RENCANA TUHAN

1175 Words
"Saya terima nikah dan kawinnya Arabella Anastasya Rahardi bin Ferry Rahardi dengan mas kawin yang tertera dibayar tunai!" Dalam satu kali helaan napas, Brian pun berhasil melafalkan kalimat ijab kabul secara lugas dan jelas. Menjatuhkan satu tetes air mata yang kembali mengalir membasahi kedua belah pipi sang gadis yang kini sudah secara resmi menjadi istri dari kakak tirinya sendiri. Seruan SAH pun dilontarkan para saksi ketika penghulu bertanya mengenai sah atau tidaknya ijab kabul yang dilontarkan oleh si mempelai pria tersebut. Bersama dengan itu, doa pun dipanjatkan kepada Sang Pencipta seiring diaminkannya oleh seluruh tamu yang menjadi saksi terikatnya dua insan manusia oleh akad yang sakral. Arabella memejamkan matanya beberapa saat. Hatinya menjerit tatkala menyadari bahwa sekarang ia sudah bukan lagi berstatus adik untuk Brian. Melainkan, kini, dia adalah seorang istri yang harus patuh pada apa yang diucapkan oleh suaminya. "Selamat ya, Nak. Sekarang, kalian sudah resmi menjadi sepasang suami istri. Saya doakan, semoga pernikahan kalian awet, langgeng dan dijauhkan dari orang ketiga," cetus pak penghulu memberi doa. Disambut oleh anggukan sang pria sekaligus kata amin yang terucap dari mulutnya. Sementara itu, tidak ada reaksi yang ditunjukkan oleh Arabella. Diam adalah keinginannya dan air mata yang mengalir seakan menjadi perwakilan bagi mulutnya yang terkatup rapat. Pernikahan Arabella dan Brian telah berlangsung dengan ketegangan yang luar biasa. Bukan hanya disaksikan oleh segenap tamu undangan, melainkan dihadiri juga oleh para ribuan malaikat yang turut mendoakan dan memberi restu kepada mereka yang baru saja melangsungkan ijab kabul. Dilanjut dengan serangkaian acara lainnya, kedua mempelai pun diminta untuk berdiri berdampingan guna diambil foto oleh photograper ahli yang bertugas mengabadikan setiap momen di hari pernikahan itu. Namun, ketika sang perempuan diarahkan untuk tersenyum, justru hanya garis datar saja yang terukir di bibir tipisnya. Setelah sesi foto, baik mempelai wanita maupun pria dikomando untuk berganti pakaian. Sebab tak lama lagi, acara resepsi akan segera berlangsung. Sementara itu, orang tua mereka bertugas mengurus data baru mempelai pria yang tidak sesuai dengan yang didaftarkan. Dengan dibantu oleh kuasa hukum Alex, semua hal yang diperlukan pun dapat berjalan lancar. Ketika uang sudah bicara, maka segala prosedur rumit bisa diselesaikan dengan mudah. Di kamar ganti, Arabella pun menumpahkan segala kegundahan yang sejak tadi ia tahan sendiri sejauh akad nikah berlangsung. Kini, tangisnya pecah di atas pangkuan sang ibu yang turut serta memasuki ruang ganti dan mencoba menenangkan putrinya. "Setelah ini Ara harus apa, Bun? Dalam mimpi sekalipun, Ara gak kepikiran bakal nikah sama kakak tiri Ara sendiri. Rasanya sungguh aneh, Bun. Seperti ada biji kedondong yang mengganjal di tenggorokan Ara." Diiringi dengan air mata yang membanjiri pangkuan bundanya, Arabella pun menangis sesenggukan tanpa peduli jika riasan wajahnya sudah benar-benar rusak. Bukan hanya Arabella yang merasa aneh, tapi tentu Zara pun merasakan hal serupa. Memiliki menantu yang tak lain adalah anak sambungnya sendiri. Entah harus bagaimana Zara menyikapi hal tersebut. Tidak ada besan, tidak ada pula kerabat menantu yang bisa diajak berkompromi. "Jalani dulu saja apa yang semestinya kamu jalani, Ra! Mungkin aja Tuhan punya rencana lain di balik semua ini. Sebenarnya Bunda sendiri juga merasa aneh, Ra. Di satu sisi, Bunda adalah ibumu, tapi di sisi lain, kini Bunda pun akan menjadi ibu mertua untuk anak sambung Bunda sendiri," tutur Zara sambil coba menenangkan putrinya, mengusap punggung Arabella dengan perlahan. Sebelumnya, Zara sebenarnya sudah berencana untuk mengajak keluarga besannya berlibur selama satu minggu setelah pernikahan putrinya berlangsung, bahkan tiketnya pun sudah ia pesan mengingat Zara tidak pernah menunda-nunda apa pun jika memang ia sudah berencana. Namun, rencana hanyalah tinggal rencana. Seharusnya Zara sadar, Tuhan adalah Maha Perencana yang paling kompeten. Tidak ada yang dapat mengusik rencana-Nya jika Tuhan sudah berkehendak. "Anggap saja ini sebagai hadiah dari Tuhan yang memang harus kamu jalani, Ra! Bunda yakin, akan selalu ada hikmah dari kesedihan kamu ini. Sekalipun kamu merasa berat, kamu tetap harus menjalaninya dengan ikhlas. Lagi pula kamu juga sudah mengenal Brian dengan baik, kalian juga sudah hidup bersama sebagai adik-kakak selama tiga tahun ini. Jadi, Bunda rasa, akan lebih mudah bagi kalian untuk menjalani rumah tangga setelah menikah. Kamu, kan, sudah tahu karakter Brian gimana, begitu juga dengan Brian yang sudah tahu sifat kamu seperti apa. Sudahlah, Ra! Kamu jangan terus bersedih, cepat atau lambat kamu pasti bisa menerima Brian sebagai suamimu," urai Zara memberi dukungan. Setidaknya, Zara bisa lebih tenang jika Brian yang menjadi suami putrinya. Tentu anak sambungnya itu tidak akan berbuat macam-macam, apalagi sampai menyakiti hati Arabella. Dibanding merelakan sang anak menikah dengan pria lain yang dikhawatirkannya masih satu perangai dengan Gilang yang tidak bertanggung jawab. Maka dari itu, Zara lebih setuju jika Brian yang menjadi suami Arabella, meski awalnya terasa aneh. *** Berbeda dengan Arabella yang sedang sibuk menangis di pangkuan ibunya, Brian justru terlihat santai merapikan pakaian di depan cermin dengan dibantu oleh penata busana. Sesekali pria itu terdengar bersiul ringan, ia pun mencoba memantaskan diri sebelum berdampingan dengan mantan adik tiri yang sudah dinikahinya. Ketukan pintu tiba-tiba terdengar di saat Brian baru akan mencoba tuxedo-nya. Tak lama kemudian, pintu ruangan yang memang tidak terkunci itu pun terbuka. Tampak seorang pria yang merupakan teman dekat Brian masuk dan bersandar di badan pintu dengan melipat kedua tangan di depan d**a. "Otak lo kececer di mana, hah?" Tanpa pikir panjang, pria bernama Malik itu langsung menghujatnya. Brian tak menjawab. Ia hanya meminta Malik untuk diam lewat isyarat tangannya. Tentu saja ia tidak ingin jika pembicaraannya sampai didengar oleh penata busana yang hampir selesai membantunya memakai tuxedo. Malik yang mengerti maksud Brian pun kembali diam. Pria itu masih menatap teman dekatnya itu dengan tatapan tidak suka tanpa merubah posisinya. "Dah, sekarang lo mau ngomong apa?" Brian menutup pintu ruangan setelah sang penata busana pergi. "Lo kalo gila jangan sebegininya juga dong, Bro! Gue tanya sekali lagi, otak lo, lo taro di mana, hah? Kok, bisa-bisanya lo nikahin adik tiri lo sendiri. Terus Cecil gimana nasibnya? Lo gak mikir-mikir dulu kalo masalah ini tuh bakalan berimbas, bukan hanya ke Cecil, tapi juga Ara? Beneran deh, gue tuh gak habis pikir sama keputusan gila lo. Hanya karena calon lakinya si Ara gak datang, bukan berarti lo juga yang harus gantikannya!" Malik meraung protes, bahkan sampai menyebut satu nama yang selama beberapa hari kemarin luput dari ingatannya. Ya, Cecil – wanita yang sudah menjadi kekasihnya sejak lama. "Ya, paling enggak, Cecil masih punya kesempatan buat dapetin cowok yang lebih baik dari gue. Tapi, Bella? Hidupnya akan sangat menyedihkan kalo gue gak nolongin dia, Bro! Sebagai kakaknya, gue gak bisa ngelihat dia menderita, apalagi sampai nama baiknya rusak karena pernikahannya yang gagal. Coba deh lo pikir, bisa jadi, ini adalah rencana Tuhan yang gak disangka-sangka. Pokoknya lo tenang aja! Kalo nanti Cecil balik dari London, gue bakal jelasin semuanya sama dia." Mendengar jawaban Brian, Malik pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. "Lo tuh selalu ngegampangin masalah. Hati-hati aja, Bro! Jangan sampai keputusan lo ini suatu saat malah jadi bumerang buat lo." "Benar juga kata Malik. Duh … kenapa juga gue bisa lupa sama Cecil? Dari kemarin-kemarin gue cuma fokus sama rencana gue sampai lupa mutusin Cecil," batin Brian coba tetap tenang di depan teman dekatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD