1. Halo, Calon Suami!

1725 Words
"Ronald, aku pasti sudah gila." Airish berkata melalui sambungan telepon dengan sahabat yang sekaligus menjadi penata rias para model. Ronald adalah sosok pria yang memiliki paras wajah Timur Tengah. Dengan iris mata cokelat kehitaman, hidung mancung dan bibir penuh untuk ukuran seorang laki-laki ditambah garis tegas di sepanjang dagu, banyak sekali wanita yang melirik padanya untuk sekedar menghangatkan ranjang. Namun sayang sekali. Ronald yang bagi para wanita itu cukup hot, tampan dan seksi itu tidak tertarik dengan mereka. Mungkin dunia ini benar saat mengatakan bahwa 'stok pria tampan hanya untuk pria tampan'. Karena kebanyakan yang memiliki orientasi seksual menyimpang memang memiliki ketampanan di atas rata-rata. "O em ji! Ke mana saja kau selama ini baru menyadari jika kau adalah gadis gila?!" kata Ronald. Suara berisik terdengar dari ujung sana, menandakan jika pria itu sedang bekerja. Airish bisa membayangkan jika saat ini Ronald sedang mendandani seorang model sembari mengapit ponselnya di antara wajah dan bahu. "Ronald, aku serius!" "Aku juga serius, babe! Aku SELALU serius." Jeda sejenak. Ronald terdengar berteriak meminta semangkuk air hangat dan alat cukur alis pada salah satu bawahannya. "Tapi kau, adalah gadis gila yang selalu bercanda pada kehidupan. Sekarang katakan padaku ada masalah apa?" "Aku pasti sudah gila." Airish mengulang kalimatnya. "Iya, kau memang gila." "Ronald, aku tidak bermaksud mengatakan 'YA' saat mereka menyuruhku menikahi Romeo! Aku hanya mengatakan 'YA' demi sopan santun. Oke, sebenarnya aku pikir mereka hanya bercanda. Tapi kau tau sekarang? Mereka mengangkut barang-barangku beserta diriku sendiri untuk tinggal di mansion! Aku, Airish Johnson yang cantik jelita dan masih menggantungkan lamaran dari 5 pria keren, ganteng dan kaya raya, harus terjebak di sini! Oh my God, Ronald! Aku pasti benar-benar sudah gila!" "Dan kegilaanmu itu menjadikan kau orang yang paling beruntung di dunia. Akui saja, honey, kalau pria-pria yang melamarmu kekayaannya jauuuuuhhh di bawah keluarga McKenzie. Aku benar, bukan?" tukas Ronald. Saat itu Airish seolah bisa melihat pria itu sedang menaik turunkan alis padanya. "Ini bukan soal kekayaan!" "Lalu apa? Jangan buat aku tertawa dengan menjawab soal harga diri! Sejak kapan jalang cantik sepertimu punya harga diri?" Airish terdiam sebentar, lalu mengangguk. "Benar juga. Aku kan sudah membuang harga diriku sejak 5 tahun yang lalu." Dari seberang sana Ronald tertawa mengingat masa lalu. Pertama kali dia melihat Airish yang memiliki kesombongan dan keangkuhan tingkat tinggi karena merasa dia terlalu cantik, telah menolak puluhan agensi yang ingin merekutnya menjadi model mereka. Saat itu Airish berkata bahwa dia akan menjadi model jika gaji perbulannya adalah 50.000 dollar. Gila! Kecuali Airish seorang presiden, dia tidak akan mendapatkan gaji segitu banyaknya apalagi dia hanya orang baru. Airish memang sangat tidak masuk akal! Lalu saat tidak ada satu pun agensi yang mau merekrutnya, Airish justru balik memohon-mohon pada Ronald untuk bisa bergabung menjadi model berapapun gajinya. Saat itu Ronald hanya bisa berkata, "Mati kau, sombong sih jadi orang!"  tapi akhirnya dia memperkenalkan Airish pada salah satu agensi dari perusahaan Salvatore. "Mau dengar saran dariku?" Airish mengangguk cepat. "Apa?" "Terima saja jadi menantu keluarga McKenzie. Lagi pula kau akan diuntungkan dari segala aspek. Kau tidak perlu bekerja, kau mendapat jatah uang bulanan yang aku yakin itu tidak sedikit dan beratus kali lipat dari gaji kamu menjadi model, dan yang penting adalah kau tidak akan menjadi perempuan paling miskin yang kukenal. Yah, hitung-hitung, kau bisa naik kasta karena menikahi putra tunggal Alexandro McKenzie." Boleh tidak Airish melempar sendalnya pada Ronald besok saat bertemu? Alasan-alasan yang diberikan Ronald justru semakin membuat Airish merasa serba salah ada di mansion ini. Menggerakkan bola mata demi mengamati kamar yang sekarang menjadi miliknya, Airish menggigit bibir. Ruangan ini sangatlah luas. Memiliki kasur besar yang empuk, meja rias, kamar ganti dan kamar mandi lengkap dengan jacuzzi berharga ratusan ribu dollar. Ini memang bukan pertama kalinya Airish ada di mansion keluarga McKenzie, bahkan bukan pertama kalinya dia melihat rumah semegah dan semewah ini. Tapi rasanya sekarang, Airish tidak pantas ada di tempat ini. "Kau melupakan satu hal, Ronald," desah Airish. Dia menatap keluar jendela kaca besar yang mengarah pada hamparan rerumputan hijau serta pohon-pohon besar yang terkena sorot lampu taman. Bahkan saat malam hari begini, pekarangan mansion keluarga McKenzie nampak berkelas, indah dan elegan. "Apa?" "Bahwa orang semuda, secantik dan seseksi diriku rawan melakukan perselingkuhan." Terdengar tawa menggelegar dari seberang. "Woi, bocah sinting! Memangnya kapan kau pernah selingkuh? Kalau diselingkuhin, ditipu, dikhianati, diduakan atau ditinggal menikah, itu baru terdengar seperti dirimu. Kau adalah Airish, perempuan paling payah di dunia dalam hubungan asmara! Cupid pasti dendam padamu saat hari kelahiranmu sehingga dia mengutuk kisah asmaramu." "Cupid apa?!" "Aku jadi bertanya-tanya dosa apa yang sudah kau lakukan di masa lalu. Tapi aku yakin kau pasti melakukan pemberontakan atau minimal melakukan aksi bom bunuh diri hingga menewaskan lebih dari 100 orang." "Ronald!" "Ya, Airish sayang?" "Kau tidak mendengarkanku," desis Airish jengkel. Dia ingin curhat dan mencari solusi tapi justru Ronald yang bahagia menertawakan dirinya yang ia dapatkan. "Kalau aku tidak mendengarkanmu aku tidak bisa menertawakanmu sekarang," ucap Ronald. Masih terdengar sedikit nada geli dalam suaranya. "Sudahlah, terima saja nasibmu. Mungkin sekarang Tuhan sedang ingin menyelamatkan kisah cintamu." Airish baru akan membuka mulut saat Ronald berkata lagi, 'Kita bicara nanti lagi, okay? Aku sangat sibuk sekarang dan kau tau bagaimana Mr. Taylor. Sampai jumpa, darling! Jangan lupa beri aku kartu undangan saat kalian sudah menetapkan tanggalnya! TUUUTTT .... Dan sambungan ponsel pun tertutup. Airish mendesah, berbalik lalu melemparkan tubuhnya di atas kasur empuk yang tersedia. Sembari menatap langit-langit, Airish mencoba menghilangkan rasa tidak nyamannya. Entah kenapa dia merasa sedikit gelisah. "Oh, ayolah Airish. Ini hanya menikah. Apa salahnya?" ucapnya pada diri sendiri. Dia lalu beringsut duduk. "Benar. Apa ruginya menikah dengan Romeo? Lagi pula, kita adalah teman sejak masih kecil." "Huuufftt... tidak, tidak tidak. Dia bahkan membenciku setengah mati." Airish kembali menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, membiarkan tubuhnya terpental lembut karena busa yang empuk. Pikirannya melayang jauh ke masa kecil. Ingat benar apa yang terakhir kali Romeo lakukan padanya. Pria kecil jahat itu mendorongnya jatuh ke tanah hingga tangannya berdarah, dan dia sama sekali tidak meminta maaf ataupun merasa bersalah sampai terakhir. "Hah, entahlah. Aku tidak mau tau! Aku, akan mencari cara untuk keluar dari mansion ini!" gumam Airish penuh tekad. * * * Romeo menghentikan mobil sportnya di halaman rumah. Dia baru saja pulang dari perusahaan yang sangat mampu menguras energinya seharian ini. Pekerjaannya memang cukup melelahkan sebagai seorang wakil CEO sekaligus calon pemilik sah McKGroup. Sempat membaca pada sebuah pesan yang masuk ke ponsel, bibir Romeo mengukir senyum bahagia. From : My Fiance Sudah sampai rumah? Aku merindukanmu! Tanpa membalas pesan tersebut, Romeo mengantungi ponsel ke dalam saku jasnya. Dia turun dari mobil mewahnya, lalu melangkah tegap memasuki mansion yang ia sebut rumah. "Romeo, akhirnya kau sudah pulang!" Seperti biasa, Sivia ibunya, selalu menunggu kedatangannya di ruang tengah. Wanita yang sudah memiliki kerutan di sekitar area mata itu berdiri lalu menyambut putranya dengan pelukan hangat. Romeo pun akan bersikap seperti biasa, yang sudah dia lakukan sejak masih anak-anak hingga sekarang. Yaitu memeluk balik sang Ibu, menghirup aromanya dalam-dalam lalu berkata, "Ya, aku pulang." "Oke, sana mandi! Lalu kita makan malam bersama. Ayahmu juga masih mandi di kamar." Entah kenapa Romeo merasa jika nada suara Sivia terdengar sangat bersemangat dan antusias. Ingin rasanya Romeo bertanya menyelidiki namun dia juga butuh menghubungi Juliet, sekarang juga melalui video call! "Baik, Baginda Ratu. Aku akan segera kembali kurang dari satu jam," ucap Romeo berjalan mundur menuju tangga sembari memberikan tatapan mesra yang jahil pada ibunya. Dia memang selalu begitu dan akan selalu begitu. "Kalau bisa hari ini jangan mandi lama-lama!" teriak Sivia. Romeo hanya mengangguk saja dan menaiki tangga dua dua agar cepat sampai di lantai 2. Romeo berjalan melewati koridor. Mansion ini memang sangat luas hingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai dari satu tempat ke tempat yang lain. Terlebih, letak kamarnya ada di mansion sebelah kiri dan paling ujung, jauh dari kamar kedua orang tuanya yang ada di sayap kanan. Dipikir-pikir, akan lebih baik jika dia memiliki saudara yang tinggal di sini. Namun sayang, dia adalah anak satu-satunya. Mansion ini terlalu besar untuk ditinggali hanya bertiga. Para asisten rumah tangga dan pekerja lainnya memiliki tempat tinggal mereka sendiri yang terpisah dari mansion, sehingga saat malam begini, rumahnya terasa sepi. Romeo sudah bisa meilihat pintu kamarnya yang berjarak kurang dari beberapa meter. Langkahnya dia percepat agar dia bisa segera menghubungi kekasihnya dengan nyaman di kamar nanti saat tiba-tiba sebuah pintu di sisi kanannya terbuka dan seseorang menabrak tubuhnya. "Hei, hati-hati, Nona!" peringat Romeo. Beruntung kakinya berdiri kokoh hingga dia tidak dengan mudah terjungkal ke lantai. Alih-alih, dia berhasil mencengkeram lengan si gadis yang menabrak agar tidak jatuh mengenaskan. "Oh, maaf. Aku-" Gadis itu menoleh, lalu mereka berdua sama-sama terbelalak. "Kau-",  "Kau!" seru mereka bersamaan. Sama-sama kaget luar biasa. Tapi Romeo lah yang berhasil keluar dari keterkejutannya pertama kali. Dengan mata buas dan aura membunuh, matanya menyipit kejam. Dia melangkah maju mengintimidasi, membuat si gadis mundur ke belakang hingga punggungnya menabrak dinding. Pria bermata biru jernih itu mengamati penampilan perempuan yang sudah sangat lama tidak dia jumpai. Pandangan Romeo nampak mencemooh dan semakin menghina ketika melihat seberapa murahan pakaian yang Airish pakai. Baju rajut lokal itu pasti tidak berharga lebih dari 10 dollar! Lalu celana jeans yang warnanya sudah sedikit pudar, seorang Airish pasti memiliki syndrom jadi gembel! "Kenapa kau ada di sini?" desis Romeo dingin. Dia tentu masih ingat dengan kejadian-kejadian di masa lalu saat Airish membuat masa kecilnya terasa buruk! Pokoknya jauh dari kata indah setiap perempuan itu tinggal di mansionnya. Lalu, setelah bertahun-tahun lamanya, kenapa gadis ini dengan berani muncul di hadapannya lagi?! "Kau mau mati dengan menggali kuburanmu sendiri, hm?" Romeo pikir itu cukup untuk membuat setidaknya Airish lari terbirit-b***t meninggalkan mansion. Biasanya, orang-orang akan selalu ketakutan saat dia mengeluarkan suara penuh ancaman yang tidak main-main tersebut. Namun Romeo lupa, jika Airish adalah gadis yang tidak normal. Maka dalam sekejab, Romeo di buat terkejut dan bingung saat wanita itu menyeringai dan menyapa dengan berani. Bahkan, tanpa memutus kontak mata mereka. "Oh. Halo, calon suami!" * * * Hai, hai! Jihan Alezander di sini! Setelah menunggu satu bulan dan berharap-harap cemas, akhirnya cerita ini di approved oleh pihak Dreame! Yeey!! (ada kembang api meledak-ledak). Jadi, bisa dipastikan jika cerita ini akan mulai on-going alias update setiap hari pada bulan berikutnya (eh, tergantung kapan resmi SIGNED sih). Pokoknya cerita ini akan terus berlanjut hingga tamat! So, ditunggu aja ya kapan daily updatenya! See you! :*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD