Chapter 1

1330 Words
Satu Tampak sepasang pria dan wanita berdiri terpaku menatap anak-anak kecil yang tengah bermain di halaman sebuah bangunan sederhana. "Ayah ... apa sudah yakin?" Tanya seorang wanita pada pria yang berdiri di sampingnya. "Iya Bu, Ayah sudah yakin,” sahut si pria dengan tegas. Mereka berdua berjalan memasuki bangunan tersebut. "Assalaamu'alaikum!" Ucap mereka berdua. "Wa'alaikumus salam, selamat datang di Panti Asuhan Kasih Ibu." Seorang wanita keluar dari dalam bangunan dan menjawab salam. "Kami ingin bertemu Ibu pengurus panti, tadi beliau meminta kami datang ke sini secepatnya," ujar laki-laki tersebut. "Oh iya, silahkan masuk, Pak, Bu, sudah ditunggu di dalam,” Mereka berdua di antar untuk menemui ibu pengurus panti. Tiba di sebuah ruangan keduanya di persilahkan masuk. Entah apa yang mereka bicarakan, hingga memakan waktu hampir dua jam di dalam sana. "Ayah ... namanya siapa ya?" Ujar wanita yang sedang menggendong bayi. "Akhtar Farzan Fadhil," jawab sang suami. "Nama yang sangat bagus, Ayah, semoga dia menjadi anak yang Soleh dan berbakti kelak," ujar sang istri. "Aamiin,” Hari berganti hari, minggu berganti bulan, tidak terasa bayi yang mereka bawa dari sebuah panti asuhan sekarang sudah berusia 5 tahun dan memiliki seorang adik laki-laki. "Ayah, hari ini kita akan ke rumah Raisa, putrinya ulang tahun yang ke tiga," "Iya, Ibu siap-siap saja dulu, biar Ayah yang menjaga Akhtar sama Fardhan." Suara riuh anak-anak kecil terdengar memekakan telinga. "Akhtar sama Fardhan duduk di sini ya, nanti di foto sama dedek Dira." kedua bocah laki-laki itu patuh, mereka duduk lalu seorang pria dewasa datang, tampak seorang gadis kecil cantik di dalam gendongannya. "Dira duduk di sini ya, sama mas Akhtar dan Fardhan." Mereka bertiga mengangguk seakan paham ucapan orang dewasa di hadapannya. Si anak laki-laki yang lebih besar menatap si gadis kecil dengan kagum. "Nanti kalau aku sudah besar, kamu nikah sama aku ya?" Ujar Akhtar pada si gadis kecil. Si gadis bengong, tidak mengerti dengan apa yang diucapkan anak lelaki itu. *** Hari bahagia yang ditunggu Dira Putri akhirnya tiba, dia tersenyum bahagia karena impiannya selama ini untuk menjadi pendamping laki-laki pujaannya tercapai sudah. Wajah cantiknya seolah tidak lelah menampilkan senyuman bahagia. Berbanding terbalik dengan laki-laki yang ada di sebelahnya yang hanya menampilkan wajah datar tanpa ekspresi. Malam semakin larut, pesta pernikahan mereka telah usai. Seluruh tamu undangan dan keluarganya sudah bubar. Tinggallah Dira dan sang suami, Akhtar. Mereka menginap di salah satu Hotel, sedangkan sanak keluarganya sebagian pulang ke rumah dan sebagian ikut menginap. "Mas mau mandi duluan?" Dira menatap wajah tampan suaminya dengan sorot mata memujanya. Akhtar mengangguk. Dengan gesit Dira mengambilkan baju ganti dari dalam koper dan juga mengambil handuk. "Ini baju gantinya ya, Mas." Dira meletakan pakaian di atas tempat tidur. Akhtar melenggang menuju kamar mandi tanpa mempedulikan istrinya. Dira menghela nafas panjang melihat sikap suaminya yang sangat acuh. Ada perasaan tidak enak jauh di lubuk hatinya. Namun dia segera mengenyahkan pikirannya itu jauh-jauh. Keluar dari kamar mandi Akhtar tidak memakai baju yang sudah di siapkan Dira, tapi dia mengambil baju lain dari dalam kopernya. Selesai berpakaian Akhtar segera keluar dari kamar hotel, dia meninggalkan Dira yang masih berada di kamar mandi seorang diri. Dira yang baru keluar dari kamar mandi keheranan karena tidak melihat suaminya di dalam kamar. "Apa mas Akhtar membeli makanan ya? Tadi dia belum makan." Dira bermonolog. Hampir tiga puluh menit berlalu Akhtar belum juga datang, perasaan waswas dan gelisah mulai menyelimuti hati Dira. Dia meraih ponselnya dan menghubungi mertuanya yang juga ikut menginap di Hotel yang sama. "Maaf, Bu, apa mas Akhtar ke sana?" Tanya Dira saat telepon sudah tersambung. "Tidak ada Nak, memang suamimu keluar?" "I iya Bu, tadi Dira mandi, keluar dari kamar mandi mas Akhtar sudah tidak ada di sini,” Sahut Dira dengan suara parau. Suara desahan panjang terdengar dari seberang telepon. Entah apa yang ada di pikiran mertuanya sampai seperti itu. Setelah berbincang sebentar dengan ibu mertuanya Dira segera menutup panggilan telepon. Dia duduk termenung di kamar Hotel yang luas. Air matanya perlahan menetes, dadanya terasa sangat sakit dan sesak. Di malam pertamanya sang suami pergi entah ke mana meninggalkan Dira sendirian. *** Akhtar yang baru keluar dari kamar Hotelnya langsung menuju kamar lain dan mengetuk pintunya. Pintu terbuka lebar dan seorang wanita cantik tersenyum hangat menyambut kedatangannya. "Sayang," ucap si wanita lalu menarik tangan Akhtar memasuki kamarnya. "Sekarang aku sangat yakin kalau kau sangat mencintaiku," lanjutnya dengan tatapan penuh cinta dan memuja pada Akhtar. Akhtar tersenyum mendengar ucapan si wanita, dia segera merengkuhnya dan mendekapnya dengan erat. "Aku memang sangat mencintaimu dari dulu dan sampai kapan pun akan tetap seperti ini," jawab Akhtar sangat tulus. "Lalu ... bagaimana dengan istrimu itu? Dia sangat mencintaimu sepertinya, aku bisa melihat dari tatapan matanya yang menjijikkan itu," ujar si wanita. "Kau cemburu hm? Hanya karena melihat tatapan mata Dira,” sahut Akhtar sambil menatap wajah cemberut di hadapannya. "Jangan pernah menyebutkan namanya di hadapanku," si wanita mendorong tubuh besar Akhtar dan melepaskan diri dari dalam pelukannya. "Maaf sayang," Sesal Akhtar. Dia menangkup wajah si wanita dan mencium lembut bibirnya. "Maafkan aku." "Aku akan memaafkanmu, tapi kau harus menemaniku tidur malam ini," ujar si wanita dengan senyuman menggoda. "Apa pun akan aku lakukan untukmu,” "Dan satu lagi ... aku harap kau tidak mengingkari janjimu, untuk menceraikan wanita itu setelah 6 bulan pernikahan kalian," "Tentu saja aku tidak akan mengingkarinya. Setelah 6 bulan aku akan menceraikannya dan kita akan segera menikah,” Si wanita mendekap tubuh Akhtar seolah takut kehilangan. Wajahnya menelusup di d**a bidangnya menghirup aroma parfum dan bau tubuh. Suasana kamar mereka yang temaram membuat keduanya lupa akan segalanya. Hanya ada mereka dan perasaan cintanya saja. Akhtar lupa akan keberadaan Dira yang dia tinggalkan di kamar pengantin mereka. Lupa akan janjinya sendiri siang tadi yang dia ucapkan dengan lantang di depan penghulu dan seluruh keluarganya. Semua terganti oleh gejolak nafsu keduanya. Kamar yang tadinya sunyi kini dipenuhi suara erangan dan desahan Akhtar dan si wanita. Seakan tidak ada hari esoki lagi bagi keduanya, mereka terhanyut hubungan terlarang yang memabukkan. *** Menjelang pagi Dira tertidur, setelah yakin bahwa suaminya benar-benar tidak datang lagi ke kamar mereka. Sampai pukul 8 pagi Dira baru membuka mata, bergegas dia ke kamar mandi dan membasuh tubuhnya lalu berganti pakaian. Pagi ini Dira di minta untuk sarapan bersama mertuanya, lalu kemana suaminya? Sampai detik ini Dira tidak melihat kehadirannya. Dengan perasaan remuk redam Dira keluar dari kamar Hotel dan menuju restoran. Mertuanya bilang kalau mereka sudah memesan tempat untuk makan bersama di sana. Dari kejauhan tampak beberapa anggota keluarga suaminya sudah duduk manis dan berbincang santai. Dan ... Dira melihat Akhtar sudah duduk sambil minum kopi. Dira tersenyum manis dan hangat, dia menyapa saudara iparnya serta mertuanya. "Beda ya kalau pengantin baru, bangunnya siang," celetuk seorang wanita muda menggoda Dira. "Semalam aku tidak bisa tidur, karena harus mencari barang yang hilang entah ke mana," sahut Dira, bibirnya tidak berhenti tersenyum. Dia mengabaikan keberadaan Akhtar, suaminya. Suasana canggung antara Dira dan Akhtar tak luput dari perhatian ibu mertuanya. Ibu mertua Dira tersenyum manis dan mengusap punggung Dira. Sorot matanya seolah mengatakan kalau dia meminta maaf. "Bersabarlah Nak, menghadapi suamimu." Ujar Ibu mertuanya dengan lembut. Dira tersenyum hangat pada mertuanya. Melihat wanita paruh baya itu merasa bersalah membuat perasaan Dira berkecamuk. Akhtar menatap mamanya yang terlihat berbisik di telinga Dira. Ada rasa penasaran dengan apa yang kedua wanita beda usia itu bicarakan. Lalu Akhtar menatap wajah ceria Dira, terlihat polos tanpa polesan make up, wajah Dira tirus tapi dia sangat cantik. Hidungnya mancung dengan kedua mata besar yang sangat indah. Akhtar mengusap wajahnya dia membuang pandangan matanya ke arah lain. Tidak seharusnya dia mengagumi wajah cantik Dira, karena bagi Akhtar hanya Celin wanita yang akan selalu dia kagumi dan di cintainya. "Mas Akhtar lihat mbak Dira malu-malu segala, udah halal juga." Kembali terdengar ucapan dari saudara-saudara Akhtar. Dira hanya tersenyum, berbeda dengan Akhtar yang berwajah datar. "Mbak Dira hati-hati ya ... mas Akhtar kalau udah curi-curi pandangan begitu tandanya suka loh." Dira mengulum senyuman, dia tidak ingin terbawa perasaan mendengar celotehan adik Akhtar. Hatinya masih terasa sakit setelah semalam di tinggal begitu saja. Dan sekarang Akhtar tak acuh padanya, jangankan meminta maaf atau memberikan penjelasan, menyapa saja tidak. Akhtar merutuki ucapan adik bungsunya yang sudah terang-terangan mengolok dirinya. Tidak dipungkiri Dira memang sangat cantik dan menarik. Tinggi tubuhnya sedang dengan kulit kuning langsat. Ditambah pembawaannya yang halus lembut membuat siapa saja akan langsung tertarik padanya. Termasuk dirinya. Akhtar tidak bisa mengalihkan tatapan matanya dari wajah ayu istrinya. Istri? Wanita yang dia tinggalkan di malam pertama mereka. Apakah masih pantas dia menyebut wanita itu sebagai istrinya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD