Hai, hai! Lama nggak menjamah cerita ini. Finally, aku kembali setelah menamatkan Verward Soul! Jangan lupa mampir ke sana ya bagi kalian yang suka kisah remaja SMA (jangan harap ada adegan plus-plus di sana sebab aku itu ketika menulis cerita fiksi remaja ya benar-benar pure fiksi remaja, nggak sampai aneh-aneh. Mentok juga cium doang hihi)
Selanjutnya, selamat membaca!
Note : Cerita ini akan update setiap hari. Tinggalkan jejak berupa komentar agar aku lebih semangat lanjutinnya! Saranghae ... :*
***
Awalnya jelas, Airish hanya bercanda saat mengatakan dia menerima Romeo menjadi calon suami. Tapi melihat wajah sombong pria itu, ia jadi tertarik untuk masuk dan mengobrak-abrik hidup cinta monyet masa kecilnya dulu.
"Halo, calon suami," sapa Airish dengan senyum miring. Ia ingin tertawa saat melihat ekspresi kebingungan dari pria beriris mata biru tersebut.
Romeo masih tetap sama di mata Airish. Dia tampan. Sejak kecil memang selalu setampan itu. Namun sekarang, garis wajah Romeo sudah menjadi lebih tegas. Alisnya lebih tebal dengan hidung mancung dan bibir merah tipis yang selalu melontarkan kalimat-kalimat kejam dan sinis.
Hmmm, kira-kira bagaimana rasanya mencium bibir itu? batin Airish melantur.
"What the f*****g b***h, siapa yang kau sebut dengan calon suami?" Nada suara Romeo terdengar sinis.
"Siapa lagi kalau bukan kau?" Tanpa malu, Airish mengalungkan kedua tangannya ke leher Romeo. "Jangan katakan kau sedang kaget karena terharu. Oh Romeo, kau manis sekali."
"Wanita sinting!" Romeo menyentak rangkulan tangan Airish di lehernya. Dan sebelum Airish membuka mulut, pria itu sudah menudingkan jari telunjuknya tepat di depan muka Airish.
"Dengar, aku tidak tau kenapa kau muncul lagi di tempat tinggalku ini. Tapi kuperingatkan sebelum kau masuk lebih jauh ke kehidupanku, pergi sekarang juga! Sebelum aku mencekik lehermu dan melemparkanmu keluar dari mansion ini!"
"Oh tidak! Aku tidak menyangka calon suamiku sekejam ini," kata Airish memasang wajah yang dibuat-buat seolah ia sedang ketakutan.
"Aku bukan calon suamimu!" desis Romeo.
Airish terkekeh kecil lalu tangannya terjulur ke depan hendak mengelus wajah pria tampan di depannya. Tapi Romeo bergerak cepat dengan mundur selangkah lebih jauh. Ia tidak ingin sejengkal saja bagian tubuhnya disentuh oleh wanita licik seperti Airish.
Airish menarik napas, lalu tersenyum miris. Ternyata setelah bertahun berlalu, Romeo masih sama. Jadi jelas, ide pernikahan ini memang sangat konyol sejak awal.
Berbalik, Airish hendak meninggalkan Romeo. Akan tetapi tiba-tiba tangannya dicekal oleh Romeo.
"Kau belum menjelaskan kenapa kau ada di sini," gumam Romeo dengan pandangan yang menusuk. Aura dingin dapat Airish rasakan tapi itu sama sekali tidak mempengaruhinya.
"Tentang itu ... bukankah sudah sangat jelas?" Airish kembali berbalik menghadap Romeo. "Orang tuamu menjodohkan kita berdua." Lalu Airish kembali mencetak senyum miring. "Jadi, calon suamiku, bersikap baiklah pada calon istrimu ini."
"Sekali lagi ku katakan padamu aku bukan calon samimu! Dan kau juga bukan calon istriku!" seru Romeo setengah murka. Bagaimana mungkin kedua orang tuanya tega melakukan semua ini padanya? Padahl mereka jelas tau siapa wanita yang Romeo cintai hingga sekarang.
"Aku tidak peduli," jawab Airish sembari mengindikkan bahu. "Yang jelas aku akan menikahimu. Hahaha!" tawa Airish sembari meninggalkan Romeo.
Niat yang semula ingin menemui Alex dan Sivia untuk membicarakan bahwa ia tadi tidak bersungguh-sungguh kini sudah berubah. Lagi pula sudah lama ia tidak melihat wajah jengkel si tampan itu. Bermain-main sedikit dengannya tidak masalah bukan?
***
“Siapa bilang aku akan setuju untuk menikahi dia?!” Romeo menunjuk wajah Airish yang mulutnya sedang terbuka lebar karena hendak melahap bakso, salah satu makanan khas dari negara bernama Indonesia.
Airish pernah mendengar dan melihat betapa indah negara yang terletak di Asia tersebut melalui siaran berita di TV maupun dari foto-foto yang Sivia sering perlihatkan padanya sejak kecil. Dan Airish berjanji jika suatu saat nanti dia akan pergi ke negara asal ibu dari calon suaminya ini.
“Hmmm, rasanya udah lama tidak makan bakso. Ini lezat sekali, Tante!” puji Airish dengan mulut penuh mengunyah makanan berbentuk bola itu. Sebenarnya dia pernah pergi ke beberapa restoran Indonesia, tapi rasanya sangat berbeda dengan bakso buatan Sivia. Daging sapinya lebih terasa dan kuah kaldunya lebih terasa nikmat.
“Aku tidak akan menikahi dia!” tegas Romeo lagi.
“Wah, kerupuk ini juga enak! Tunggu, ini bukan kerupuk ikan atau udang kan?” tanya Airish mengamati kerupuk berwarna putih kecil-kecil di meja. Dulu saat kecil dan sering menginap di mansion ini, Airish sering disajikan dengan kerupuk ikan dan udang, lalu ini adalah kerupuk varian baru! Dan rasanya sangat gurih! Yummy...
“Aku sudah memiliki wanita pilihanku sendiri.”
“Itu kerupuk bawang, Sayang,” jawab Sivia.
“Oh, kerupuk bawang. Enak!” Airish mengangkat kedua jempolnya sebagai nilai.
Romeo menggertakkan rahang, dia melirik tajam pada sosok perempuan yang sejak tadi menginterupsi ucapannya sehingga tidak ada yang menganggap dia serius. Alex ayahnya tetap melanjutkan makan dengan lahap, begitupun dengan Sivia.
“Jika kau mau, kau boleh tambah lagi,” tukas Alex melihat napsu makan perempuan yang sudah dia dan istrinya anggap seperti anak sendiri. “Tubuhmu terlalu kurus untuk ukuran seorang perempuan. Bagaimana calon cucuku nanti bisa tumbuh sehat di dalam perutmu jika kau sekurus itu?”
“Dad-“
“Emma! Bawakan semangkuk bakso lagi untuk Airish. Dia harus makan banyak.” Perintah Alex pada salah satu pembantunya.
Sejenak, Romeo melihat wanita paruh baya yang kelak akan menjadi ibu mertuanya. Tentu saja jika dia sudah menikahi Juliet. Dan untuk itu, kedua orang tuanya perlu belajar untuk tidak memerintah Emma semena-mena.
“Emma, jangan lalukan apapun! Suruh Renata saja sebagai gantinya!” interupsi Romeo tepat saat Emma hendak beranjak ke dapur dan melakukan perintah majikannya.
“Emma, ambilkan semangkuk bakso lagi. Sekarang!” Alex berkata tegas, sekali lagi memerintah pembantu paruh baya itu. Ia melirik Romeo yang tengah menatapnya sengit.
“Kau seharusnya tidak boleh melakukan itu padanya,” desis Romeo tidak suka pada sikap arogan sang ayah.
“Melakukan apa? Dia pembantu kita dan kita bisa memintanya melakukan apapun. Dia aku gaji untuk itu.”
“Tapi dia ibu Juliet,” geram Romeo. Kedua tangannya terkepal di atas meja. Marah pada kenyataan jika selama ini Romeo tidak menyetujui hubungannya dengan Juliet.
Sebenarnya apa alasannya? Apakah karena Juliet anak dari salah satu pembantunya sehingga kedua orang tuanya tidak setuju? Tapi, jika Romeo ingat, dulu saat ia masih kecil baik Alex dan Sivia selalu mengajarkan untuk tidak pernah membedakan seseorang berdasarkan status kekayaan atau pangkat yang mereka miliki.
Lalu apa sekarang? Ternyata itu semua lain di mulut lain di hati! Romeo jadi semakin emosi mengingatnya.
“Lalu kenapa jika dia ibu Juliet?” tanya Alex dengan nada menghardik. Pria yang sudah tidak lagi muda itu mengambil sebuah serbet di meja lalu mengusap mulut, pertanda jika dia telah selesai makan malam.
“Karena Juliet yang akan menjadi menantumu! Dan itu berarti Emma adalah calon besanmu!”
Alex mendengus, meletakkan serbet yang telah kotor di atas meja lalu berkata, “Dan siapa bilang kalau aku akan menyetujui ide bodohmu itu?”
“Dad, aku mencintai Juliet! Kau tau jika perasaanku tidak main-main. Kami sudah menjalin hubungan selama bertahun-tahun dan kau masih belum juga mengerti? Apa kau bahkan peduli pada kebahagiaanku?” ucap Romeo dengan nada sedikit tinggi dan tidak sabar.
“Justru karena aku peduli ...,” Alex menunjuk Airish yang sejak tadi sibuk melihat perdebatan ayah dan anak itu dengan memakan kerupuk bawang.
Sungguh, makanan renyah itu membuat dia ketagihan untuk mencoba lagi dan lagi.
Airish jadi curiga jika penjual kerupuk itu memasukkan semacam obat candu saat membumbui kerupuk ini.
“ ... Dad ingin kau menikah dengannya,” lanjut Alex.
Romeo memejamkan mata menahan amarah yang ingin meledak. Setidaknya dia masih tau sopan santun saat ini.
“Sampai kapanpun Dad, aku tidak akan menikahi perempuan ular seperti dirinya!” tunjuk Romeo sembari berdiri. Jari telunjuknya menunjuk langsung kepada Airish yang duduk di seberang meja.
“Wow, Romeo. Aku tidak tau apakah aku harus tertawa atau menangis terharu karena kau ingat pada Shio tahun kelahiranku!” Airish menjawab dengan mata terharu. Membuat Romeo mendelik tidak percaya.
Bagaimana bisa dari semua kalimat, hanya itu yang dia katakan?!
Di luar dugaan, Alex dan Sivia malah menahan tawa. Ini adalah salah satu karakter yang membuat Airish manis di mata mereka. Sangat cocok untuk Romeo yang selalu menganggap semua hal dengan serius.
Entah sifat siapa yang menurun pada calon pewaris McK Group itu.
Demi menjaga kewarasannya, Romeo berdiri dan meninggalkan ruang makan.
***
“Romeo, kau ada masalah?”
Suara merdu dari seberang telepon membuat Romeo tersentak. “Ah, tidak. Aku baik-baik saja.”
“Ya, ya, ya. Kau baik-baik saja tapi kau menghela napas ratusan kali. Kau juga tidak berkomentar apapun soal ceritaku yang terakhir kali."
Itu adalah Juliet. Dia sedang menampakkan wajah cemberut karena selama seperempat jam dia bercerita, pikiran Romeo malah melayang entah ke mana.
"Maaf, maaf, Sayang. Aku tidak bermaksud untuk ... huft," hela napas Romeo. Ia menatap sang kekasih pada video call layaknya mereka sedang berbicara langsung. "Aku mencintaimu, kau tau itu kan?"
Juliet tergelak. "Ya, Aku tau karena kau sudah mengatakan itu ratusan ribu kali. Aku penasaran, apakah jika wajahku menua nanti kau masih mencintaiku atau tidak."
"Kau pikir aku lelaki macam apa? Sampai kakek-kakek nanti aku berjanji akan tetap mencintaimu," ucap Romeo yakin.
Juliet tersenyum lalu memberikan sebuah ciuman dari seberang. "Ah, aku jadi ingin bertemu dan memelukmu."
Romeo yang awalnya sudah dalam posisi siap tidur di kasur, bahkan ia sudah melepas kaus atasnya dan menyisakan celana bokser pendek langsung bangkit berdiri. Matanya berkilat mendengar undangan dari sang kekasih.
"Aku akan sampai di sana dalam waktu tiga puluh menit," katanya langsung berdiri. Akan tetapi suara di seberang menghentikan Romeo untuk meraih kausnya.
"Tidak! Kau tidak perlu ke mari!" cegah Juliet. Dia tersenyum cantik. "Ingat, kau ada rapat pagi-pagi sekali besok. Aku tidak ingin kau, kita, kesiangan. Aku juga harus mengunjungi beberapa panti besok."
Bahu Romeo yang tadi tegak bersemangat kini jadi merosot ke bawah. Padahal malam ini ia ingin ketengan dari Juliet. Masalah ia dan Airish tidak mungkin bukan ia sembunyikan selamanya dari gadis itu? Romeo harus jujur dan mencari solusi bersama dengan Juliet. Ia tidak ingin masalah ini nanti akan menjadi bumerang bagi hubungannya nanti.
"Tapi aku sangat merindukanmu," gumam Romeo.
"Aku juga merindukanmu," balas Juliet. "Oke, pangeran! Kau harus tidur sekarang. Aku juga harus pergi tidur. Ini sudah larut."
Romeo mengangguk.
"Selamat malam." Mimpi indah."
"Kau juga," senyum Romeo.
***
Romeo baru memejamkan mata saat tiba-tiba ia merasa seseorang naik ke atas ranjangnya.
Mata pria beriris biru itu pun terbuka, lalu segera membuang selimut tebalnya. Ia terkejut setengah mati saat melihat sosok wanita berambut acak-acakan ada tepat di sampingnya.
"Apa yang kau lakukan di kamarku?!" seru Romeo. Ia langsung turun dari ranjang dengan wajah murka.
Airish tersenyum Lalu tanpa merasa terganggu dengan kemarahan Romeo ia malah merebahkan diri dengan nyaman di atas kasur Romeo.
"Selamat malam, calon suami," kata Airish setengah berbisik. Matanya sudah berat karena mengantuk. Ia ingin tidur, dan kasur Romeo terasa sangat nyaman untuk ditiduri.
Tapi sebelum mata Airish benar-benar terpejam, ia sempat menatap Romeo lama.
"Wow, nice body, babe," ujarnya sembari tersenyum.
Romeo menganga. Apa-apaan wanita ini? Kenapa dia bisa dengan narsisnya masuk ke kamarnya dan memuji tubuhnya?!
"Hei, wanita gilaaa! Keluar dari kamarku sekarang juga!" teriak Romeo kemudian.