One

1872 Words
Happy Reading^-^ Maaf kalau nemu typo yah Catherine mematung melihat Calvin masuk kedalam mobil bersama dengan seorang wanita. Tanpa sadar dia menjatuhkan ponselnya. Ini pertama kalinya Catherine melihat hal itu. Siapa wanita itu sampai membuat Calvin meninggalkannya?  "Keth," panggil Alexa sembari merangkul Catherine. Alexa memperhatikan Catherine. Tatapannya mengikuti arah pandang Catherine yang menatap ke suatu arah. Dia mendesah pelan melihat temannya melamun. Alexa pun membungkukkan badannya dan mengambil ponsel Catherine. Dia meraih tangan temannya dan meletakkan ponselnya ditelapak tangan Catherine. Catherine tersadar dari lamunannya. Dia memperhatikan Alexa dan ponselnya bergantian.  "Kau mau kencan. Kencan. Kenapa kau melamun sampai seperti itu?" tanya Alexa. Tatapannya memperhatikan sekitar. Dia tertegun tidak melihat Calvin, "Oh yah, dimana Calvin?" Catherine mengerutkan dagunya. Dia meremas ponselnya dan membalikkan tubuhnya. Dia juga menghentakkan kakinya cukup keras saat masuk kedalam gedung apartemen.  "Ck. Apa mereka bertengkar lagi?" gumam Alexa dan menggelengkan kepalanya heran. Dia pun melanjutkan langkahnya untuk pergi ke mini market yang ada di seberang jalan.  Catherine membanting pintu saat menutup kamarnya. Dia juga melemparkan ponselnya diatas ranjang. Dia merasa sangat kesal pada Calvin sampai napasnya terengah-engah. "Siapa wanita itu? Tidak mungkin jika dia hanya teman Calvin. Tapi, Calvin kan hanya punya teman Tom dan Jayden saja. Lalu siapa dia sebenarnya? Saudara? Tidak. Itu tidak mungkin! Calvin sendiri yang mengatakan kalau dia sudah tidak punya siapapun kecuali mendiang kakeknya. Lalu siapa dia?! Ah," Catherine mendesah kesal.  Dia duduk di tepi ranjang. Dirinya masih belum merasa tenang setelah melihat apa yang di lakukan kekasihnya beberapa menit yang lalu. Catherine melirik kearah ponselnya.  "Lihat! Bahkan dia tidak menelepon dan menjelaskan sesuatu. Apa dia pikir aku tidak melihatnya?" Catherine menggeram kesal, dia juga meremas selimutnya.  Beberapa bulan ini hubungan mereka baik-baik saja meskipun masih ada argumen diantara mereka. Tapi, melihat Calvin mengabaikannya, ini adalah pertama kalinya. Dia kembali mendesah. Beberapa detik kemudian Catherine mengambil ponselnya. Menggeser layar ponselnya untuk menghubungi lelaki itu. "Halo Calvin!" Catherine menyapanya dengan nada tinggi, "Kau di-" "Halo?" Catherine tertegun mendengar suara seorang wanita. Dia menurunkan ponselnya dan menatap layar ponsel untuk memastikan kalau dirinya tidak salah sambung. Tapi, kenapa justru suara wanita yang mengangkat teleponnya? "Halo?" Mendengar suara wanita itu untuk kedua kalinya, Catherine masih belum menjawabnya. Dia masih sangat terkejut melihat perubahan Calvin yang sangat drastis. Apa saat ini dia sedang bersama wanita itu? batin Catherine. "Kenapa dia diam?" terdengar suara gumaman lagi. "Halo?" Catherine langsung memutuskan sambungan teleponnya tanpa mengatakan apapun. Sedangkan wanita itu mengerutkan keningnya setelah mengetahui sambungan teleponnya terputus. Dia menatap nama kontak yang ada disana, my girl.  "Apa ini kekasihnya Calvin?" tanya Caitlin pelan sembari memperhatikan nama kontak tersebut, "Ternyata ... dia sudah mempunyai wanita lain." Caitlin mengalihkan tatapannya. Dia melihat Calvin baru saja keluar dari mini market dengan menjinjing kantong plastik. Melihat Calvin semakin dekat, dia pun meletakkan ponselnya di tempat semula.  Calvin membuka pintu mobil dan masuk kedalam. Dia mengambil sekaleng minuman dan memberikannya pada Caitlin, "Untukmu," gumamnya dan meletakkan kantong itu di jok belakang. Calvin mulai melajukan mobilnya. "Jadi, kau tidak tahu akan pergi kemana?" tanya Calvin. Caitlin mengangguk. Dia membuka tutup kaleng itu dan meminumnya perlahan, "Iya. Sebelumnya aku tinggal di apartemen tadi." "Benarkah? Sudah berapa lama kau tinggal disana?" "Satu bulan." "Bagaimana dengan bisnismu?" Caitlin terdiam sejenak. Dia menghela napas pelan, "Semuanya sudah selesai. Lelaki itu, dia yang sudah merusak semuanya." Calvin menoleh ke arah Caitlin sekilas. Tiba-tiba saja dia merasa kasihan padanya. Dia juga tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi dalam keadaan seperti ini.  Sepuluh menit kemudian mereka sampai di sebuah gedung apartemen. Mereka turun bersamaan. Caitlin memperhatikan apartemen itu sebelum masuk kesana. "Apartemenku, ayo," ajak Calvin. ~ Alexa masuk kedalam kamar. Dia terkejut melihat Catherine ada disana. Duduk diam dengan raut wajah murungnya. Dia menghela napas dan duduk di samping Catherine. "Ada apa lagi? Apa kalian bertengkar?" Catherine menoleh ke arah Alexa, "Lex," panggilnya pelan. "Iya? Apa terjadi sesuatu?" "Aku rasa ... Calvin sudah berubah." "Berubah? Keth, dengarkan aku," Alexa memegang kedua pundak Catherine dan menarik untuk menghadapnya, "Jangan selalu berpikir seperti itu. Calvin sudah melamarmu, kalian sudah bertunangan. Jadi untuk apa kau terus mengatakan omong kosong seperti itu?" Catherine menundukkan tatapannya. Dia memperhatikan cincin yang diberikan Calvin saat melamarnya. Dia tidak bisa mengatasi masalah hatinya. Setiap kali ada masalah di dalam hubungannya dengan Calvin, entah kenapa Catherine selalu ingin mengakhiri hubungan mereka. Dan ini masalahnya berbeda. Calvin sudah benar-benar mengabaikannya. "Dia pergi dengan wanita lain," gumam Catherine pelan membuat Alexa menaikkan kedua alisnya merasa tak percaya, "Dan kau tahu Lex, tadi saat aku meneleponnya, aku mendengar suara wanita yang menjawabnya. Kau tahu kan seperti apa Calvin? Dia itu tidak mudah dekat dengan wanita lain. Lalu siapa wanita itu? Siapa dia sampai membuat Calvin berubah seperti itu? Calvin juga tidak meneleponku dan mencoba menjelaskan apa yang terjadi seolah dia benar-benar lupa kencannya." Alexa masih merasa bingung. Dia tidak bisa menangkap semua ucapan Catherine karena wanita itu terlalu cepat mengatakannya. Alexa menipiskan bibirnya. Dia tidak tahu masalah sebenarnya jadi dia juga tidak bisa mengatakan banyak hal. "Kau mau makan?" tanya Alexa ragu. "Ck," decak Catherine. Dia melepaskan tangan Alexa, "Kau tidak mengerti ucapanku?" "Keth, bagaimana aku bisa mengerti ucapanmu kalau kau berbicara secepat itu." "Lupakan," putus Catherine dan masuk kedalam kamar mandi.  Alexa mendesah pelan. Dia menggelengkan kepalanya heran melihat tingkah Catherine. Dirinya juga merasa bingung melihat sikap temannya yang seperti remaja jika menyangkut percintaannya. Catherine menyikapinya dengan caranya sendiri. ~ "Aku tidak menyangka, kau sudah sedikit berubah," ucap Caitlin saat melihat Calvin menghampirinya dengan membawa makanan dan minuman. "Maksudmu?" tanya Calvin diiringi senyumannya. "Apa karena kekasihmu?" Caitlin mencoba memancing pembicaraan itu karena merasa sangat penasaran. "Sekarang, kau lebih banyak berbicara. Tidak seperti Calvin yang aku kenal dulu." "Aku tidak punya kekasih," jawab Calvin. "Iyakah?" Calvin mengangguk yakin. Dia mulai meminum kopinya sedangkan Caitlin masih memperhatikannya. Lalu siapa wanita yang meneleponnya? Sangat jelas nama wanita itu my girl di kontak ponselnya, batin Caitlin. "Jadi, kau sekarang sendirian?" "Kalau aku sendirian, lalu apa kau hantu?" tanya Calvin balik, "Sudahlah, kau makan dulu. Aku tidak bisa memasak, jadi kau makan ini saja," ucap Calvin sembari menyodorkan bungkusan pizza. "Kau ini," Caitlin tertawa pelan mendengar lelucon Calvin, "Jadi, apa aku masih ada di hatimu?" "Hatiku terlalu sempit untuk kau tinggali. Aku bisa mencarikan apartemen yang lebih layak daripada hatiku." Caitlin kembali tertawa diikuti Calvin, "Astaga, kau seperti bukan Calvin yang aku kenal dulu. Selera leluconmu sangat bagus." Calvin tersenyum, "Aku selalu belajar untuk memberikan lelucon." "Belajar? Belajar untuk siapa?" tanya Caitlin sembari menaikkan alisnya. Calvin terdiam sembari menatap Caitlin sehingga mereka saling menatap satu sama lain.  "Untuk wanita yang aku cintai," jawab Calvin cukup lama. Caitlin tertegun mendengar jawaban lelaki itu, "Lalu, siapa wanita itu?"  "Dia ... adalah wanita yang pertama kalinya memanggilmu dengan sebutan Big Boss dan ku panggil kutu kaki. Dia tunanganku." "Tunanganmu?" Caitlin terkejut. Jadi, wanita itu adalah tunangannya? batin Caitlin. "Tapi, kenapa kau mengatakan tidak mempunyai kekasih tadi?" "Karena dia tunanganku bukan kekasihku. Seorang kekasih bisa pergi kapan saja." "Lalu, untuk apa ... kau belajar lelucon untuknya?" "Dia itu sangat mudah marah dan kesal padaku. Kita sering sekali bertengkar. Itu sebabnya aku belajar lelucon supaya bisa meredakan kemarahannya." Caitlin mematung. Dia tidak menyangka Calvin akan melakukan itu demi seorang wanita. Bahkan saat sedng menjalin hubungan dengannya dulu, lelaki itu sama sekali tidak berusaha untuk melakukan hal itu. Tiba-tiba saja dia merasa sangat iri dengan wanita itu. Siapa wanita itu dan seperti apa dia? "Dia juga sepertinya sedang marah denganku sekarang," gumam Calvin pelan mengingat perbuatannya meninggalkan Catherine begitu saja. Calvin menatap Caitlin, "Aku tinggal dulu. Kau bisa memakannya," pamit Calvin. "Kau ... akan pergi kemana?" "Aku akan-" Calvin menggantungkan ucapannya melihat Caitlin meringis kesakitan sembari memegang kepalanya, "Caitlin, kau baik-baik saja?"  Tubuh Caitlin tumbang diatas sofa. Calvin menggendongnya masuk ke kamar dan membaringkannya disana. Setelah menyelimutinya, dia pun langsung menghubungi Dokter. Setelah menghubungi Dokter, Calvin tertegun melihat nama Catherine meneleponnya beberapa saat lalu. Dia menghela napas pelan dan berjalan keluar kamar. Dia yakin pasti saat ini Catherine merasa sangat kesal padanya. "Halo Keth, kau dimana sekarang?" tanya Calvin cepat setelah mengetahui Catherine menerima teleponnya. "Calvin." "Alexa?" panggil Calvin memastikan. "Keth, dia katanya tidak ingin berbicara denganmu." Calvin tersenyum membayangkan ekspresi wajah kesal Catherine saat tidak ingin berbicara dengannya, "Kalau begitu nyalakan saja speakernya." "Sudah aku nyalakan. Tapi Catherine justru menutup tubuhnya dengan selimut. Sebenarnya apa yang terjadi?" Calvin tertawa pelan. Itu adalah kebiasaan Catherine yang menutupi tubuhnya dengan selimut setiap kali tidak ingin berbicara dengannya. Sepertinya Catherine benar-benar marah padanya. "Aku bertemu dengan temanku. Dan dia butuh bantuan dan sedang sakit. Saat ini dia sedang di apartemenku. Katakan padanya kalau aku akan menemuinya setelah temanku merasa lebih baik," jelas Calvin. Catherine langsung menyingkap selimutnya. Dia merampas ponselnya di tangan Alexa, "Kalau begitu kita tidak usah bertemu lagi. Kau urusi saja temanmu itu dan jangan mengurusi aku. Kau bersenang-senang saja dengannya. Bila perlu kau berkencan saja dengannya. Aku sudah tidak ingin bertemu denganmu lagi!" sentak Catherine dan langsung mematikan sambungan teleponnya. Calvin mencoba meneleponnya kembali. Dua kali Catherine mengalihkan panggilannya. Untungnya Catherine langsung mengangkatnya setelah ketiga kalinya. "Apa lagi?!" "Maafkan aku. Dia temanku saat kuliah dulu. Kau juga bisa menjenguknya dan berkenalan dengannya." "Untuk apa aku berkenalan dengannya?!" gertak Catherine dan kembali memutuskan sambungan telepon sepihak.  Calvin menghela napas pelan. Saat dia akan menelepon Catherine lagi, bel pintunya berbunyi. Dia pun mengurungkan niatnya dan membukakan pintu. Dokter itu langsung memeriksa Caitlin setelah mereka di kamar. "Bagaimana keadaannya?" "Dia hanya kelelahan dan shock. Kau tidak perlu khawatir, dia akan segera membaik setelah istirahat beberapa jam." "Baiklah, terima kasih Dokter." Calvin pun mengantar Dokter itu menuju pintu setelah selesai memeriksa keadaan Caitlin. Saat Calvin membuka pintu, dia terkejut melihat Catherine ada di depan pintu.  "Keth," panggil Calvin. Catherine hanya diam dan tersenyum pada Dokter. Dokter itupun pamit pergi dan Catherine langsung masuk kedalam apartemen. Catherine menghentikan langkahnya di ruang tengah ketika melihat ada makanan dan juga minuman disana. "Kau masih marah?" tanya Calvin. Catherine mengabaikan pertanyaan Calvin. Dia berjalan ke arah kamar. Mereka beriringan saat melewati anak tangga.  "Jangan mengikutiku!" sentak Catherine dan mempercepat langkahnya. Calvin hanya tersenyum. Dia mengikuti Catherine tepat di belakang wanita itu. Catherine menghentikan langkahnya di ambang pintu saat membuka pintu kamar Calvin dan melihat wanita itu berbaring di ranjang Calvin.  "Sepertinya kau sangat beruntung punya satu ranjang di apartemenmu," gumam Calvin dan melirik lelaki itu. "Sepertinya ... iya." "Ck. Apa kau tidak punya hati? Kau pikir sedang berbicara dengan siapa? Lalu kau menganggapku apa selama ini? Kau itu sangat menyebalkan. Benar. Kau tidak pernah berubah sejak dulu. Kau adalah orang yang paling menyebalkan dan tidak mempunyai hati. Sekalian saja kau tidur di sampingnya saat sedang merawatnya seperti di drama-drama biasa itu. Sekalian saja kalian akhirnya saling jatuh cinta dan menjalin hubungan. Sekalian saja-" "Berhenti berbicara omong kosong seperti itu. Bagaimana aku bisa menyukai wanita lain kalau aku sudah memilikimu?" "Kau ... me-mencoba merayuku?" Catherine tergagap setelah mendengar ucapan lelaki itu. "Itu bukan rayuan tapi kenyataan, kutu kaki." "Hei!" Calvin tertawa melihat ekspresi wajah Catherine. Dia langsung memeluk Catherine dan mencium puncak kepala wanita itu. "Maafkan aku, karena aku ... kencan kita batal lagi." "Jangan mengajakku kencan lagi kalau akhirnya selalu gagal," ucap Catherine. Calvin melepaskan pelukannya, "Kau sudah makan? Bagaimana kalau kita makan bersama?" "Ck," decak Catherine. Calvin merangkul Catherine menuju dapur, "Masakkan aku spaghetti yang paling enak," pinta Calvin. ~ TBC ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD