The next chapter of their story has begin.
- Anonymous
***
Maika merapikan tas ransel kuningnya. Dia menyusun pakaian yang akan dibawa ke Bandung. Papanya bilang, mereka akan berlibur di Bandung selama 2 hari. Untuk destinasi wisata yang akan mereka kunjungi, Maika masih belum tahu. Papanya selalu sok misterius ketika ditanya.
Matanya tidak sengaja menatap lock screen yang menampilkan foto dia dengan Nara saat di Floating Market Bandung 3 tahun lalu. Nara apa kabar ya? Kok pesan dari gue belum dibalas juga sih. batinnya bertanya-tanya. Tidak mau terlarut dalam kesedihannya. Maika bergegas turun ke lantai bawah rumahnya.
“Ayo, Mai!” panggil Papanya dari luar. Maika bergegas masuk menuju mobil.Gadis itu langsung ambil posisi. Dia duduk di tempat kesukaannya. Di kursi paling belakang.
Sepanjang jalan Maika hanya diam membisu menatap jalanan. Gadis itu memikirkan hal-hal yang terjadi padanya hari ini. Dimulai dari Rama yang mengajaknya menikah, lalu Rafan yang dia yakini ada di acara kelulusannya. Dia yakin tidak salah orang, dia melihat jelas Rafan memanggil Rama.Memikirkan semua itu membuat kepala Maika terasa sakit. Tidak boleh begini. Bagaimanapun juga dia harus fokus pada tujuannya. Dia harus bisa membanggakan kedua orang tuanya.
Gadis itu memilih untuk memejamkan matanya. Membiarkan rasa kantuk menjajah kesadarannya. Hanya dengan begitu, dia bisa melupakan sejenak semua hal yang menimpanya. Tidur adalah pilihan yang tepat, setidaknya untuk saat ini. Dari pada membiarkan dirinya tenggelam dalam pikirannya sendiri.
***
“Bangun, Kak. Udah sampai.” Maika mengerjapkan matanya. Lalu mengusap wajahnya dan membaca doa bangun tidur. Dilihatnya langit sudah mulai gelap. Gadis itu melirik sekilas ponselnya yang menunjukkan pukul enam sore lewat.
Saat melihat ke sekitar, Maika merasa familiar dengan tempat yang kini dia singgahi.
Masjid Al Irsyad Satya Bandung.
Kilasan kenangan itu kembali berputar, memenuhi sudut pikirannya yang semula kosong.
“Hei! Kok malah bengong sih?” Maika tersentak dari lamunannya.
“Eh, Mama ngomong apa tadi?” tanya Maika seperti orang linglung. Ya maklum, namanya baru bangun tidur. Nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.
“Kamu mau tunggu di mobil, apa ikut ke masjidnya? Kamu lagi libur sholat ‘kan? Kamu nih kebiasaan tidur melulu,” Maika meringis saat mendengar ucapan Mamanya.
“Maaf Ma, abisnya kakak capek banget rasanya,” ujar Maika. Nala–Mamanya Maika hanya menggelengkan kepalanya.
“Ya udah kamu tunggu sini aja, oh iya. Tadi Mama, sama Papa juga adek-adek kamu ke rest area mampir beli makan. Udah bangunin kamu, tapi kamu tidurnya pules banget. Ya udah Mama minta bungkus aja, tuh ambil aja di dash board. Lampu sama AC nya nyalain biar enggak engap,”pesan Mamanya.
Maika mengangguk patuh, gadis itu mulai menyalakan lampu mobil beserta AC nya. Dia juga mengambil makanan yang ada di dash board. Kebetulan sekali, Maika memang sedang malas memakan makanan yang mengharuskan dia untuk makan dengan tangan. Buktinya, ada mie goreng special yang penuh dengan potongan bakso dan telur orak-arik. Meski sudah dingin, tapi mampu membuat keinginan Maika untuk makan meningkat. Belum lagi ada satu kotak teh botol sosro. Lengkap sudah, mie goreng dan teh.
Maika mulai memakan makanannya. Sambil mengisi keheningan. Gadis itu membuka aplikasi instagramnya. Tidak ada yang istimewa sih. Alhasil, tidak sampai 1 menit memainkan ponselnya. Gadis itu kembali menyimpan ponselnya. Tidak ada yang menarik. Tiba-tiba saja ponselnya berdering.Saat melihat siapa yang menelepon nya, Maika langsung mengangkat panggilan tersebut.
“Assalamu’alaikum. Ada apa, Sya?” salam Maika dengan tangan yang sibuk mencari potongan bakso di dalam mie gorengnya.
“Wa’alaikumussalaam. Hiks, Mai.” Maika mengernyitkan keningnya saat mendengar nada parau Risya. Tumbenan sekali dia seperti itu, biasanya juga ngegas.
Kira-kira, kenapa ya?
“Lo kenapa?” Perkataan Maika malah semakin membuat tangisan Risya pecah.
Gadis itu menggaruk kepalanya yang tertutup hijab. Nih anak kenapa sih?
“Gue telat, huaa!!”
Hah? Telat? Telat apaan?
“Kita ‘kan udah enggak sekolah—“
“Gue telat datang bulan, Maika,” tekan Risya di seberang sana. Samar-samar terdengar suara tarikan ingus. Sedangkan Maika, gadis itu masih bergeming pada tempatnya dengan posisi tangannya memegang sendok. Otaknya sedang bekerja lambat. Dia tidak bodoh, cukup paham dengan arah pembicaraan Risya.
“Lo stress kali, Ris. Makanya datang bulannya telat. Kayak gue kemarin,” ucap Maika. Berusaha berpositive thinking. Meski otaknya tidak bisa diajak positive thinking. Apalagi Risya sudah menikah.
“Lo taulah, gue udah nikah. Kalau kondisinya kayak gitu, gue gak bakal misuh-misuh ke lo,” rengek Risya yang seketika membuat wajah Maika pucat pasi.
Jadi ....
“Gimana dong, Mai? Masalah sama Ruzika yang belum bisa nerima gue aja belum selesai. Gimana kalau dia tau bakalan punya adek?”
Rumit juga, Maika sampai ikutan pusing. Tapi, kasihan juga sih Risya. Pasti sulit jika berada di posisinya.
“Gimana ya, Ris? Lo bilang lah ke suami lo. Terus terang aja sih, masalah Ruzika. Gue yakin nanti dia bakal bisa nerima kok. Dan satu hal yang penting. Lo jangan anggap kehadiran dia sebagai perusuh. Mau gimana pun, dia salah satu rezeki dari Allah. Terlepas dari hadirnya yang menurut kita belum saatnya, tapi kalau Allah yang udah nentuin. Itu artinya ini yang terbaik. Di luar sana banyak pasangan yang berjuang bertahun-tahun malah,” kata Maika dengan lembut. Sebisa mungkin dia tidak menyinggung Risya.
“Lo bener, dia enggak salah. Makasih ya, Mai. Jazaakillahu khayraan. Btw lo udah sampai Bandung?” tanya Risya.
“Wa jazaakillaahu khayr, iya nih. Lagi mampir di masjid. Btw mau gue bawain apa nih?” Mendengar ucapan Maika. Seketika mata Risya berbinar.
Kebetulan sekali, dia sangat ingin makan cuanki Bandung.
“Hehe, cuanki boleh kali.”
Maika menganggukkan kepalanya. Gampang itu mah, dia bisa tanya Papanya. Tempat cuanki yang terkenal di Bandung.
“Ya udah, gue tutup dulu ya. Baek-baek lo di sana. Assalamu’alaikum.”
Maika mematikan sambungan teleponnya. Dia tidak bisa membayangkan kalau dia menikah muda juga. Gadis itu tersenyum ketika melihat keluarganya berjalan menuju mobil.
“Yuk kita langsung berangkat!” seru Papanya.
“Emang kita mau kemana sih, Pa?” tanya Maika dengan persentase keingin tahuan sebesar 100%.
“Ada deh, ntar juga kamu tau,” jawab Papanya sok misterius.
Gadis itu memilih menghabiskan makanannya dalam diam. Sambil sesekali menatap ke arah jalanan yang sudah dihiasi oleh kelipnya lampu.
Bandung itu, vibesnya memang beda. Selalu menghadirkan perasaan aneh yang membuat Maika merasa begitu mendamba Bandung. Intinya membuat Maika selalu ingin balik lagi. Entah itu sekedar berwisata, bahkan harapan anehnya. Dia ingin punya jodoh asli orang Bandung. Ck, dia jadi keinget momen bersama Nara. Ngomong-ngomong, si Jepang itu sedang dalam mode menyebalkan. Jika biasanya paling lama membalas pesan dalam waktu 2 hari. Maka kali ini Nara membuat rekor tidak membalas pesan Maika selama satu minggu lamanya.
Nara ngeselin emang, bikin gue khawatir aja. batin Maika.
***