Jalan Pintas

1022 Words
Kinan menghampiri Yumna yang asik bermain ponsel. "Sayang, jangan kelamaan main ponselnya." Yumna menoleh acuh. "Bentar, Ma." Kinan menggeleng pelan lalu melangkah ke arah meja belajar Yumna dan membuka tas sekolah gadis itu. Mata Kinan menyipit saat membuka buku tulis Yumna. "Sayang, ada PR nih. Kok gak di kerjain?" Yumna berdecak. "Iya, Ma. Nanti." Kinan menghela nafasnya. "Jangan di nanti- nanti dong, Sayang. Kerjain dulu, abis itu kamu boleh main lagi." Kinan bahkan mengambil ponsel di tangan Yumna. "Mama gak asik!" Yumna berteriak marah dan pergi ke arah meja belajar. Melihat reaksi Yumna, Kinan tak bisa tak mengernyit. Sejak kapan Yumna suka berteriak dan membentaknya. Namun Kinan tak ingin memperpanjang dan duduk di tepi ranjang untuk memperhatikan Yumna mengerjakan tugasnya. Kinan memperhatikan Yumna, dan kembali mengernyit saat apa yang Yumna kerjakan salah. "Sayang, bukan begitu, ini salah. Sini Mama kasih contoh." Kinan menarik buku Yumna, namun Yumna kembali berdecak bahkan memutar matanya malas. "Nah gini, Sayang. Kamu ngerti gak?" Kinan menjelaskan dengan pelan agar Yumna mengerjakan tugasnya dengan benar. "Gak ngerti. Mama aja yang kerjain." Yumna bahkan melempar pensil di tangannya lalu keluar kamar. "Yumna?" Reaksi Yumna membuat Kinan semakin terkejut, namun dia juga tak boleh terbawa emosi bagaimana pun Yumna masih anak- anak. Kinan melihat Yumna duduk di depan televisi dan menatap sebuah acara yang tampil benda kotak itu. "Yumna, ayo dong kerjain dulu PR nya, Sayang. Besok kamu sekolah, loh. Masa nanti Bu guru tanyain kamu belum selesai." "Ya udah, Mama aja yang kerjain." "Yumna!" Kinan memejamkan matanya kesal. "Kalau kamu gak kerjain dulu tugas kamu. Mama gak akan kasih kamu uang jajan!" Yumna mendelik kesal. "Mama kok gitu sama aku!" "Kamu nih!" "Ada apa sih?" Bram muncul dengan tas peralatan AC di tangannya. "Ribut aja, gak malu sama tetangga." Kinan menoleh pada Bram. "Mas kamu tahu gak nilai Yumna menurun? Dan aku suruh dia buat kerjain PR dia malah marah-marah?" Bram menatap Yumna yang masih mendelik kesal. "Ya udah lah, namanya juga anak kecil. Jangan terlalu di tekan." "Aku gak menekan Yumna, Mas. Aku cuma mau Yumna disiplin. Lagian apa kamu gak tahu nilai Yumna semakin turun. Kamu gak periksa bukunya Yumna?" "Mana sempet lah." Kinan terdiam lalu terkekeh. Tentu saja Bram sibuk dengan tetangga janda itu. Mana sempat memperhatikan Yumna. "Pokoknya Mama gak mau tahu. Kerjain dulu tugasnya. Atau jangan harap kamu pegang hape lagi!" ucap Kinan dengan tegas. Bram menatap Yumna dan mengedikkan kepalanya membuat Yumna segera berdiri dan kembali ke kamarnya. "Udah, ya, Sayang. Jangan marah, Mas janji abis ini Mas lebih mengawasi Yumna. Udah kamu istirahat sana. Biar Mas yang temenin Yumna belajar, oke?" Kinan mengangguk lalu pergi ke kamar mereka di lantai dua. Kinan memasuki kamarnya lalu membuka ponselnya. Gambar menunjukan kamar Yumna, dan Kinan menghela nafasnya saat melihat Yumna benar-benar duduk dan belajar, hingga Bram muncul dan mengusak rambut Yumna. "Jangan buat Mama marah dong, Sayang," ucapnya dengan mendudukkan dirinya di tempat Kinan tadi menemani Yumna belajar. "Abisnya Mama suruh aku belajar terus." "Ya, belajar emang perlu." ucap Bram lagi. Ucapan Bram membuat Kinan sedikit bernafas lega. Setidaknya otak Bram sedikit normal di balik perselingkuhannya dengan Ayu. Baru saja menghela nafas lega ucapan Yumna membuat Kinan merasa jantungnya akan meloncat keluar. "Aku mau tinggal di rumah tante Ayu aja, Pa." Bram meletakan jari tangannya di mulut. "Syut, jangan ngomong kenceng- kenceng, Sayang. Nanti Mama denger." "Biarin aja. Mama gak asik. Gak kayak tante Ayu apa aja boleh. Gak ngelarang- larang aku." Kinan meremas dadanya. "Aku mau tante Ayu aja jadi Mamaku, Pa." Kinan mematikan ponselnya agar tak mendengar lagi ucapan Yumna yang menyakitinya. Yumna putrinya sendiri tahu tentang hubungan Papanya dan tetangga mereka tapi justru mendukung bahkan terang- terangan menginginkan Ayu menjadi Mamnya dibanding dirinya sendiri. Kinan memejamkan matanya. Tangannya masih berada di d**a meremas dan menekannya kuat. Apa ini? Apa salahnya? Kenapa mereka mengkhianatinya. Bukan hanya suaminya tapi Yumna? ... Di jam makan malam Kinan manatap ayah dan anak di depannya dengan sesekali menyuapkan makanannya. Meski hatinya merasa sakit bukan main saat ingat perkataan Yumna, tapi Kinan berusaha memaklumi jika apa yang Yumna katakan hanya tindakan impulsif yang di lakukan anak- anak saat menyukai sesuatu. Kinan percaya jika Yumna tidak akan melakukan itu meninggalkan ibunya sendiri demi wanita lain. Setelah makan malam Kinan duduk di kursi ruang televisi, menonton sebuah acara, meski nyatanya tatapannya kosong dan entah kemana. Saat merasakan sofa di sebelahnya bergerak menyusut, Kinan mengedipkan mataya lalu menoleh dan menemukan Bram disana. "Yumna udah tidur," ucapnya dengan merangkul bahunya. "Gimana kerjaannya tadi, Mas?" tanya Kinan. Dia belum sempat bertanya tentang pekerjaan pria itu tadi. Kinan ingin tahu alasan apa yang akan Bram katakan sekarang untuk tak memberikan uang padanya. "Gak jadi kerja. Mas udah jauh- jauh kesana orangnya malah gak ada. Mana muter-muter cari alamat susah ketemu lagi." Kinan menarik sudut bibirnya. "Gak ketemu sampai sore?" Bram mengangguk. "Kamu bisa tanya Edo. Mas sama dia tadi soalnya." Kinan menganggukkan kepalanya. "Aku percaya kok, Mas." Bram tersenyum lalu mengecup pipi Kinan. "Makasih kamu udah selalu percaya aku, Sayang." Kinan merasa tubuhnya tiba-tiba menegang. Tangan Bram di bahunya bergerak naik turun dan mengusapnya lembut. "Sayang, berapa hari ya kita gak melakukannya?" Bram mengendus leher Kinan, membuat Kinan memejamkan matanya erat. Entah kenapa setelah tahu Bram menyentuh wanita lain Kinan merasa terlalu menjijikan melakukan itu. Tangan Bram bergerak meremas gunung kembar miliknya membuat darah Kinan berdesir. Kinan mencoba menahan rasa jijik dan marah berharap bisa melayani Bram layaknya seorang istri. Tapi perutnya tiba-tiba terasa melilit dan mual. Bayangan saat suaminya telanjang menindih wanita lain terlintas begitu saja. Hingga saat tangan Bram melepas satu persatu kancing piyamanya Kinan menahannya. "Aku lagi datang bulan Mas." Terdengar helaan nafas kecewa dari Bram yang langsung bersandar lesu di sandaran sofa. "Aku tidur duluan, Mas." Kinan beranjak dari duduknya dan melangkah cepat ke arah lantai dua. Bram memukul udara dengan kesal. Nafsunya sudah di ubun- ubun tapi Kinan justru menolaknya. Sudah satu minggu dia tak menyentuh Kinan. Meski dia mendapat kepuasan itu dari Ayu, tapi entah kenapa saat dia belum menyentuh Kinan rasanya ada yang kurang. Bram bangkit dari duduknya. Pergi ke arah dapur dan melewati teras kecil lalu menyelinap lewat pintu belakang untuk memasuki pelataran rumah Ayu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD