3. Cepat!

1524 Words
"Bukannya sudah lama kita tidak bertemu?" sapa pria bertubuh cukup tinggi yang mengenakan kemeja abu-abu sambil melonggarkan dasi yang ia kenakan setelah keluar dari ruang pertemuan sebuah hotel berbintang pada Raka. Raka yang tadinya hendak keluar dengan santai diekori Zizi, menoleh sambil tersenyum melihat sahabat yang memang sudah cukup lama tidak bertemu, "woah, Denis aku tadi ingin menyapa duluan tapi aku lupa," Denis membalas ucapan Raka dengan tampang meledek, "omong kosong, bukan Raka namanya jika dia yang akan menyapa duluan," "Kamu mengenalku dengan baik," jawab Raka seraya menginjak kaki Denis santai. "Sial! Aku baru membeli sepatu ini di Belanda b******k!" maki Denis mendorong Raka untuk menjauhi sepatu kulitnya yang mengkilap. "Astaga," dengan cepat Zizi mundur karena kaget dan Raka yang hampir menabraknya karena dorongan Denis. "Wah siapa ini?" Denis menyadari kehadiran Zizi dengan menggeser Raka dari hadapan Zizi. Zizi hanya tersenyum kecil untuk menyapa Denis dengan sopan. "Sekretarisku," jawab Raka pendek. "Bukankah kamu malas membawa sekretaris jika sedang ada urusan kerja ke luar kota? Kamu mengikuti saranku??" "Setelah dipikir-pikir aku butuh juga, belakangan aku sering melupakan banyak hal, aku tidak ingin kerjaanku hancur karena itu. Lagian dia sepertinya tidak menyusahkan dan mau dibawa-bawa," Jawaban Raka membuat mata Zizi terbelalak, 'mau dibawa-bawa!?' Memangnya siapa yang mau? Dan pemilihan katanya benar-benar membuat Zizi kesal. Memangnya dia barang bisa dibawa-bawa? "Tapi dia bukan sekretarismu yang kemarin aku lihat kan? Kemana sekretaris yang sebelumnya? Bukankah kamu yang bilang dia hebat?" Wajah Raka berubah malas mendengar pertanyaan Denis, "dia akan menikah dan kamu tahu apa? Dia sudah hamil, benar-benar..., aku tidak bisa percaya," "Benarkah? Bukankah syarat menjadi sekretarismu tidak boleh pacaran? Artinya kamu belum membuat dia super sibuk hingga masih sempat membuat anak," Denis terkekeh. "Aku benar-benar merasa dikhianati, aku tidak melarangnya pacaran tapi tidak sampai sejauh itu. Saat dia sudah hamil, punya suami apalagi punya anak, bagaimana caranya dia bekerja dengan baik untukku? Sialnya dia memberi tahuku secara mendadak dan harus mencari penggantinya secepat mungkin," omel Raka kembali kesal dengan perlakuan mantan sekretarisnya yang lalu. Denis masih tertawa sambil kini melirik Zizi, "kamu sudah dengarkan?  Bosmu ini paling benci dibohongi, ditipu apalagi dikhianati, setia lah bekerja padanya, dia akan loyal padamu," Zizi diam-diam keringat dingin mendengar percakapan Raka dan Denis. Ia hanya bisa mengangguk kaku mendapatkan wejangan dari Denis. "Ngomong-ngomong siapa namamu? Perkenalkan namaku Denis," "Saya Zizi pak," dengan kaku Zizi menyambut jabat tangan Denis. "Jangan panggil pak, panggil Denis saja, kamu manis sekali," Denis gemas sendiri sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Zizi yang terkesan kaku, "dan kenapa tanganmu dingin sekali?" "Oh, itu anu pak, eh maksudnya, mungkin AC di dalam terlalu dingin," Zizi tergagap. Denis mengerutkan dahinya heran, "sekretarismu manis sekali, dia masih jomblo kan?" kini Denis menyikut Raka. "Tanya saja sendiri," balas Raka malas. Denis hanya tertawa, "jika jodoh kita akan bertemu lagi. Kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa," pamit Denis pada Raka dan Zizi. Zizi masih diam diposisinya karena Raka yang masih berdiri sambil sibuk dengan ponselnya. Menyadari itu Raka melirik sekilas, "kenapa masih disini?" "Karena bapak masih disini," jawab Zizi dengan polosnya. Raka tersadar, ada benarnya juga. Pasti Zizi tidak tahu hendak kemana dan harus melakukan apa berhubung dia dibawa kesini mendadak. Raka merogoh kantongnya mengeluarkan dompet dan memberikan sebuah kartu kredit pada Zizi. "Untuk apa pak?" bingung Zizi karena Raka yang tak kunjung memberi penjelasan terkait pergerakannya. "Keluarlah dan beli beberapa pakaian dan keperluanmu untuk beberapa hari kita disini. Tidak ada kerjaan lagi hari ini, nanti malam saya kabarkan apa yang harus kamu lakukan untuk besok. Dan kamu juga sudah memegang kunci kamar kan? Kamar kita bersebelahan," terang Raka panjang lebar tanpa menoleh pada Zizi, ia terus sibuk dengan ponsel ditangannya. "Baik pak, tapi untuk belanja ini uangnya bukan dipotong dari gaji saya kan pak?" Raka menghela napasnya mendengar pertanyaan Zizi, "ini salah satu fasilitas yang saya berikan selaku sekretaris pribadi. Dan masalah gajimu tentu akan berbeda juga karena kerjamu akan menjadi lebih banyak," "Lebih banyak?" Zizi bergumam kecil memikirkan seberapa banyak maksud dari Raka. "Iya, semua waktumu ada dibawah kontrol saya," "Hah!?" "Iya," "Tapi pak, saya belum menyetujui hal ini secara resmi. Lagian bapak mau naikin gaji saya berapa sampai mau ngontrol semua waktu saya? Memangnya sampai tiga kali lipat?" lawan Zizi mulai tidak terima sikap seenak hati pria yang berstatus bos nya itu. Raka mematikan ponselnya sambil menatap Zizi yang ada dihadapannya dengan tatapan tidak terima itu, "apa kamu bilang? Tiga kali lipat? Saya tambahin gaji kamu enam kali lipat!" Zizi langsung dibuat ternganga tidak percaya mendengar hal yang barusan keluar dari mulut Raka. "Jadi jangan banyak omong, saya menggaji kamu tidak main-main, jadi fokuslah dengan tugasmu." Raka menekankan kalimat terakhirnya lalu berlalu begitu saja meninggalkan Zizi yang masih membeku. "Astaga, apa aku sedang bermimpi?" Zizi mencoba menyadarkan dirinya sesegera mungkin. "Dia sebegitu yakinnya denganku. Bagaimana kalau dia nanti tahu tentang Arvin!? Bisa semurka apa dia? Ish ini gila! Aku bisa dikirim ke neraka lebih cepat!" Zizi frustasi dengan berbagai hal dipikirannya. "Aish! Aku tidak peduli, aku harus jalani saja dulu!" ** Zizi meletakkan ponselnya begitu saja setelah menelfon menanyakan kabar Arvin. Wanita berambut coklat yang duduk diatas ranjang hotel itu menolehkan pandangannya pada jendela kamar yang sengaja ia buka. Langit sudah gelap dan angin malam yang dingin mulai masuk mengusik tubuh Zizi. Ia menghela napas sambil mengusap wajahnya sekilas dengan kedua telapak tangannya. "Bagaimana bisa aku meninggalkan Arvin seperti ini? Dan kedepannya apa akan sering seperti ini? Apa aku harus bicara ulang dengan Pak Raka?" Zizi berjalan turun dari ranjang untuk menutup jendela. Namun kini ia malah termenung menatap pemandangan kota yang terpampang dihadapannya. "Tapi bagaimana caranya aku bicara padanya? Apa harus aku mundur saja dari pekerjaan ini? Ish, tapi bagaimana dengan hidupku selanjutnya? Lagian dengan menjadi sekretaris pribadi gajiku bertambah berkali-kali lipat," Tangan kurus gadis itu mengusap pelipisnya karena memikirkan banyak hal. Dengan gaji yang akan diberi Raka jika itu memang benar sesuai ucapannya, itu akan sangat membantu Zizi membayar hutang-hutangnya sebelum diterima bekerja di kantor Raka. "Aku harus bertahan, setidaknya sampai hutangku habis, jika aku bisa berhemat maka setidaknya paling lama aku harus bertahan selama satu tahun," Zizi mengambil keputusan dengan yakin, namun wajahnya kembali merungut, "tapi satu tahun itu sangat lama," Tengah asik merenungi hidupnya, tanpa sengaja Zizi menoleh ke kanan yang mana jendelanya juga terbuka, itu kamar yang ditempati Raka bukan? "Ada apa dengannya?" Zizi terdiam memperhatikan Raka yang kini tampak menatap kosong kedepan. Pria yang mengenakan celana pendek dan kaos oblong putih itu memegang ponselnya dengan tangan yang lesu. Cukup lama Zizi memperhatikan pria itu yang tak sadar jika ada yang memperhatikannya. Ekspresi wajahnya tak berubah walaupun angin malam terus menerpa wajah dan membuat rambutnya berantakan. "Tampan...," tanpa sadar kata itu keluar dari mulut Zizi. Tidak ingin munafik, sejak awal bertemu Raka saat resmi diterima bekerja, Zizi harus mengakui jika bosnya ini dianugerahi visual yang nyaris sempurna di mata wanita normal. Erlio Raka Mahaprana, pria bertubuh tinggi dengan kulit khas masyarakat tropis, matanya tajam, berhidung mancung, bibir tipis berwarna cerah dan bentuk rahangnya yang tegas memperkuat kesan manly. Dan untuk menjadi pimpinan perusahaan yang besar umurnya masih begitu muda. Wajar jika ia terus menjadi perbincangan disaat para wanita berkumpul. Sayangnya Zizi harus fokus bekerja dan menguatkan dirinya agat tidak pecah fokus karena ketampanan atasannya itu. Lagian sikap Raka yang cuek padanya dan lebih senang menghabiskan waktu sendiri dan bergelagat aneh membuat Zizi tidak tertarik untuk mencuri perhatian pria ini. Atau mungkin kata yang lebih tepat adalah percuma saja. Raka yang tadinya melamun dengan wajah datar mendadak berwajah cerah sambil melihat ponselnya yang sepertinya berdering. Lihat saja, dia menempelkan ponsel ke telinga kirinya seperti orang yang baru memenangkan lotre dengan angka besar. "Wajahnya bisa langsung berubah drastis seperti itu?" Zizi tertawa meledek melihatnya. Masih tersenyum Raka berbalik masuk dan menutup jendela kamarnya rapat-rapat. Zizi juga memilih untuk menutup jendela kamar karena udara yang semakin dingin. Berbaring dibawah selimut pasti akan lebih menyenangkan. "Fasilitas di tempat mahal memang luar biasa," komentar Zizi sangat puas dan nyaman berbaring di atas ranjang sambil menutupi dirinya dengan selimut setelah menyelesaikan bersih-bersih diri di kamar mandi. "Istirahatlah dengan baik Zivana Prissy~" Zizi memberi ucapan pada dirinya sendiri sambil hendak mematikan lampu, namun dering ponselnya malah menahan Zizi. Zizi meraih ponselnya ogah-ogahan karena mengganggu ancang-ancang istirahatnya. Dahi Zizi mengernyit melihat nama 'Pak Bos Raka' tertera dilayar ponselnya. "Halo pak, selamat malam, ada apa pak?" Zizi secara spontan duduk karena sudah terbiasa berlaku hormat pada atasan walau di handphone sekalipun. "Kamu bisa bawa mobil?" "Bisa sih pak, memangnya ada apa ya pak?" "Keluar sekarang." "Hah!?" Zizi kaget dan tidak yakin dengan apa yang ia dengar. "Saya tunggu lima menit, kamu harus bawa mobil untuk saya, cepat kalau tidak kamu saya pecat!" "Apa!? Pak ini kok, saya ng....," dan belum selesai Zizi bicara panggilan sudah dimatikan oleh Raka. Dengan cepat Zizi melempar selimutnya dengan kesal lalu bergerak secepat yang ia bisa. "Ish! Gegayaan gak bawa sopir pribadi!! Sekarang malah aku yang disiksa! Mana udah malam dan cuma dikasih waktu lima menit!! Udah gila bener tu orang!" maki Zizi yang hanya melampisi tubuhnya yang memakai baju tidur dengan jaket yang syukur tadi sempat ia beli. Ia menutup pintu kamar dengan cara membanting untuk meluapkan kekesalannya dan berlari secepat yang ia bisa sebelum Raka benar-benar memecatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD