bc

Sweet Mom

book_age16+
16.0K
FOLLOW
194.6K
READ
family
arrogant
CEO
boss
single mother
drama
comedy
sweet
office/work place
disappearance
like
intro-logo
Blurb

(Complete)

Zizi nyaris mengakhiri hidup karena beban masalah yang tak kunjung habis menghampirinya. Namun tangisan seorang bayi kecil menyadarkan Zizi penting dan berharganya sebuah kehidupan. Zizi coba menata ulang hidup demi dirinya dan bayi kecil yang menjadi satu-satunya teman dan penyemangat hidupnya.

Namun ia harus menyembunyikan kehadiran sang bayi demi bertahan pada posisinya sebagai sekretaris bos perusahaan ternama. Walau bagaimanapun dia membutuhkan uang untuk hidup.

Raka awalnya tidak begitu peduli dengan kehidupan Zizi, sang sekretaris yang tidak banyak tingkah dan bekerja dengan baik untuknya, namun ia luar biasa kaget mengetahui sekretarisnya itu memiliki anak, ia tentu marah karena Zizi sudah melanggar syarat menjadi sekretarisnya.

Dengan berbagai cara, Zizi akhirnya bisa meyakinkan Raka. Sejak saat itu, tanpa sadar mereka semakin mengenal satu sama lain tak hanya sekedar hubungan bos dan bawahan. Semakin mereka mengenal dan dekat, disanalah mereka mengetahui berbagai kenyataan tak terduga serta permasalahan yang muncul seolah tak mengizinkan mereka bersama.

chap-preview
Free preview
1. Pribadi
"Pak, jadwal meetingnya satu jam lagi," ujar wanita yang tengah mengenakan rok selutut dan atasan rapi berwarna pink lembut dan rambut kuncir kuda, dia mengenakan heals sekitar lima senti. "Hm," jawab pria yang duduk dibalik mejanya masih fokus dengan ponsel ditangannya. "Bapak udah baca laporan yang tadi saya bawakan?" tanya wanita itu lagi sambil memperhatikan catatan ditangannya. "Laporan yang mana? Coba kamu lihat sendiri," jawab pria yang memiliki nama Erlio Raka Mahaprana itu tanpa melihat wanita yang berdiri tepat didepannya itu. Wanita itu menghela napas malas, lalu mendekat ke meja Raka dan tanpa basa-basi memeriksa tumpukan kertas dan map di meja bosnya itu. Sudah biasa bagi seorang Zivana Prissy atau yang kerap disapa Zizi itu menghadapi sikap bosnya ini. Sudah genap dua bulan ia menjadi sekretaris Raka, tak pernah rasanya ia bicara bertatap mata dengan pria berwajah tampan ini. Dia selalu sibuk dengan dirinya sendiri, Zizi bisa jamin jika ia bertemu dijalan dengan Raka, lelaki itu tidak akan mengenalinya walaupun bisa dibilang ia selalu menemani Raka dalam bekerja. Tangan cepat dan mata tajam Zizi memeriksa lembaran demi lembaran didepannya, "sudah ternyata, saya bawa lagi ya pak," "Perlu sekarang memangnya?" "Tidak sih pak, hanya saja saya pikir lebih baik diberikan sekarang takutnya nanti menumpuk dan lagian meeting kita nanti akan berlangsung lama sepertinya," terang Zizi cepat. Sejak bekerja dikantor ini sebagai sekretaris Raka, diluar sikapnya yang agak aneh, Zizi merasa nyaman karena bisa dibilang Raka bukan orang yang bertele-tele sehingga ia bisa mengimbanginya, Zizi juga merupakan orang yang sangat terstruktur dan benci kata lambat. "Kalau gitu tunggu dulu, kamu bantu saya," "Apa pak?" "Pukul sebentar bahu dan punggung saya, rasanya agak pegal dan gatal," "Bapak sedang apa memangnya? Mempelajari bahan meeting?"heran Zizi agak ragu mendekati Raka, ia tidak pernah menyentuh pria itu sama sekali, dan kini pria ini menyuruh sambil fokusnya terus terarah pada layar ponsel keluaran terbaru yang Zizi tahu sendiri itu sangat mahal. "Cepatlah nanti saya kalah!" tiba-tiba Raka mendesak. Zizi yang kaget langsung mengikuti instruksi Raka, tapi Zizi dibuat kaget karena sedari tadi yang menjadi fokus bos besar perusahaan ini adalah sebuah game. "Pak, bapak nyuruh saya begini karena game ini?" tanya Zizi ragu sambil terus memukul-mukul pelan bahu Raka. Raka tidak menjawab ucapan Zizi sama sekali, ia makin serius dengan game ditangannya. Wanita itu membuang pandangannya malas kearah jendela ruangan Raka sambil terus memukul bahu Raka. Hingga perhatian Zizi tercuri oleh dering ponsel Raka yang lain. "Pak handphonenya..," "Kenapa bisa ada yang menelpon langsung ke ponsel saya? Kenapa tidak ke kamu dulu!? Mengganggu saja!" kesal Raka berusaha tidak peduli. Zizi mengernyitkan dahinya menyadari arah kekesalan Raka ditujukan padanya, "beda lah pak, ini kan urusan pribadi," "Siapa yang menelpon?" Zizi mengintip layar ponsel Raka yang terus ribut, "Maurin pak," Wajah Raka berubah malas, "matikan!" Zizi hanya mengangguk dan mengikuti suruhan bosnya, namun panggilan itu terus masuk setiap kali ia reject. "Pak, ini dia nelpon terus," adu Zizi pada Raka yang bersikap seolah tidak peduli. "Yaudah kamu saja yang angkat," "Eh!?" "Bilang saja kamu pacar saya dan sudah punya anak dari saya," Wajah Zizi kaget mendengar suruhan Raka, "ini bukan bagian dari kerjaan saya pak," "Aish! Kalian sama ribetnya," Raka meletakkan ponsel yang tadi ia gunakan secara kasar dimeja. "Astaga!" Zizi memegang dadanya karena kaget dan secara spontan menjauh. "Ya apa?" jawab Raka setelah menempelkan benda petak itu ke telinga kirinya. "Ya kalau begitu gugurkan saja kalau tidak mau pusing!" bentak Raka setelah beberapa saat berbicara yang membuat Zizi yang masih disana tercengang. Perlahan Zizi bergerak mengambil beberapa kertas dimeja Raka untuk dibawa keluar, ia tidak ingin mendengar pertikaian bosnya dengan seorang wanita. "Kemana!?" lagi-lagi Zizi dibuat kaget saat akan berbalik badan untuk pergi,  Raka memanggilnya sambil menjauhkan ponsel dari telinganya. "Mau ngantar ini pak," jawab Zizi tergagap sambil memperlihatkan map yang tadi ia ambil dari meja Raka. "Yasudah, nanti ingatkan saya lagi saat akan rapat," "Baik pak," Zizi mengangguk dan dengan langkah agak cepat keluar dari ruangan Raka yang sudah terasa panas karena aura pertegangan Raka dan lawan bicaranya di telpon. "Enak sekali dia bilang menggugurkan? Dia tidak merasakan bagaimana perasaan perempuan, dan itu namanya membunuh satu nyawa," omel Zizi diam-diam setelah menutup pintu ruangan Raka. "Tapi tunggu! Apa itu maksudnya Pak Raka ngehamilin anak orang?? Astaga...," tiba-tiba Zizi mengusap lehernya yang merinding dengan terkaannya sendiri. "Jadi kangen Arvin.., dia sedang apa ya?" Zizi terdiam sambil bergegas ke meja mengambil ponsel miliknya. Jari kurusnya terus bergerak diatas layar ponsel memperlihatkan sebuah foto bayi yang baru berumur sekitar enam bulan. Senyum Zizi terkembang tanpa sadar, melihat wajah polos Arvin selalu membuat pikirannya lebih tenang. "Dia pasti tidur sekarang..," Zizi menghentikan dirinya sendiri yang akan menelpon seseorang setelah melihat jam disudut kiri ponselnya. "Ini aku mau ngasih laporan yang Pak Raka minta tadi," Zizi dikejutkan oleh seorang pegawai pria muda yang mengajukan sebuah map padanya. "Oh ya.., terima kasih..," dengan cepat Zizi menyimpan handphonenya dan tersenyum ramah. "Zi, nanti pulang sama siapa?" tanya pria yang mengenakan kemeja coklat tua itu. "Pulang??" Zizi agak terkejut karena ia pikir pria itu akan pergi setelah ia mengambil laporan itu. Pria itu mengangguk menunggu jawaban Zizi. "Aku, aku..seperti biasa, naik bus dihalte depan," "Mau pulang bersama?" Zizi menggigit bibir bawahnya sekilas sebelum menjawab, "aku nanti akan meeting dengan Pak Raka, dan itu mungkin agak lama," Pria muda bernama Farel itu hanya bisa mengangguk, "yasudah, lain kali saja, oke?" "Oke," "Janji?" Zizi mengangguk ragu, "baiklah," "Aku balik lagi," "Ya..," * Zizi berjalan pelan menyusuri sebuah supermarket membeli beberapa barang, kini ia sedang mencari s**u formula untuk bayi kecilnya. Ini alasan Zizi tidak mau pulang dengan Farel, ia ingin membeli berbagai keperluan Arvin. Bisa curiga nanti Farel saat melihat ia berbelanja keperluan bayi. Akhir yang terburuk adalah semua orang akan tahu ia memiliki seorang bayi, berbagai gosip akan tersebar hingga akhirnya sampai ke telinga Raka dan ia didepak dari kerjaannya. Ia harus tetap bekerja disana, apapun yang terjadi. "Ya ampun bagus banget, Arvin pasti sukaaa," Zizi terhenti melihat sebuah boneka berwarna kuning. Namun mata Zizi terkejut melihat harga yang tertera pada boneka itu, "uangku udah menipis," Zizi mengurungkan niatnya dan mengusap boneka itu pelan, "tunggu ya nak, nanti mama jemput kamu bulan depan, jangan kemana-mana oke? Jangan mau dibawa orang lain..," "Kamu gila?" "Astaga!!" Zizi terkejut luar biasa mendengar seseorang bicara tepat dibelakangnya. Dan jantung Zizi rasanya akan lepas saat melihat siapa orang itu, "Pak Raka!?" Perkiraan Zizi salah tentang Raka yang tak akan mengenalinya jika bertemu diluar kantor. Raka tak bergeming dan kini malah melirik belanjaan sekretarisnya itu yang membuat Zizi dengan cepat menyembunyikan belanjaannya. "Pak saya duluan," Zizi hendak kabur secepat mungkin. "Kamu belanja keperluan bayi?" Raka menahan Zizi. "Hah?" "Kamu punya anak?" pertanyaan Raka makin membuat Zizi keringat dingin. "Oh itu, anu.., ini pak, tetangga saya nitip. Ya, tetangga saya nitip untuk anaknya, ya saya bantu aja," sebuah ide cemerlang hadir dibenak Zizi. Raka mengangguk mencoba menerima jawaban Zizi, "benar juga, mana mungkin kamu punya anak, saya hanya menerima sekretaris yang belum menikah," Zizi tersenyum miring mendengar jawaban Raka, "iya pak, benar sekali," "Mau saya antar? Saya juga sudah selesai belanja," Raka memperlihatkan belanjaannya yang hanya sedikit. "Ng.., enggak usah pak, saya bisa sendiri kok," "Saya cuma mau menolong, belanjaanmu terlihat banyak sekali, lagian bisa menghemat, kamu bilang tadi uangmu menipis," ajak Raka. Zizi terdiam sekaligus sedikit malu, dan ia tidak menyangka jika bosnya ini baik juga. "Saya pikir gaji kamu sudah lumayan, lagian kamu juga hidup sendiri, kenapa bisa sampai merasa kekurangan?" "Euh.., saya lebihin buat tabungan pak," jawab Zizi seadanya. "Baguslah, apa harus saya naikin gaji kamu?" tanya Raka sambil berpikir sejenak. "Hah??" "Sudahlah, kita pikirkan nanti, saya pikir saya juga butuh sekretaris pribadi selain untuk dikantor saja, kerjamu bagus dan kamu juga masih single, belum ada ikatan apapun yang membuatmu terhambat untuk memberikan semua waktumu untuk saya," Zizi tidak bisa menjawab sekali, "jangan tawarkan saya jadi sekretaris pribadi, saya mohon..," ia terus berdoa dalam hati agar Raka tak menawarinya. "Kamu mau kan jadi sekretaris pribadi saya?" akhirnya tawaran itu keluar dari mulut Raka. "Aish! Sial!! Gimana nolaknya? Kalau aku terima gimana sama Arvin?" "Menurutmu bagaimana?" tanya Raka lagi pada Zizi yang terdiam. "Kalau saya jadi sekretaris pribadi bapak apa pekerjaan lain yang harus saya kerjakan??" "Ya artinya kamu selalu ada bersama saya, saat saya keluar kota atau bahkan luar negeri," "Hah? Luar kota? Luar negeri!?" Zizi tidak bisa menahan keterkejutannya. "Kenapa? Bahkan kamu tinggal sendirian, pasti kamu tidak melakukan banyak hal bukan? Bahkan saya pikir kamu tidak punya pacar, itu salah satu syarat khusus yang saya ajukan untuk menjadi sekretaris saya," Lidah Zizi terasa kelu tak bisa menjawab ucapan Raka. "Saya anggap saja kamu terima tawaran saya, atau harus saya bilang ini sebagai perintah?" Raka menyimpulkan seenak hatinya. "Ta.., tap tapi...." "Tapi apa?" "Saya bisa pikirkan dulu kan pak?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Perfect Marriage Partner

read
809.8K
bc

Turun Ranjang

read
578.7K
bc

Mengikat Mutiara

read
142.1K
bc

CEO Dingin Itu Suamiku

read
151.4K
bc

Undesirable Baby 2 : With You

read
161.6K
bc

LARA CINTAKU

read
1.5M
bc

Marriage Agreement

read
590.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook