Satu hari sebelumnya,
Brak!
Pintu kamar terbuka dengan kasar, membuat Irene yang tengah tertidur kaget dan terbangun. Dua makhluk yang masuk ke dalam kamarnya sambil b******u lebih membuatnya kaget.
Bagaimana tidak, pria yang sudah lama menjadi kekasihnya itu sedang b******u dengan gadis lain dan akan melanjutkan cumbuan di dalam kamarnya, kamarnya bersama sang kekasih. Irene menggeram, tapi ia hanya bisa berdiri, terpaku tanpa bisa berkata apa-apa.
Wanita yang sedang digendong oleh kekasih Irene itu melepas ciumannya dan menatap Irene dengan tidak suka. “Apa ia anak pelayan yang kau maksud?” Pria itu menoleh dan tertawa menatap Irene. Irene tahu, pria itu sedang dalam pengaruh alkohol. Tapi tetap saja itu tidak akan membenarkan kelakuannya bukan?
“Ya, itu dia. Aku membuatnya menjadi secantik saat ini. Dia sangat beruntung bukan?” Wanita itu mengangguk dan kembali menatap Irene.
Anak pelayan? Ya. Itu memang benar. Ia termasuk wanita yang beruntung karena bisa bersama dengan pria ini. Yang tadinya ia diserahkan oleh ayahnya pada keluarga ini untuk menjadi pelayan, pria yang ada di hadapannya ini malah menjadikannya kekasih.
Ayah Irene memiliki banyak hutang pada keluarga besar Daymond, tempat ayahnya bekerja sejak dulu. Saat ayah Irene mulai menua dan tidak bisa membayar utangnya, ayah Irene membuat perjanjian dengan ayah pria ini. Bahwa Irene akan mengabdi pada pria ini agar bisa menebus semua hutang-hutangnya.
Harusnya Irene tahu, pria kaya raya ini tidak akan pernah tulus padanya. Bodohnya ia terlena dan mencintai pria ini dengan tulus. Irene meremas lingerie yang ia kenakan, lututnya melemah. Kakinya tidak bisa beranjak dari tempat itu. Ia hanya bisa terdiam, menatap prianya yang tengah menggendong wanita lain yang juga penuh hasratt pada prianya. Sialann.
“Apa yang kau lakukan?” bentak pria itu pada Irene. Ia ingin b******u lagi dengan wanita yang masih berada dalam gendongannya itu namun terganggu dengan kehadiran Irene di dalam ruangan itu.
“Keluar!” bentak pria itu lagi. Air mata sudah membasahi pipi Irene. Ia memang selalu direndahkan oleh pria ini. Tapi rasanya, kali ini sudah tidak bisa ia maafkan lagi. Ia harus pergi dari rumah ini. mengkahiri segalanya dengan pria ini. Biarlah ia menjadi jalang di luar sana agar bisa menebus hutang-hutang ayahnya itu.
“Setelah kau sadar nanti, jangan pernah mencariku lagi Xavi.”
***
Irene berdecak. Kesal karena rencana ingin menangis sepuasnya di club ini menjadi terganggu karena pria sok tampan itu. Sialnya, ia belum memesan taxi online untuk kembali ke apartemennya. Apartemen yang ia beli sendiri dari hasil keringatnya menjadi sekretaris bajingann itu. Jadi, apartemen kecil itu adalah miliknya, Xavi bahkan tidak tahu sama sekali mengenai apartemen yang ia beli itu.
Irene mengeluarkan ponsel dari clutch hitam miliknya. Berharap masih ada taxi yang mau menerimanya.
“Irene?” Siall. Ponsel yang Irene pegang nyaris terjatuh saat mendengar suara pria yang ada di hadapannya. Irene mendongak, dan mendapati Xavi sedang berada di hadapannya. Sendirian, tidak ada wanita yang bersama pria itu.
Irene tidak menjawab, ia kemudian hendak pergi namun ditahan oleh Xavi. Irene menoleh, menatap Xavi. Kali ini pria itu menatapnya dengan penuh penyesalan. Ah, Xavi pasti sudah sadar kesalahan yang ia lakukan.
“Apa aku melakukan kesalahan lagi?” Oh dengar saja kalimat itu. Irene melepas cekalan Xavi dan hendak pergi lagi.
“Ayolah, bukankah aku selalu melakukan kesalahan dan kau selalu memaafkanku? Apa kali ini tidak bisa seperti itu? Kau tahu kebiasaanku kalau terlalu banyak minum…”
“Kau sering melakukannya bahkan saat sadar Xavi. Kau tidak pernah menganggapku sebagai kekasih. Bagimu, aku hanya seorang anak pelayan yang beruntungkan?”
Xavi meraih kedua tangan Irene dan menatap Irene dengan penuh penyesalan. Tatapan yang selalu Irene lihat setiap Xavi melakukan kesalahan. Tatapan yang selalu membuatnya luluh dan memaafkan setiap kesalahan Xavi.
Melihat Irene terdiam, Xavi meraih Irene ke dalam pelukannya dan meremas bokongg Irene dengan gemas. Membuat Irene mendorong Xavi, dan menampar pria itu dengan kasar. Xavi benar-benar merendahkannya.
“Apa yang kau lakukan hah? Kau itu milikku, jalang pribadiku!”
Plak! Irene menampar Xavi lagi, membuat Xavi marah dan hendak menyerang Irene. Saat Xavi hendak menampar Irene, seseorang muncul dan menendang Xavi hingga tersungkur di tanah.
Irene terkejut, apalagi pria yang menyerang Xavi adalah pria yang menggodanya tadi di dalam club.
“Sialann,” ujar Xavi, Ia segera bangun dan menatap pria yang tengah melindungi Irene saat ini dengan tajam.
“Jangan ikut campur, dia kekasihku,” ujar Xavi dengan geram. Xavi berusaha meraih tangan Irene, Irene semakin bersembunyi di balik pria itu. Sialann. Irene sangat takut dengan Xavi yang mode marah seperti ini. Karena itu juga Irene selalu memilih memaafkan Xavi dan membiarkan pria itu menyakitinya. Ia tidak ingin melihat Xavi marah padanya karena Xavi tidak segan memukulinya.
“Kau pikir statementmu tadi berguna untukku? Sekalipun ia istrimu, aku tidak peduli. Ayo,” pria itu menyeret Irene pergi. Dan seperti terhipnotis, Irene menurut.
Bahkan saat pria itu memasangkan seatbelt untuknya, Irene masih terdiam. Pria ini menyelamatkannya lagi. Cara Xavi menatapnya tadi benar-benar seolah akan membunuhnya. Irene bergetar hebat, ia bahkan tidak berani menatap pria yang ada di sampingnya saat ini.
“Hey,” pria itu mencoba menyentuh tangan Irene, membuat Irene terkejut dan ketakutan.
“hey tenang… Ini aku, Xavi sudah tidak mengejarmu lagi,” tanpa ragu pria itu melepas seatbelt yang baru saja ia kenakan dan menarik Irene ke dalam pelukannya.
Irene terdiam. Pria itu dapat merasakan tubuh Irene yang bergetar. Perlahan, tangan pria itu mengelus punggung Irene. Memberikan ketenangan pada Irene hingga kini kedua bahu Irene bergetar hebat.
Ya, Irene menangis di pelukan pria yang baru saja ia kenal. Pria brengsekk lainnya yang baru saja ia kenal. Sungguh, gadis yang sangat beruntung.