang kini mengejarnya itu kembali terlibat dengannya. Rio memberhentikan taksi yang lewat. Dia masuk tanpa menghiraukan Ify sedikitpun. "Jalan, Pak," kata Rio kepada sopir taksi. Sesuai perintah, taksi melaju dan Rio benar-benar meninggalkan Ify yang berusaha keras mengejarnya. Sementara Ify, dia terus mengikuti Rio. Bahkan gadis itu rela menyusul Rio pakai taksi kosong yang juga kebetulan lewat. "Ikutin taksi itu, Pak," pinta Ify. Ify mengejar Rio, dia tidak akan melepaskan Rio begitu saja. Dia sudah berulang kali pergi ke rumah Rio sendirian, tapi Ify tidak pernah bisa bertemu dengan lelaki itu. Terlebih lagi, Ify tidak berani masuk ke rumahnya sendirian karena Ify belum memiliki kemampuan sehebat itu untuk mengatasi rasa takutnya kepada bunga mawar. "Kali ini, gue nggak boleh kehilangan dia," gumam Ify pelan sambil terus melihat taksi di depannya. "Apa, Mbak?" tanya sopir taksi tadi ketika dia tidak sengaja mendengar apa yang Ify katakan. "Enggak, Pak." Ify menggelengkan kepalanya tanpa banyak kata. Jarak antara mall dan rumah Rio ternyata tidak terlalu jauh. Nyatanya, sekarang Rio sudah turun dari taksi dan Ify ingat betul kalau Rio memang turun di depan pintu rumahnya. Ify segera memberikan argo taksi lalu dia berlari menyusul Rio. Tangannya menarik lengan Rio sampai lelaki itu kaget melihat Ify ternyata mengikutinya. "Lo b***k apa bagaimana sih? Gue panggil-panggil tapi nggak jawab!" sentak Ify menggebu-gebu. "Kamu mengikutiku?" tanya Rio. "Oh, jadi lo tahu kalau dari tadi gue manggil lo? Terus lo pura-pura b***k? Iya? Pinter banget lo ya!" Ify tak henti-hentinya marah kepada Rio. Kedua mata Rio terpejam, dia mencoba mengingat-ingat kalau tadi dia tidak sedang tidur. Rio cuma berharap bahwa ini bukanlah mimpi seperti waktu itu. "Kenapa lo malah diem aja?" tanya Ify membentak. "Lebih baik kamu pulang sekarang, aku tidak ada urusan lagi dengan kamu." Rio mengusir Ify dari area rumahnya. Dia tidak ingin dibikin pusing lagi karena Ify. Ify bersikap bar-bar kali ini, tidak seperti biasanya Ify yang selalu tenang namun menyakitkan. Dia menjadi sosok yang berbeda. Ify juga tidak tahu kenapa dia jadi seperti ini di depan Rio. "Gue mau ke dalam, mau ketemu Mama gue." Ify memaksa dan tidak ingin mendengar penolakan dari Rio. Gadis itu menggandeng lengan Rio tapi Rio bisa menahannya supaya Ify tidak mengendalikan dirinya. "Aku tidak menerima tamu, termasuk kamu. Sudah aku bilang, lebih baik kamu pulang sekarang," usir Rio lagi. Ify tak tinggal diam, dia seketika menggigit lengan Rio. Di waktu yang bersamaan, Ify juga menginjak kaki Rio, hingga sakit yang Rio rasakan jadi berkali-kali lipat. "Kamu kenapa bisa sekuat ini?" Rio berteriak kesakitan. Ify tidak menghiraukan Rio, dia langsung membuka pintu menuju rumah Rio dan akan masuk terlebih dahulu. Namun sayang, Ify gagal. Dia seketika merasa pusing saat baru saja membuka pintu dan yang dia lihat adalah banyaknya kelopak mawar yang menyambutnya. Ify tiba-tiba pusing dan mual. Dia mengundurkan langkah kakinya, mengurungkan niatnya untuk masuk. Di saat melihat Ify kesakitan, Rio segera berlari ke dalan dan dia mengunci pintu gerbangnya dari dalam supaya Ify tidak bisa mengikutinya ke dalam. Rio memang tega, meninggalkan Ify sendirian di luar yang sedang kesakitan. Untungnya, kali ini Ify bisa mengontrol kesadarannya dan dia tidak sampai pingsan. Ify sadar, dia berhasil mengontrol rasa pusing dan mualnya. Ify menoleh kepalanya ke belakang melihat ke arah pintu, dia menggedor-gedornya supaya Rio mau membukakan pintu untuknya. "Rio buka! Buka pintunya!" teriak Ify bagai orang kesetanan. Ify terus saja menggedor pintu dari baja itu hingga menimbulkan keributan luar biasa. Tak hanya keributan saja, tapi hal itu juga mengakibatkan tangannya memerah. Rasa sakit mulai menyerangnya. "Argh! Rio b******k!" umpat Ify kepada Rio yang tak mau membukakan pintu untuknya. Kalau sudah begini, Ify tidak ada pilihan lain selain pulang lagi ke rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD