her emptiness

1205 Words
Hari sudah gelap ketika Melinda memasukkan mobil dalam carport di rumahnya. Bea berada di kursinya sudah terlelap sejak berada di Bea&Co. menunggu sang bunda menyelesaikan pekerjaannya. Melinda dengan hati-hati memindahkan tubuh putrinya ke dalam gendongannya hendak masuk rumah. Bea sempat sedikit terusik hingga Melinda harus menimangnya agar anaknya tidak sampai terjaga. Sampai di kamar Melinda pun membaringkan Bea dan mengambil tisu basah untuk membersihkan tangan juga muka putrinya. Melinda kerap merasa bersalah ketika dirinya sedang sibuk hingga harus sampai larut malam berada di kantor. Hal itu membuat Bea harus menunggunya dan tak jarang ketiduran. Sepulang sekolah Bea akan langsung ke Bea&Co. di sana memang sudah tersedia segala kebutuhan Bea mulai dari ganti hingga mainannya. Bahkan Melinda sengaja membuatkan ruangan khusus berupa kamar yang bisa Bea tempati selama menunggu dirinya. Karena itu Bea kerap bermain sendiri tanpa adanya teman sebaya. Melinda sempat mengkhawatirkan Bea yang jarang berinteraksi dengan teman sebayanya lebih lagi terhadap anak-anak kecil, tetangga rumahnya. Tetapi para Miss di kelompok bermain Bea selalu bercerita bahwa Bea mudah bergaul dan anak yang aktif juga ceria. Wajah kecil penuh energi luar biasa, penyemangat Melinda itu ia kecupi. Berterima kasih karena Bea telah tumbuh menjadi anak yang pengertian. Melinda sangat bersyukur pemilik semesta menghadirkan Bea untuknya. Setelah memastikan putrinya tidur nyenyak dan aman di atas ranjang, Melinda pun memulai me timenya. Ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Ia juga melaksanakan kewajibannya yang belum ia laksanakan. Masih dengan mukenanya selepas sholat isya dilanjutkan membaca quran. Melinda turun ke bawah untuk menyeduh cokelat panas karena dirinya merasa sama sekali belum mengantuk padahal sebentar lagi hari telah berganti. Dalam remang cahaya lampu yang masih disisakan hidup, Melinda duduk dengan secangkir cokelat panas. Ia duduk di ruang tamu menghadap foto yang kerap diajak mengobrol Bea. Setelah dari pemakaman hari itu, Bea memiliki kebiasaan baru yaitu mengganti bunga dalam vas kaca yang terletak di dekat foto sang ayah. Lalu gadis cilik itu akan membacakan Al Fatihah karena seperti yang Melinda katakan bahwa ayahnya menyukai bunga juga bacaan Al Fatihah. "mas..." Lirih Melinda dalam sunyi malam dan kesendiriannya. Tidak ada yang tahu bahwa Melinda juga kerap melakukan hal yang sering dilakukan Beatrice. Perempuan itu juga mengajak obrol foto dengan sosok gagah yang terabadikan di sana. Mungkin tidak sesering Bea tetapi saat-saat seperti saat inilah biasanya Melinda akan melakukan hal tersebut. "mas....." Genggaman Melinda pada cangkirnya bergetar. Ia menunduk tidak kuasa menatap foto di depannya. Tetapi mengungkapkan perasaannya menghadap foto itu adalah sebuah ketenangan yang kerap ia cari. "mas aku capeeek" Isak tangis Melinda memenuhi ruangan itu. Cokelat panasnya tak lagi ia pegang karena kini kedua tangannya menangkup wajahnya yang mulai basah karena air mata yang mulai mengalir. "aku... aku udah berusaha lakuin yang terbaik... aku udah lembur, sampai bikin Bea harus ketiduran nungguin aku berhari-hari..." "....terus.. hiks kalau tiara itu jatuh dan rusak... kenapa nyalahin aku?? kenapa harus maki-maki begitu?? hiks..." "hati aku sakit mas" Melinda tahu bahwa tempat mengadu paling terbaik adalah kepada Sang Pemilik Hidup. Tetapi ia sedang merindu, merindu akan sosok yang tak lagi bisa bertemu, merindu akan waktu yang telah berlalu, merindu akan suasana berdua yang syahdu. Hingga ia mengadukan semua cerita harinya pada foto di depannya. Pekerjaannya sedang bermasalah. Ada client yang memberikan complaint keras terhadap Melinda. Mereka menuduh Melinda kurang kompeten dalam mengerjakan pesanan tiara untuk melengkapi aksesoris pernikahan. Padahal kelalaian pembeli seharusnya tidak menjadi tanggung jawab Bea&Co. tetapi karena jengah dengan complaint kasar yang diberikan, akhirnya Melinda pun menyanggupi untuk memperbaiki kerusakan yang ada hingga hari ini harus kembali lembur. "aku tahu aku ga sehebat mereka-mereka tapi ga perlu juga kan ngatain Bea&Co. bangkrut.... hiks... kami ke Paris murni karena kemampuan kami mas... hiks bukan karena koneksi uang dan semuanya.." "itu usaha kami mas....hiks... kami sehebat apa sih bisa punya koneksi orang-orang pfw" Melinda menyusut air mata juga ingusnya dengan tisu yang tersedia. Ia lebih lega setelah menumpahkan emosinya. Emosi yang selalu ia pendam karena tidak ingin ada orang yang melihat. Setelah menarik napas menenangkan diri juga kembali meminum perlahan cokelat panas buatannya, Melinda kembali terpaku. Ia memandang lurus pada foto Faruq. Mel mencoba kembali membingkai wajah penuh kasih sayang itu dalam kepalanya karena kerap kali Melinda diserang rasa takut bahwa ia akan melupakan figurnya. "mas...aku kangen..." Melinda melanjutkan keluhnya. Air mata itu kembali membasahi pipinya. Saat-saat seperti ini ingatan Melinda akan suaminya itu kerap berputar dalam kepalanya seperti rekaman ulang sebuah kaset. Kelahiran Bea memang lebih awal dibandingkan perkiraan yang diberikan oleh dokter. Bahkan sampai seminggu sebelum hari yang telah ditentukan. Faruq sedang berada di Groningen untuk sebuah urusan pekerjaan hingga terpaksa meninggalkan Melinda di Leiden. Sebenarnya kepulangan Faruq yaitu keesokan harinya tetapi begitu diberi tahu Melinda bahwa istrinya itu sudah merasakan kontraksi yang cukup intens akhirnya Faruq memutuskan pulang lebih cepat. "Mas selesaiin aja kerjaan mas, aku udah sama Mas Sastra di sini" Sastra memang sudah berada di Leiden sejak dua hari lalu untuk menyambut sang keponakan. "Aku mau nemenin kamu sama adek. Kita sambut adek bareng-bareng. Urusan kerjaan bisa nanti, sama seperti adek yang udah ga sabar mau ketemu kita, aku juga sama. Aku akan pulang secepatnya. Aku sayang kamu honey" "Me too, hati-hati Mas Faruq" Sambungan telepon hari itu adalah percakapan terakhir Melinda dengan Faruq. Seharusnya perjalanan dari Groningen ke Leiden hanya membutuhkan waktu dua setengah jam. Tetapi selama proses pembukaan dengan kontraksi-kontraksi semu yang dialami Melinda bahkan sampai berjam-jam lamanya, Faruq tak kunjung datang. Sebelum Melinda semakin mengalami kontraksi hingga siap melakukan prosesi kelahirannya, ia yang tengah mencoba berjalan-jalan pun melihat sebuah berita kecelakaan. Melinda belum mengetahui apa-apa tetapi perasaannya bergejolak melihat tayangan di depannya. Dari situ kontraksinya semakin menjadi hingga persalinannya pun berjalan lancar ditemani oleh Sastra. Satu-satunya orang yang Melinda cari begitu suara tangis bayi memenuhi ruang persalinannya adalah Faruq. Seharusnya sang bayi segera diberi lantunan adzan oleh sang ayah tetapi di sana Sastra juga menggantikan peran yang harusnya dilakukan oleh Faruq. Saat hendak berpindah ruangan, Melinda sudah ditunggu oleh pihak kepolisian yang memberi kabar bahwa Faruq meninggal dalam sebuah kecelakaan. Melinda hancur hidupnya tak lagi utuh. Sejak hari itu Melinda mengurung diri berhari-hari. Mahesa, Sastra, bahkan Sasmita sang mama yang berada di Inggris pun ikut memberi semangat untuk Melinda agar merasa lebih baik. Begitu juga dengan keluarga Faruq. Hingga akhirnya Melinda tersadar bahwa hidupnya harus tetap berlanjut. Sosok mungil dalam dekapannya yang mencari sumber makanan darinya itu adalah alasan yang kuat agar Melinda bertahan meski kesedihan karena ditinggalkan orang tersayang begitu bergelayut dalam dirinya. Melinda harus bertahan untuk Bea karena kini mereka tinggal berdua tanpa adanya sosok Faruq yang harusnya membuat mereka utuh dan lengkap. Melinda pun mengikuti saran Mahesa untuk kembali ke Indonesia. Meski berangsur-angsur membaik tetapi Melinda masih enggan berkomunikasi dengan dunia luar bahkan memiliki trauma tersendiri melihat tayangan berita di televisi. "aku bisa gak ya jadi ibu yang baik buat Bea?" tanya Melinda pada lengang keadaan setelah kembali mengingat kejadian perginya seorang Faruq. Melinda sudah mengulang pertanyaan serupa untuk kali kesekian. Dia selalu diliputi keraguan tentang kemampuannya merawat Beatrice. Tidak ada yang mudah dan ketika rasanya begitu sulit, saat itu juga pikiran-pikiran menyalahkan diri begitu kuat harus Mel hadapi. "mas..... tunggu aku di surga ya.... nanti... saat Bea juga udah keriput... aku mau di sini dalam waktu yang lamaaa sama Bea, biar banyak doain kamu.. kita ketemu di surga nanti"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD