The Bad Boy

799 Words
“Kamu kenapa bisa babak belur gini sih?” Lily meringis sembari mengoleskan obat pada wajah Andrew yang dipenuhi lebam biru. “Biasa Ly... habis main sama temen.” Andrew menyeringai. “Main apaan sampai biru-biru gini?” Lily mendengus kesal. Ia tidak suka melihat lelaki itu terluka, tetapi Lily tahu bahwa Andrew bukanlah lelaki yang bisa ia kontrol sesuka hatinya. “Laki-laki mainnya memang begini.” Andrew tersenyum lebar, “Abaikan wajah babak belurku, kamu sudah putus sama Gafin?” Andrew menatap ke dalam manik mata gadis di hadapannya. Gadis itu menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Bagus... good girl, kamu gadis yang sangat pintar sayang.” Andrew mengusap-usap puncak kepala Lily dan tersenyum manis. Ia menarik tubuh Lily untuk duduk di atas pangkuannya, “Kamu akan mendapatkan hadiahmu.” Sebuah seringaian terlukis dengan jelas pada wajah tampan milik Andrew. Andrew mempertipis jarak di antara wajahnya dengan wajah Lily, dengan rakus ia melumat bibir gadis itu. Dengan tangan yang sudah terlatih Andrew mulai menelusuri setiap lekuk tubuh Lily dan dengan lidahnya, ia mulai menelusuri leher jenjang gadis itu. Lily mendesah nikmat dan menjambak rambut coklat milik Andrew saat tangan Andrew sudah bermain di dalam l**************n gadis itu. Selanjutnya hanya suara nafas yang memburu yang terdengar di dalam ruangan kelas yang sudah kosong itu.  Hari itu, Andrew menyatukan tubuhnya dengan Lily dan membawa gadis muda itu ke surga kenikmatan yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya. Another stupid girl. *** “Kamu dari mana Drew? Kenapa mukamu babak belur begitu?” seorang wanita paruh baya menatap panik wajah Andrew. Gafin mengangkat wajahnya dari buku di hadapannya, ia menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat kakak kembarnya yang pulang dengan wajah babak belur. Semua itu adalah hal biasa bagi Gafin, ia tahu benar Andrew adalah seorang lelaki yang sangat berbeda darinya. Jika ia selalu berpikir menggunakan otak yang setenang dan sejernih air, Andrew adalah lelaki yang selalu menyelesaikan semua masalahnya dengan amarah dan egonya yang tinggi. “Berantem lagi?” lelaki paruh baya yang masih terlihat tampan itu berjalan ke arah istri dan juga puteranya. Ia menatap puteranya dengan jengah. Charles Prayoga Tanuwijaya adalah ayah dari sepasang  kembar bernama lengkap Andrew Tanuwijaya dan Gafinza Tanuwijaya. Pria paruh baya itu adalah lelaki yang sangat mencintai keluarganya, lelaki tegas yang tidak suka memanjakan kedua putera kembarnya. “Nggak pa... tadi kepeleset,” Andrew menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Sebuah senyuman bodoh terukir jelas pada wajah tampannya. “Kamu kira papamu ini bodoh... kalau mau bohong, cari alasan yang lebih masuk akal. Apa nggak bisa sehari aja kamu nggak berantem? coba kamu tiru adikmu itu!” Charles berdecak sebal dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sudahlah pa... mungkin dia memang jatuh,” Natasha, ibu kembar itu menengahi suami dan juga puteranya itu. “Mana ada orang jatuh mukanya lebam semua gitu.” Charles semakin meninggikan suaranya dan menatap Andrew dengan tajam, sedangkan yang ditatap hanya mampu menundukkan kepalanya. Gafin yang melihat ayah dan kakaknya yang akan melanjutkan perang mulut mereka itu langsung berjalan mendekati mereka. Ia berdiri di samping ayahnya dan mengusap punggung ayahnya itu. “Kak Andrew nggak pernah berantem tanpa alasan yang nggak jelas pa, dia capek... kasih dia waktu buat istirahat.” Charles menarik nafas panjang dan menghelanya, ia sungguh tidak mengerti mengapa putera sulungnya itu tidak dapat menjadi seorang anak yang baik seperti Gafin, adiknya. “Kamu lihat adikmu ini, sebaiknya kamu belajar bagaimana menjadi orang yang berguna dari adikmu ini.” Charles segera meninggalkan keluarga kecilnya itu. “Istirahatlah sayang... Jangan dipikirkan apa yang papamu bilang tadi. Kalian memiliki kelebihan dan kekurangan kalian masing-masing. Kalian kembar, tapi tidak harus sama. Walau bagaimanapun cinta mama kepada kalian berdua sama besarnya.” Natasha mengelus wajah Andrew dengan lembut dan mengecup kening puteranya itu, Andrew menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis. Natasha mengecup kening Gafin sebelum ia meninggalkan kedua puteranya itu. “Andrew...” Gafin memanggil kakak lelakinya itu begitu kakaknya itu ingin berjalan meninggalkannya. Andrew menghentikan langkahnya tanpa membalikkan tubuhnya, “Sudah saatnya bagimu untuk berubah, sampai kapan kamu mau membuat papa dan mama marah kepadamu?” Gafin melanjutkan perkataannya. Andrew terkekeh pelan. “Jangan berubah menjadi seperti kakek tua yang suka memberikan ceramah.” Andrew melangkah pergi dan meninggalkan Gafin yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya itu. 'Kamu yang memiliki kesempurnaan seutuhnya nggak akan pernah mengerti bagaimana rasanya menjadi aku. Kamu yang pernah berbagi rahim bersamaku tidak akan pernah bisa mengerti aku. Aku membenci kesempurnaanmu yang membuatku terlihat bagai seorang pendosa yang jauh dari kata sempurna. *** “Tadi aku ketemu Lily, dia nyuruh kamu datang ke apartemennya jam lima sore ini,” ujar Andrew sembari menepuk bahu adik kembarnya. “Untuk apa aku ke sana lagi?” Gafin menautkan kedua alisnya. Andrew mengendikkan kedua bahunya dengan acuh.”Aku hanya menyampaikan pesannya.” ia berjalan menjauh dari kembarannya itu. Gafin menarik nafas panjang dan menghelanya. Ia mencintai Lily, tetapi hatinya terlalu sakit untuk bertemu dengan gadis itu. Gafin tahu bahwa selama ini ia bukanlah seorang lelaki romantis dan mampu berkata-kata indah seperti Andrew, kembarannya. Gafin adalah lelaki kaku yang hanya bisa menunjukkan rasa sayangnya dengan sedikit perhatiaan dan panggilan kata sayang adalah kata paling romantis yang bisa ia ucapkan. Gafin sangat berharap, ia memiliki sedikit saja bakat seorang pujangga yang Andrew miliki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD