RUMAH BUDE

2448 Words
Perjalanan itu mungkin akan sampai 8 jam lamanya menuju Purbalingga, mereka hanya akan pergi berempat saja dengan mobil Ranger pick-up yang mama beli hasil menjual mobil dan rumah  mereka. Bagian bak mobil penuh dengan barang-barang Luna dan Layla sisanya sebagian kecil adalah barang Dalilah dan Lina. Awalnya Linalah yang menyetir mobil tapi baru saja 1 jam Lina menyetir dia terus berkeluh kesah tentang jalanan sore Jakarta yang macetnya luar biasa. Mereka berkutik dikemacetan selama 2 jam, Di kursi belakang Luna da Layla sudah tidur dengan nyenyaknya tanpa gangguan apapun, menutup wajah mereka dengan selimut. Gerimis masih mengiringi mereka kemanapun. Keluar dari kemacetan Lina masih saja mengeluh dia bilang mungkin saja mereka akan sampai Purbalingga besok pagi. Dia tidak mau menghabiskan uangnya untuk menginap. "Mama biar aku saja yang nyetir, mama istirahat aja dulu" Dalilah menggantikan mamanya untuk menyetir, Dalilah tidak bisa tidur karena Lina yang terus ngomel. Dalilah menyuruh mamanya untuk sitirahat saja, sementara dia menyetir , tapi bukannya istirahat Lina malah menanyai Dalilah soal Hiro "Ada apa kamu sama Hiro ?" "Gak ada apa-apa" Jawab Dalilah "Lila ngaku kalo dia suka sama Hiro ma" Dalilah pikir Luna dan Layla tertidur tapi ternyata tidak, entah apa yang mereka lakukan dibalik wajah yang tertutup dalam selimut. Alien memang punya mulut yang berbeda dari manusia, lidahnya lebih panjang. "Astaga Lila...kamu tu harusnya bersyukur cowok keren kayak Hiro mau jadi temen kamu. Mana mau sih Hiro sama kamu" Bukan menyemangati Dalilah Mamanya malah membikin mental anaknya semakin jatuh "Kamu harus bisa tetap berteman baik sama siapa aja, suatu hari kalau kamu kesusahan kamu punya banyak teman yang bisa dimintai bantuan" Lina menatap lirih pada Dalilah. Gerimis tiada henti diluar sana "Jangan kayak mama gak punya teman" Jadi maksudnya mamanya lagi curhat sama anak-anaknya. "Ya Allah lindungilah selalu papa dimanapun papa berada dan semoga tahun depan papa bisa kumpul lagi sama kami dan semoga tahun depan papa punya istri baru" BUK ! kepala Lila dipukul dari belakang sama kedua alien "Loe apaan sih kak" "Kalian gak mau punya mama baru, kalo punya mama banyak yang transferin uang" Terjadilah drama keluarga disana Lina menangis tiba-tiba teringat oleh Andreas yang sekarang entah berada dimana "Harusnya gua gak nikah sama PNS" isaknya. Luna dan Layla mencoba menenangkan mamanya. Dalilah yang dari tadi kesal sama mamanya tersenyum bahagia karena berhasil merusak mood Lina. Siapa suruh dia ngatain Dalilah gak cocok buat Hiro, mentang-mentang Hiro selalu mengambil perhatiannya selama 9 tahun mereka bersahabat. Lina berpendapat kalau sebenarnya Hiro jadi seganteng sekarang berkat dirinya karena dialah yang merawat Hiro sewaktu orang tuanya berbulan-bulan di Pakistan, sisanya memang karena   Hiro punya bapak bule Jepang, jadi kalah menurut Lina, Dalilah tidak bisa menyamaratakan dirinya dengan Hiro, Bak kasta, kastanya Hiro jauh di atas mereka. Kadang-kadang Lina memanggil Hiro dengan panggilan  Ilo,, Ilo semasa kecilnya ompong, dia susah berbicara bahasa Indonesia yang lancar di tambah dia cadel dan baru pindah dari Jepang. Waktu kenalan pertama kali dia menyebut namanya "Hilo"nama aslinya Hiro, untung mempersingkatnya jadilah Ilo. Sampai sekarang banyak teman sekolah, dan tetangga dekat rumah mereka memanggil Hiro dengan Ilo. Keluar dari tol Cikampek hujan sudah tidak ada lagi, memang terkadang hujan susah diprediksi, Dalilah masih melek sedangkan ketiga orang di dalam mobil itu sudah terlelap. Setelah saling menguatkan. Lebih baik seperti itu karena kalau mereka terus ribut bicara tentang Hiro lah, papa lah, Bude Srilah membuat kepala Dalilah mau pecah, kalau sudah mumet dia ingin sekali menekan gas keras-keras supaya mereka semua teriak sekalian. Sesekali dia akan meminum kopi yang ada di sebalahnya, kopi hangat yang sudah jadi super dingin karena AC tiada henti didalam mobil. Dalilah belajar mobil 2 tahun lalu ,tepat ketika usianya menginjak 17 tahun, dia sudah dilatih papanya pergi berkeliling menggunakan mobil 4x4, Setiap perjalanan jauh  dia yang menyetir menggantikan papa dan mamanya. Kalau sedang berpergian sekeluarga Dalilah selalu diminta papanya untuk gantian nyetir, Andreas lebih memilih Dalilah yang nyetir daripada Lina karena lebih aman menurut Andreas. Liat aja sekarang mamanya bahkan tidur ngorok tanpa menggunakan sabuk pengaman. Dalilah tidak tahu kenapa papanya menyukai perempuan yang ngoroknya sekeras ini. Harusnya papa cari cewek Jakarta atau paling gak cewek bandung supaya mereka bisa pindah ke tempat yang lebih dekat. Jam sudah menunjukkan tengah malam beberapa truk mendahului mobil Dalilah, ini adalah salah satu yang disyukuri Dalilah sebagai pengidap Insomnia karena tetap terjaga tanpa ngantuk sedikitpun setelah 4 jam berkendara. Dia menelpon Caca dan Amber, keduanya gak mengangangkat telpon, Dalila jadi kesal. Dia gak mungkin ngetik line untuk mengirim pesan pada mereka. Teman Dalila selain mereka berdua ya cuma Hiro, toh mereka juga sudah baikan. Dalilah akhirnya menelpon Hiro Begitu ditelpon Hiro langsung mengangkat. "Hai.." suara cewek, dia Windy ceweknya Hiro. Suaranya terdengar rendah membelakangi suara music DJ. OH... mereka sedang di klub. Dalilah langsung menyimpulkan hal itu. Hiro pernah bilang Dalilah gak asik karena gak mau diajakin ke klub. Iyalah ! Kalau dia pergi ke klub kayak Hiro pulang pagi kayak Hiro, sudah mati di gorok bapaknya mungkin dia.  "Oh Sorry kayaknya gua ganggu" Kata Dalilah ingin mengakhiri pembicaraan. "Gak apa-apa, tunggu sebentar ya ! tadi Hiro ketemu temannya. Atau nanti gua suruh dia telpon lagi" kata Windy dengan baiknya. Dalilah tersenyum, mengerti kenapa Hiro jatuh cinta pada Windy, hanya bicara didalam telpon beberapa detik saja Dalilah langsung dapat menyimpulkan bagaimana anggun, baik dan cantiknya pribadi Windy ini. Dalilah sendiri sebenarnya belum pernah bertemu si Windy.  "Oke" Jawab Dalilah Setelah telpon tertutup "Kak inget Rest Are, gua mau pipis" Suara mahluk gaib mengingatkan Dalila untuk berhenti. Dalila meregangkan pantatnya di Rest Area. Dia harus beli kopi lagi karena kopinya sudah dingin dan gak enak. Sementara Mahluk kembar ke kamar mandi dan Lina mencari makanan berat untuk mereka tapi yang ditemukannya cuma mi rebus karena jam segitu nasinya sudah pada habis. Dia memanggil Dalilah yang masih berolah raga kecil-kecilan "Makan" kodenya pada Dalilah. Dalilah menghampiri mamanya. Gak beberapa lama Hiro menelpon. "Sorry..sorry tadi gua ketemu Galih anak IPS" tuturnya menjelaskan pada Dalilah "Ada apa ?" "Gak ada, gua takut ngantuk gak ada temen ngobrol dijalan gua telponin Amber Caca tapi mereka gak ada yang angkat" Mama menanyakan kalau benarkah yang menelpon Hiro, Dalilah mengangguk. Dia merebut Telponnya dari Dalilah. "Sayang..," My GOD sumpah, enek banget liat mamanya memperlakukan Hiro seperti anak kesayangan lebih dari anak bungsunya "Dari mana kamu ? Papa mamamu kan sedang di Jepang, kenapa kamu keluyuran sampai jam segini" dia mulai menceramahi Hiro memberi tahu apa yang harus Hiro lakukan, menyesali betapa dia tidak bisa lagi menjaga Hiro karena mereka harus terpisah. Hiro harus membuat sumpah kalau dia bakal berhenti minum dan merokok. "Gak bisa langsung tante, pelan-pelan ya bakal berhenti ngerokok" Hiro  terdengar super nurut pada perintah Lina, sebanarnya siapapun itu. Bahkan Andreas yang seorang perwira nurut minta ampun sama Lina. Lina selalu memegang setir dimanapun dia berada karena itu banyak orang yang membencinya. Intinya telpon itu berakhir ditangan Lina, obrolan Dalilah dan Hiro terpotong oleh dirinya. Cukup sudah. Ini resiko punya mama super cerewet kayak Lina. 2 jam berlalu sudah sejak mamanya menggantikan Dalilah menyetir. Dalila berharap bisa tertidur tapi dia masih membuka mata sampai mereka sampai di perbatasan. Dalila ternyata tertidur di mobil, Dalilah melihat ke sekeliling, mereka berhenti  di depan sebuah Pom bensin dekat tower air besar terbuat dari beton. Di kursi belakang Luna dan Layla asik ngorok dengat earphone ditelinga mereka, selimut mereka dinjak di lantai mobil. Jam menunjukkan angka tujuh pagi. Mereka sudah berkendara selama itu. Dia melihat mamanya begitu akrab bicara dengan perempuan sebaya dengannya, tapi wanita itu terlihat jauh lebih cerdas dan berpenampilan seperti pegawai kantoran. Dia melihat Dalilah yang melihatnya, dia melambai pada Dalilah, Dalilah hanya membalasnya dengan senyum terlalu malas untuk keluar dan nyamperin.Gak beberapa lama mama masuk ke mobil. "Kita dimana ma ?" "Berebes" "Apa ? Baru sampai Berebes. Ya ampun mama, mama nyetir pasti kayak siuput ya" omel Dalilah putus asa karena pantatnya sudah benar-benar panas duduk didalam mobil. "Enak aja, jalanan rusak tahu. Masak mama mau ngebut-ngebut aja" Perempuan teman mama itu masuk ke mobil Fortuner putih, mama mengikuti mobil itu "Mama siapa dia ?" "Notarisnya Bude teman mama juga waktu SMP dulu" Kenapa mama harus berurusan sama notarisnya Bude ?  Notaris sekaligus teman mamanya sekarang menjadi  menunjukkan arah kepada kawanan treverler yang sudah mengarungi jalanan selama hamper 10 jam lamanya menuju Purbalingga. Mereka berhenti disebuah rumah sederhana tapi bersih banget, halamannya rapi ditumbuhi bunga-bunga nan asri. Mereka semua turun dan bertanya-tanya mereka ada dimana khususnya Luna dan Layla. Mereka mengira sudah sampai rumah Bude. "Nah ini rumah mertuaku, kalian bisa ganti baju mandi dulu. Kalau mau istirahat beberapa jam juga boleh. Soalnya Purbalingga masih 4 jam lagi. Lumayan belum lagi kondisi jalan disini banyak yang rusak" dia perempuan yang super humble pada mereka "Hey, aku belum kenalan deh sama bidadari-bidadari ini" "Mereka bukan bidadari, monster yang ngoroknya kaya gaung" mama mengintrupsi terlalu kejam, menjatuhkan harga diri anak-anaknya didepan orang yang baru mereka temui. "Kamu ini gimana sih Jong, gak berubah tuh mama kalian sejak SMP senang sekali bikin masalah. Biar tante tebak pasti diakan yang bikin masalah sama papa kalian mangkanya pisah" Luna dan Layla terlihat begitu rapuh untuk dicandai seperti itu mangkanya di guyon begitu mereka malah membuku sedangkan Dalilah, dia tiba-tiba yakin bisa mempercayai tante itu. "Gak salah lagi tante" Dalilah mengulurkan tangannya "Dalilah anak papa paling Sulung" katanya tersenyum manis, membuat Ratih tersenyum terlalu lebar menyambut tangan Dalilah "Kamu manis sekali sayang" "Banyak orang bilang aku mirip papa" kata Dalila menyanjung papanya setinggi langit dan menjatuhkan mama walaupun dia ternyata tidak merasa jatuh malah tertawa terbahak. "Mereka semua anak-anak papa" "Loe preman sih" Ratih menimpali Lina. Setelah kembali di dalam mobil dan mengikuti tante Ratih dengan mobilnya menuju ke Purbalingga rumah Bude, Lina bercerita pada anak-anaknya tentang Ratih. Kakak kelas Lina yang dipercaya sama kakaknya untuk memegang sementara segala sertifikat tanah dan perusahaan kakaknya, yang sekarang akan jatuh ketangan Lina. Mendadak Dalilah merasa ingin pulang, dia meragukan mamanya yang tidak akan mampu menjalankan perusahaan Budenya. Yang menjadi pertanyaan Dalilah adalah dari sekian banyak saudara kandung mamanya kenapa mamanya yang harus mewarisi semua milik Bude, Apa karena detik-detik sebelum dia meninggal mamanya memberi tahunya kalau  dia  akan bercerai dan Budepun kasian pada 3 anak mamanya yang masih sekolah. Bude Sri sendiri tidak punya anak, beliu beberapa kali menikah. Bude Sri sama seperti mamanya Dalilah, tapi lebih parah karena Bude Sri mencoba lagi, gagal lagi lalu mencoba lagi dan terus gagal. Ngomong-ngomong Dalilah kuliah di Binus, tadinya tapi mamanya memaksanya untuk berhenti dan memintanya membantu Lina mengembangkan usaha rambut palsu di Purbalingga. Mobil Dalilah terus mengekor dibelakang mobil Ratih, satu setengah jam perjalanan mereka akhirnya memasuki sebuah jalan pemukiman belum di aspal dimana setiap rumah berjarak dengan kebun-kebun, bahkan terkadang saking rimbunnya halaman depan rumah-rumah disana Dalilah tidak dapan melihat bahwa ada rumah di balik rerimbunan itu, mereka terus terhuyung-huyung didalam mobil, mereka terbius oleh desa itu. Luna berkomentar dibelakang "Ya ampun ini kampung zombie ya ? Gua gak ngeliat manusia dari tadi semenjak masuk kampung ini. Gua horror" Luna berkidik "Bagus kok asri..." Layla mencoba berpendapat "Gua bakal betah ni tinggal ditempat-tempat kayak gini. No folusi ..No !" "Itu baru anak mama" Komentar mama "Baik aku memutuskan tidak jadi anak mama, bawa aku pulang ke Jakarta Sekarang !" Dalilah putus asa memikirkan dia akan menghabiskan sisa hidupnya di kamapung zombie "Aku gak mau nikah sama pemuda desa ma.." Dia pengen menangis sekarang. Sudah 30 menit semenjak Dalilah memasuki perkampungan dan dia belum dapat ilham dimanakah letak rumah Bude. Beberapa orang berjalan menuju arah yang sama dengannya. Mobil Ratih berhenti di sebuah bangunan putih tinggi dengan halaman yang cukup besar, banyak orang keluar masuk bngunan itu, ternyata itu adalah pabrik Bude. Cukup besar ! Terlalu besar untuk di handel Lina sendiri. Mereka hanya berhenti sebentar disana dan melanjutkan perjalanan ke rumah Bude ternyata gak terlalu jauh, tepatnya di belakang pabrik itulah rumah bude, mereka hanya harus berbelok sedikit karena menggunakan mobil sehingga bisa masuk sampai halaman rumah Bude. Begitu mobil mereka memasuki halaman seorang anak kecil teriak. "EMBOK WES TEKO...." Mobil Dalilah dan mobil Ratih menginjak beberapa tanaman bunga pukul Sembilan milik bude, Luna menyadari itu dan merasa bersalah pada bunga-bunga itu. Ini pertama kalinya mereka ke rumah Bude Sri, kalau pulang kampung pas lebaran mereka biasanya ke Solo ke rumah Pakde Yanto kakak tertua mama mereka, mereka biasa bertemu dengan Bude di Solo, soalnya Mbah mereka tinggal bersama Pakde Yanto di Solo. Sebenarnya Lina orang Solo kok, cuman keluarga Bapaknya dari Purbalingga, Sri ikut Pamannya dulu mangkanya dia di Purbalingga membuka usaha disini. Ibu-Ibu berpakaiyan kebaya lusuh mengenakan kain asal-asalan keluar dari dalam rumah, rambutnya di pelintir menyerupai buah jeruk kecil di belakang kepalanya "Ibu..." katanya dengan ramah menyalami Ratih bukannya Lina, Lina tersenyum canggung. Dia ditarik oleh Ratih mendekat "Iku lo buk, Seng due umah" "Sugeng siang" kata perempuan itu menjabat tangan Lina "Saya yang mbantu-mbantu di sini buk, Almarhum ibu Sri cerita tentang ibu" Lina tersenyum, dia merangkul mbok Onah masuk ke dalam rumah. Lina memerintahkan dengan seenaknya pada ketiga anaknya untuk menurunkan barang-barang mereka sendiri. Luna, Layla dan Dalilah mendumel kesal " Turunkan barang-barang yang kita perlukan aja dulu" kata Luna "Jangan turunkan barang mama !" perintah kakak tertua dengan kejam, dia masih membenci mamanya "Kan mama bilang Turunkan barang-barang kalian sendiri berarti bukan barang-barangnya dong" Dalilah nyengir, cengirnya dibalas cengiran yang sama oleh adik-adiknya. "Biar saya mbak, saya aja yang turunken barangnya ibuk" bocah kecil terlalu baik hati menggagalkan kejailan mereka. Dalilah menggeret kopernya sendiri bersama ransel di punggungnya, begitu mereka masuk mereka terheran dengan lantai semen putih yang terlalu dingin untuk kaki mereka yang tanpa alas "Apa kramik atau marmer belum masuk ke kabupaten ini ya ?" omelnya pelan sekali. "Neng kene ndok" Kata Embok Onah menuntun ketika putri Lina, Luna dan Layla mendapat kamar terpisah. Mereka bahagia tidak terkira akhirnya mereka bisa menjaga prifasi masing-masing. Sedangkan Dalilah memilih kamar yang paling besar untuknya. Mungkin itu rizki dari Allah karena dia sudah menyetir selama hampir 9 jam "Mbak'e namanya Dalilah ya ?" tanya Mbok Onah "Iya buk.." "Panggil Embok aja" Katanya pelan "Tak rapikne bajunya" Dalilah menghentikannya "Gak mbok, biar aku aja, aku cuma mau mandi terus istirahat. Capek banget soalnya nyetir tadi" Katanya menyesali Embok yang tadinya mau membantu. Mbok mengerti dia tersenyum, menunjukkan kamar mandi yang ada di dalam kamar Dalilah. Betapa bahagainya Dalilah gak harus keluar kamar untuk mandi. Setelah menunjukkan kamar mandi si embok  meninggalkan kamarnya, menuju kamar si kembar. Dalilah duduk di atas ranjang kayu tua, berkasurkan kasur kapuk biasa bersepraikan batik tua yang sudah lusuh. Mamanya menyumbangkan sebagian perabot mereka di rumah lama dan menjual sisanya, Dalilah menyesali semua itu. Kenapa tidak di bawanya semua furniture  dari rumahnya untuk menggantikan firnutire tua di rumah Bude. Dalilah masih menyebut rumah itu rumah Bude, dia masih merindukan rumahnya di Jakarta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD