Bab 2

1370 Words
Jakarta, 2020 "Aku harap, kali ini kau memanggilku ke Indonesia untuk hal yang berguna Boots, aku tidak mau lagi berurusan dengan adikmu yang bengal dan pengacau itu." Baron langsung memperingatkan sahabatnya itu, begitu dia memasuki ruang kerja Boots. "Siapa yang kau sebut bengal dan pengacau?" Baron berbalik saat mendengar suara wanita di belakangnya. Orang yang dimaksud Baron ternyata ada di ruangan itu. Yumaru Maharani Soedjipto. Model internasional dari Indonesia itu tengah berdiri memandang Baron dengan sikap bermusuhan. "Oh ... ternyata si baling-baling bambu ada di sini? Pantas saja perasaanku tidak enak," ucap Baron Joseph Likumahuwa dengan nada mencemooh. Pria berusia tiga puluh tahun peranakan Maluku-Belanda yang lahir dan besar di Belanda itu adalah sahabat Boots saat Hans Soedjipto mengirimnya ke negara kincir angin tersebut. Ayah, Baron, yang keturunan Maluku-Belanda dan ibunya yang berdarah Belanda tulen, tetap membesarkan Baron dan kakak-kakaknya hidup dalam budaya Maluku yang kental. "Hei kau kincir angin! Kau itu yang pengacau, laki-laki sombong, barbar, dan sok tampan. Dasar kau westerling penjajah!" ucap Yuma sinis. Baron menatap geram wanita berusia dua puluh delapan tahun di hadapannya itu. Putri dari Hans Soedjipto yang berdarah Jawa-Belanda dan Sakura Lesmana yang berdarah Jawa-Jepang, menatapnya angkuh. "Sepertinya kau lupa, ya, Dorayaki, kalau darah penjajah juga ada ditubuhmu, bahkan dari kedua kubu, jadi kau itu double penjajah!" Balas Baron tak kalah sinis. "Kalian ini, sesama penjajah jangan saling menghina." Boots menyudahi pertengkaran kedua orang itu. "Diam!!" Keduanya kompak membentak dan memelototi Boots, dan pria itu hanya menggelengkan kepalanya dengan kesal. "Apa maksudmu mengatai aku bengal dan pengacau?" tanya Yuma dengan nada marah. Baron mendengus. "Kau mengacaukan hidupku, aku dibuntuti kemana-mana hanya karena foto murahan saat kau menciumku, digosipkan menjadi kekasihmu adalah hal tersial dalam hidupku," ucapnya kejam.  Yuma sangat tersinggung mendengar ucapan pria dihadapannya itu. "Laki-laki yang orientasi seksualnya tidak menyimpang, pasti bangga menjadi kekasih dari Yumaru Soedjipto."Lalu dia memandang pria itu dari atas ke bawah dengan tatapan mencemooh, lalu berkata, "Yeeahh ... kecuali kau menyukai sesama jenis." Baron kembali mendengus. "Kau pasti menganggap dirimu cantik sampai ke tulang sumsum." "Kau yang menciumku duluan!" Yuma membentaknya. "Selain bengal, pengacau, dan sok cantik, ternyata si Maruko Chan ini punya ingatan lemah. Coba kau ingat-ingat lagi, siapa yang menciumku dengan semangat malam itu?" Baron menyeringai. Dia memang suka membuat Yuma marah. "I−itu karena kau!" Wanita berkata gugup tapi masih memasang wajah angkuh. "Karena aku?" Baron tertawa. "Kau tidak bisa memilih alasan yang lebih masuk akal lagi Sadako?" Sadako?!  Yuma berang mendengar sebutan-sebutan yang diberikan Baron padanya. "Kau juga membalas ciumanku! Bahkan kau menikmatinya!" Wanita itu melotot marah. "Apa kalian sudah selesai?" tanya Boots yang sudah bosan mendengar pertengkaran dua orang dewasa yang kekanak-kanakan itu. "Belum!!" Kembali keduanya kompak menjawab. "Kalian benar-benar cocok." Boots mengejek mereka berdua. Dor! Mereka bertiga terkejut dan saling berpandangan. Mereka yakin di ruangan ini tidak ada baku tembak. "Apa sekarang di dalam rumah ini ada tempat latihan menembak?" tanya Yuma. Dor! Mereka kembali terkejut. Mata Boots terbelalak saat menyadari sesuatu dan langsung berlari keluar, yang langsung diikuti kedua orang yang bertengkar barusan. Rudy, anak buah Boots tertembak di lengan dan kakinya, tampak anak buah kepercayaan Boots itu mengerang kesakitan begitu Boots memasuki sebuah kamar di lantai bawah paling belakang. "Bos! Jalang itu menembakku," teriak Rudy kesakitan. Boots menatap Samantha Johnstone yang sedang berdiri sambil mengacungkan senjata jenis Magnum di tangannya ke arah Rudy. "Dia ingin memperkosaku," kata Samantha marah dengan suara bergetar. Pakaiannya robek dan tampak memar di leher wanita itu. "Kau yang menggodaku jalang!" sahut Rudy berang. Tiba-tiba Samantha menodongkan mulut senjata ke kepalanya. Boots melotot terkejut. "Samantha, apa yang kau lakukan?" Boots menatapnya ngeri. "Kau ingin menyiksaku kan Bram? Daripada kau menjualku sebagai p*****r, atau memberiku kepada anak buahmu seperti binatang, lebih baik aku mati." Samantha menatapnya dengan mata merah. "Kau jangan berbuat bodoh, berikan senjata itu padaku," ucap Boots penuh peringatan dan menatapnya waspada. "Berhenti kau!" Wanita itu berteriak saat Boots hendak menghampirinya dan pria itu langsung berhenti. Wajah Boots tampak pias, dia yakin Samantha akan menembak kepalanya sendiri. Dan hal itu membuatnya ketakutan setengah mati. "Sammy ... " dia memanggil Samanthadengan lirih dan nada menenangkan. Samantha semakin menangis saat pria itu memanggil nama kecilnya. Tapi Samantha langsung sadar, keadaan mereka sekarang tidak lagi sama dengan tujuh belas tahun yang lalu. "Kau ingin balas dendam padaku bukan? Dan kematianku adalah hal yang kau inginkan." Boots terdiam menatap wanita itu. "Aku akan memenuhi keinginanmu" Klik! "Sammy ... !" Boots terbelalak dengan nafas memburu. Seluruh tubuhnya gemetar ketakutan. Wajahnya sepucat mayat. Yuma dan Baron memperhatikan ekspresi Boots yang tidak pernah mereka lihat. Pria itu tidak pernah menunjukkan emosinya selama ini. Tapi siang ini, mereka melihat Boots yang lain. Rapuh. Takut. Anak buah Boots yang ada di kamar itu juga menyadari hal itu. Tangan Samantha gemetar. Dia pikir dia sudah mati. Tapi dia masih bernafas dan berdiri seperti tadi. Pistol itu juga masih di tangannya. "Sial! Harusnya aku mengisi penuh peluru pistol itu, pasti si jalang ini langsung mati," teriak Rudy kesal karena peluru habis di pistolnya. Dor! Dor! Mata Rudy terbelalak. Darah mengalir deras dari kepalanya. Tubuhnya kaku dan pria itu mati. Semua anak buah Boots terkejut. Bahkan Baron dan Yuma. Mereka tidak menyangka, Boots membunuh salah satu orang kepercayaannya. "Siapa pun yang berani menyentuh wanita ini, akan sama seperti dia."  Boots mengancam semua anak buahnya dengan tatapan tajam dan penuh intimidasi. Lalu dia meninggalkan kamar itu dan menuju ruang latihan di luar rumahnya di halaman belakang yang dipakai sebagai markas. Boots memukul samsak dengan penuh kemarahan. Seharusnya dia tadi tidak perlu emosional. Tidak perlu menunjukkan ketakutan hanya karena wanita itu mengancam akan membunuh dirinya sendiri. Seharusnya wanita itu tidak memberikan efek besar lagi padanya. Seharusnya... seharusnya... seharusnya. "Sial! Sial! Sial!" teriak Boots sambil terus memukuli samsak sampai dia lelah, dan akhirnya luruh duduk di lantai dengan nafas tersengal. "Minumlah, Thunder Holifield" Baron menyodorkan sebotol air mineral dingin setelah menunggu sahabatnya itu mengeluarkan semua emosinya. Boots meminum air itu dengan cepat.Tubuhnya penuh keringat. Tangannya memar karena tidak memakai pelindung. "Is dat de vrouw?(wanita itukah orangnya)" tanya Baron sambil melirik Boots. "Ja (iya)" jawab Boots. Tiba-tiba Baron menyanyikan sepenggal soundtrack beauty and the beast yang dinyanyikan diva dunia Celine Dion dan Peabo Bryson itu. "Sialan kau ... " Boots terkekeh dan memukulnya dengan botol mineral di tangannya. Baron pun tertawa. "Jadi, pangeran yang dikutuk, coba ceritakan bagaimana kau bertemu kembali dengan si Belle yang cantik dan sekarang ditawan si buruk rupa?"                                                                                                *****   Yuma membawa Samantha ke kamar di lantai dua. Kamar itu adalah kamar Yuma jika sedang menginap di rumah Boots. "Pergilah mandi, aku akan mengambil pakaian untukmu." kata Yuma lembut pada Samantha. Dan wanita itu pun masuk ke dalam kamar mandi. Setelah  mandi, Samantha memakai kaos longgar berwarna putih dengan celana panjang berbahan katun yang tadi disiapkan Yuma untuknya. "Ukuran kita tidak terlalu jauh berbeda, di lemari itu ada pakaianku yang bisa kau pakai, dan sekarang kau tinggal di kamar ini." Samantha tersenyum dan berkata, "Terima kasih." "Maaf, bukan mau ikut campur, apa kakakku yang membawamu ke sini?" tanya Yuma penuh selidik. Samantha mengangguk. "Sekarang aku tawanannya." "Tawanan?" Samantha kembali mengangguk. "Siapa namamu?" "Samantha. Namaku Samantha Johnstone." Yuma terbelalak terkejut. Dia sekarang tahu siapa wanita ini. "Aku, Yumaru. Kau bisa memanggilku,Yuma," katanya ramah. "Tentu saja aku mengenal model terkenal sepertimu," ucap Samantha sambil tersenyum. "Sekali lagi terima kasih,Yuma, sudah meminjamkan pakaianmu." "Oh ...  itu bukan apa-apa," sahut Yuma dengan tidak enak hati lalu menatapnya Samantha lekat. "Sudah berapa lama kau di sini? Apa Boots menyakitimu?" Menyakiti secara fisik memang tidak. Tapi pria itu menyakiti secara verbal dengan perkataan. Gumam Samantha dalam hati. "Aku sudah dua minggu berada di sini." Samantha diam sejenak lalu bertanya pada wanita baik dihadapannya. "Mengapa kau panggil Bram dengan sebutan kakak?" "Oh itu, dia sempat tinggal dengan ayahku, jadi aku sudah menganggapnya seperti kakak." Samantha mencoba mencerna. Boots yang dipenjara, dikabarkan sudah meninggal. Tapi masih hidup dan sekarang memiliki adik angkat sekarang. Semua ini masih membuat Samantha terguncang dan bingung. "Aku tahu kau siapa," kata Yuma sambil menatap Samantha yang tampak terkejut mendengar ucapannya. "Apa Bram menceritakan tentang aku, padamu?" "Ayahku yang cerita." jawab Yuma Samantha menatapnya bingung. "Ayahmu?" "Hans Soedjipto." Samantha terbelalak memandang wanita di hadapannya itu. Dan dia baru tahu kalau model terkenal ini adalah putri dari Hans Soedjipto. Hans Soedjipto? Om Hans?            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD