Bab 4

1049 Words
"Tawanan si Bos cantik banget, tapi si Bos nggak izinin gue masuk, katanya gue belum cukup umur. Astaga gue kan udah dua lima?" ucap Stephen dengan ekspresi tidak terima. Boots diam tidak menanggapi. "Kau ada janji dengan Langit?" tanya Jack tanpa mengalihkan matanya dari laptop. "Ada yang ingin kubicarakan dengan kalian berdua," jawab Boots. Belakangan ini, dia jarang bertemu dengan mereka karena kesibukannya mengurus perusahaannya. Tapi Jack tahu itu hanya alasan klasik dari sahabatnya itu, karena dia yakin Boots memiliki rencana yang tidak mereka ketahui. "Kenapa Langit berurusan dengan seorang dokter?" tanyanya penasaran kepada Jack. "Kau pasti sudah dengar kabar kematian istri Abraham Soetedja," ujar Jack yang dijawab dengan anggukan oleh Boots. "Ternyata dia belum meninggal." "Maksudmu?" Boots tampak bingung. Dia memang tidak terlalu kenal Abraham Soetedja, yang dia tahu pria itu adalah sahabat Ringgo Tahitu, saudara angkat Langit. Lalu Jack menceritakan semua kronologi kejadian yang menimpa Camelia Soetedja. "Jadi, dokter itu memalsukan laporan dari mayat yang dikira istri Abraham Soetedja?" ulang Boots. "Benar. Dan dokter itu cantik. Yang cantik memang seperti racun ya? Penuh tipu daya," kata Jack tertawa kecil. "Siapa saja di dalam?" "Ada Ringgo dan Abraham Soetedja." "Jadi, Langit, datang ke Indonesia untuk menyelidiki kasus Camelia Soetedja?" Jack mengangguk. "Abraham memintanya langsung." Boots mengangguk mengerti. Tentu saja Langit tidak akan menolak kalau sudah Abraham Soetedja dan Ringgo Tahitu yang meminta bantuannya. Dan Langit menggunakan rumahnya untuk menginterogasi si Dokter, pasti karena Abraham tidak ingin berurusan dengan banyak orang. "Siapa target yang dicurigai?" tanyanya lagi. "Daniel Fukada," jawab Jack.  "Wow! Ini sangat mengejutkan," ucap Boots tak percaya mengingat Daniel adalah sahabat baik Abraham Soetedja. "Benar. Dan orang terdekat adalah musuh yang tidak akan pernah kita duga," ujar Jack sambil menatapnya tajam. Dan Boots hanya menampilkan ekpresi datar seperti biasa." "Jack!" Tiba-tiba Langit bereriak memanggil dari dalam ruang tertutup itu. Jack dan Boots bertatapan sejenak, lalu pria itu masuk ke ruangan tempat interogasi. Stephen yang sejak tadi sibuk dengan speaker barunya, menghampiri Boots. "Menurut, lu, speaker gue keren nggak?"  tanyanya sambil menunjukkan speaker portabel bulat panjang berwarna merah. Pria itu menatap malas juniornya itu. "Kredit lagi?" Stephen mengangguk. "Kalau cash 350 ribu, kalau kredit 500 ribu, tiga kali bayar dengan uang muka 100 ribu." Mau tidak mau Boots tertawa dengan tingkah pemuda itu. Entah kenapa Stephen sangat hobby membeli barang kredit. "Gajimu lebih dari cukup, Stephen, untuk membeli benda ini secara kontan." Boots menggelengkan kepalanya. "Gue lagi bangun usaha restoran gue, jadi, gaji dan tabungan fokus pembangunan dulu." Boots benar-benar bingung dengan cara pengaturan keuangan Stephen, lalu dia mengeluarkan uang dari dompetnya. "Ini, kau bayar lunas, dan jangan kredit apa pun lagi kalau kau memang ingin membangun usahamu." Stephen menatap uang yang diberikan Boots dengan mata berbinar. "Kau bayar." Boots menatapnya penuh peringatan seolah mengerti akal bulus Stephen. Stephen mengangguk. Tentu saja Stephen tidak akan melunasi kreditan speakernya pada mbak Lastri. Uang berwarna merah lima lembar itu akan Stephen pakai untuk menambah modal pembangunannya. Tujuan Stephen membangun restoran, supaya anak-anak remaja tempatnya tinggal dulu bisa bekerja di restorannya. Walaupun Jack sudah mengingatkan, mempekerjakan mereka sama saja mempekerjakan pencopet. Dan alasan Stephen mengambil kreditan dari mbak Lastri, tetangga lamanya dulu, seorang janda dengan tiga anak itu adalah untuk membantu ibu tunggal tersebut yang ditinggal suaminya karena pergi dengan selingkuhannya. Menurutnya dengan mengambil barang kreditan mbak Lastri adalah salah satu dia menolong keuangan wanita itu. "Boots!" Langit kembali memanggil dari dalam. Dan hal itu membuatnya sedikit heran. "Bilang ke Bos ya, gue bersedia masuk ke dalam kalau kalian kurang orang," kata Stephen tersenyum lebar. Boots membuka pintu ruangan itu. Dan di sana, tampak Langit yang sedang duduk, begitu juga Ringgo dan Abraham. Sedangkan Jack berdiri dengan wajah datar sambil melipat tangan di d**a. Lalu dia melihat ada seorang wanita, dengan posisi berdiri, terikat dengan tangan ditarik ke atas mengenakan kemeja sutra biru muda dan rok span hitam melewati lutut. Rambutnya yang berwarna cokelat, panjang mencapai punggung. Tubuh wanita itu langsing dan tinggi semempai, kulitnya putih merona. Boots sangat terkejut saat melihat wajah wanita itu dan begitu juga sebaliknya. Keduanya sama-sama terkejut. Ekpresi terkejut Boots langsung berubah menjadi ekpresi dingin. Tatapan matanya tajam memandang wanita yang tampak pias sejak melihat kedatangan. Tiba-tiba rasa sakit sekaligus kebencian menyeruak di dalam hati pria itu. "Halo Boots, sudah lama kita tidak jumpa." Ringgo menyapanya yang dibalasnya dengan anggukan tapi matanya tak lepas dari wanita itu. "Perempuan ini, sejak tadi tidak mau mengaku dan aku sudah mengancamnya kalau dia tetap tidak mau mengaku, aku akan serahkan dia pada kalian untuk bersenang-senang." Langit menjelaskan sambil tersenyum. Boots menatap wanita itu, wajahnya semakin kaku dan memandangnya kejam tanpa ampun. "Dokter Samantha, Boots ini salah satu partnerku yang paling disukai para wanita, kata mereka dia ini seksi dan memuaskan. Jadi sebelum kami menjualmu sebagai p*****r, setidaknya dia bisa bersenang-senang dulu denganmu Dokter, karena sepertinya kau tidak mau mengaku." Langit berkata santai seolah-olah sedang membicarakan cuaca. Perempuan itu menggeleng ketakutan. Tentu saja Langit hanya sekedar mengancam. Dia tidak akan melakukan hal serendah itu. Menjual perempuan sebagai wanita penghibur. Boots yang menatap wanita itu tajam tba-tiba kilasan masa lalu melintas di mata pria itu, seperti layar pemutar film. Slide demi slide melintas di matanya. "Bram! Istrinya, Bos dan dua anak perempuannya akan datang dan bernatal di sini, tapi si Bos nanti menyusul bersama anak laki-lakinya," lapor Irsyad  dengan wajah ceria. Slide selanjutnya. "Hai, namaku Samantha, kalian bisa panggil aku Sammy, dan ini adikku Sandra." Slide demi slide terus melintas di matanya. "Bu, malam ini aku dan Irsyad ke hutan pinus ya." Jeritan itu kembali terdengar. "Ayo Bram, kita pergi!" Samantha menarik tangannya. "Tapi mereka siapa? Apa yang mereka lakukan?" "Ayo pergi!" "Dasar pembunuh! ibu dan anak sama-sama gila!" "Bram Anugerah dinyatakan bersalah atas pembunuhan yang dilakukannya kepada ibu kandungnya yaitu, Dahlia Anugerah dan juga kepada Irsyad Bumiputera. Terdakwa melakukan pembunuhan berencana, dan membunuh dengan cara sadis. Dan atas kasus ini, terdakwa dijatuhi hukuman dua puluh tahun penjara." "Aku tidak membunuh ibuku! Samantha ! Beritahu mereka!, malam itu kita bertiga bersama-sama di hutan pinus dengan Irsyad!" Plak! "Jangan sembarangan memanggil nama putriku! Dasar begundal tidak tahu diri!" "Samantha , katakan yang sebenarnya!" Boots memejamkan matanya dan kembali ke masa sekarang. Dia langsung memblokir pikirannya. "Biar aku selesaikan perempuan ini Lang," ucap Boots datar, lalu menghampiri wanita itu dengan pisau ditangannya. "Bram ... " Wanita itu menyebut namanya lirih sambil menangis.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD