Rukun

1661 Words
"Aku boleh bertanya apa yang membuatmu berseri sesenang itu?" tanya Nana. "Bukan urusanmu!" acuh Maria. "Kenapa?" tanya Nana. Maria berjalan meninggalkan Nana tanpa menghiraukan pria itu yang bertanya bahkan mengejarnya. "Kenapa?" tanya Nana. "Kau!" tatap Maria, dia terkejut saat berhenti dan berbalik, wajah Nana begitu dekat di hadapannya. "Kenapa?" Nana tersenyum dan bertanya lagi. "Kenapa, kenapa! Apanya!" teriak Maria dengan wajah kesalnya. "Kenapa kamu tidak melihatku saat bicara? Kenapa kamu tidak mau berada dekat denganku? Kenapa kamu tidak dengan baik menjawab pertanyaanku?" Nana bertanya mendekati wajah Maria yang mengerutkan tubuhnya dan mundur beberapa langkah. "Memang kamu siapa harus aku jawab! Jangan menjadi gila setelah kamu menjadi tampan! Jangan bodoh setelah kamu terkenal! Kamu pikir semua bisa kamu dapat hanya karena kamu tampan hah!" protes Maria. Suasana hatinya menjadi berubah setelah dia membentur dadâ Nana saat berbalik tadi. "Hah?" tatap Nana. "Hah, hah! Kau jadi bodohkan? Pergi ke kelasmu aku ada urusan!" cetus Maria menginjak ulang kaki kanan Nana dan pergi begitu saja. "Siàl, dia menggodaku!" seru Nana tersenyum melihat kepergian Maria. "Apa kau gila! Dia menginjakmu bukan menggoda!" seru Iwan sahabat Nana. "Tapi dia menggodaku!" seru Nana. Iwan menggelengkan kepalanya tidak menyangka jika sahabatnya akan menjadi tidak waras seperti saat ini. Hanya bertemu gadis dengan paras cantik meski penampilan berantakan. Ke esokan paginya, Maria berlari masih dengan setia Nana menunggunya di gerbang sekolah. Maria berlari dengan tergesa-gesa, dia tahu jika pagi ini kesiangan. Bahkan ada review siswa baru di sekolahnya. Maka dari itu, dia mempercepat jalannya. "Atikah pasti sudah sampai," ucap Maria. Dia berjalan dan sampai di gerbang sekolah. "Huh, anak cewek berlarian terus," ucap Nana berdiri di pintu gerbang sekolah. "Hmmm ..." jawab Maria malas, dia melewati Nana yang menghalangi jalannya. "Eeeeh ... ko hmmm doang sih? Bukanya terima kasih sudah aku bukakan gerbangnya," teriak Nana mengikuti Maria yang berjalan melewati pintu gerbang sekolah. "Iyaaa ... terimakasih, Nana bodoh!" ucap Maria. Ia bergegas meninggalkan Nana dan menuju kelasnya. Nana melihatnya dengan tersenyum senang di hatinya. Suasana hatinya sangat baik hingga dia memasang senyum di wajahnya setiap kali bertemu Maria. Meski Maria hanya mengatakan jika dirinya bodoh pun, Nana hanya tersenyum. "Si cewek menarik," gumam Nana tersenyum tipis. Ia berjalan memasuki sekolah dengan senyum di wajahnya. *** Maria memasuki ruangan Wali kelasnya ia mengetuk dan mengucapkan salam, kini Maria sedang duduk di hadapan wali kelasnya. "Kamu mau lanjut ke sekolah mana?" tanya Pak Nasum wali kelasnya. "Saya tidak tahu Pak," jawab Maria pelan. "Apa orang tua mu, merencanakan untuk di sekolah lain?" tanya pak Nasum kembali. "Bukan seperti itu Pak, mungkin saya tidak akan lanjut sekolah lagi," jawab Maria. "Apa maksudmu! Kenapa seperti itu?Memang kamu mau jadi apa tidak sekolah lagi?" tanya Pak Nasum. "Hmmm ... keluarga saya tidak sanggup membiayai, Pak," jelas Maria. "Jika kita tidak melakukannya dengan niat, bagaimana bisa di sebut tidak mampu? Semua tercapai jika kita mampu meraihnya Maria! Kamu gadis cerdas dan terkreatip disini.Sayang jika kamu tidak lanjutkan sekolahmu setidaknya Sekolah Menengah Atas," jelas pak Nasum. "Lihat nanti saja Pak, saya tidak bisa berbuat apa-apa," ucap Maria datar. Setelah berbicara dengan wali kelasnya. Maria keluar dari ruang guru dan kembali ke kelasnya, Maria terduduk, ia menundukan kepalanya di atas mejanya, ia tidak menangis, namun tampak gelisah. Antara ingin sekolah dan menuruti ibunya. Atikah yang ada di depan mejanya, berbalik ke arahnya. Dia menusuk tangan Maria, hingga temannya itu mendongakan kepalanya mngangguk. Ia bertanya pada Atikah yang kini menghadapnya. "Apa masih tidak bisa?" tanya Atika terheran akan sahabatnya Maria. "Hmmm, aku juga bingung," jawab Maria memajukan bibirnya kedepan dan ia menundukan kepanya lagi. Baru Maria terdiam, dia berteriak saat rambutnya di tarik sesuatu. . "Awwww ... apa-apaan ini? Hei kamu siapa? Sakit tahu," teriak Maria. Maria meringis kesakitan dengan tangan menahan rambutnya sebelah. Ia mencoba menggapai tangan orang yang menarik rambutnya dan mencubit tangan itu. "Aww ... aww sakit-sakit duh," teriak Nana mengaduh. Maria melepas cubitanya, ia melihat orang yang menarik rambutnya dari jendela kelasnya. "Huh, orang bodoh ini! Kenapa menggangguku sih kamu?" teriak Maria melihat Nana di jendela yang tersenyum ke arahnya. Mereka berdua saling tatap saat wajah mereka berhadapan berjarak sangat dekat.Maria dan Nana terdiam saling pandang, hingga Atikah terbatuk membuyarkan mereka. "Apa-apan sih kamu menarik rambutku," cetus Maria mendengus kesal. "Kamu ingkar janji," ucap Nana cemberut. "Janji apa?" tanya Maria mengerutkan dahinya. "Kamu bilang mau bertemu di belakang lagi," ucap Nana memajukan mulutnya. "Hmmm, iya ... iya. Sebentar ya! Aku rapihkan rambutkh dulu," ucap Maria malas. Maria mengikat rambutnya asal, namun rapih kembali dan terikat kuncir kuda. Dia berjalan keluar dari kelasnya. Dan pergi mengikuti Nana ke belakang sekolah seperti biasa mereka lakukan. "Ada apa?" tanya Maria malas. "Tidak ada! Aku hanya mau makan sama kamu," balas Nana dengan wajah tidak bersalahnya. "Makan saja?" tanya Maria terheran. "Berciuman juga boleh," goda Nana. "Jangan gila kamu ini!" teriak Maria. "Hehehe, hanya bercanda. Ayo makan!Aku juga bawa dua sendok ," ajak Nana memberikan bekal makanan pada Maria. "Hmm ... kau sudah tidak bodoh sekarang yah?" ucap Maria tersenyum menanggapi Nana yang kini juga ikut tersenyum. Keduanya menghabiskan makanannya, sesekali bercanda dan tertawa hanya berdua saja. Dengan sifat bertolak belakang, mereka kini hanya berteman dan tidak ada kekurangan apapun. Canda tawa mereka menghiasi pertemanan keduanya. "Baru kali ini, aku melihat tawa setulus ini, tanpa jaim," batin Nana tersenyum. "Cantik," gumam Nana. "Hah, apa?" tanya Maria menoleh ke arahnya. "Tidak, ayo! Ini sudah waktunya masuk!" ajak Nana. Setelah makan dan bercanda bersama selama jam istirahat. Kini mereka berjalan dengan Nana di depan Maria. Maria mengikuti Nana yang jalan lebih dulu darinya. "Terimakasih," ucap Maria datar menghentikan langkah Nana dan berbalik menghadap Maria. "Untuk apa?" tanya Nana mengerutkan dahinya. "Untuk makanannya juga tawanya," ucap Maria. "Hah! Kita teman, Sobat!" ucap Nana tersenyum. "Baiklah teman, by! Aku balik ya, sampai nanti," teriak Maria tersenyum dan berjalan meninggalkan Nana yang melihatnya. "Aku di tinggalkan lagi? Haha ... tapi aku suka teman," gumam Nana, ia pergi ke kelasnya. Setelah jam masuk, Maria yang sedang duduk di bangku kelasnya, ia di hampiri Ina yang duduk di bangku yang sama dengan Maria. "Apa kamu berpacaran denganya?" tanya Ina tiba-tiba pada Maria yang tengah berdiam. "Maksudmu apa?" tanya Maria heran. "Iya ... kan kamu menyukainya," tanya Ina kembali dengan malasnya. "Maksudmu Nana? Tidak! Aku hanya berteman denganya," jelas Maria dengan wajah malas menjawab pertanyaan Ina. Atikah yang mendengarkan perdebatan sahabatnya, ia berbalik dan menjawab pertanyaa Ina. "Sebaiknya kamu tanyakan pada Prianya saja, agar kamu puas!" ucap Atikah sedikit cetus. Ina mendengus kesal dengan Atikah yang membela Maria dan berbicara seperti itu padanya. Ia pergi dari kelasnya meninggalkan Maria dan Atikah. "Sebenarnya ada apa sih denganya?" tanya Maria melihat Ina yang keluar dengan wajah kesalnya. "Tidak usah pedulikan perkataanya!Fokus pada sekolahmu saja, bagaimana?" tanya Atikah pada Maria yang duduk di hadapannya. "Iya, aku tidak tahu," jawab Maria. Ina yang di acuhkan Maria dan Atikah, ia lebih memilih pergi keluar dengan hati yang kesal. Jawaban dari mereka berdua yang tidak sesuai harapannya. Ia ingin Maria berkata jujur dan akan menjadi sesuatu yang berharga baginya. Maria keluar setelah jam sekolah berakhir, seperti sebelumnya, Nana yang sudah menunggunya di luar kelas, seperti seorang kekasih menunggu kekasihnya, dia keluar dan melihat Nana yang berdiri bersandar di tiang kelas. "Kenapa tidak bersemangat begitu?" tanya Nana. "Tidak ada, aku hanya lagi mikirin kelulusan saja takutnya," ucapan Maria terhenti saat ia melihat Ina di depan mereka. Tatapan Ina seperti tatapan tidak suka padanya. Bahkan mendelik dengan jelas pada Maria. "Maria!! Kamu mau pulang, ayo bareng," ajak Ina. "Apa-apaan Ina ini? Kita kan gak se arah," batin Maria merasa heran dengan ajakan Ina. "Hmm," jawab Maria merasa tidak enak jika mengabaikan sahabatnya itu. Saat Maria sudah berjalan meninggalkan kelasnya. Nana mengikuti mereka tanpa suara berbicara sepatah katapun. Ina berlaga ceria dengan segala kemampuannya, ia menyadari jika Nana mengikuti mereka. Ia melihat ke arah Nana. "Na! kamu mau ikut ke rumah Maria?" Ina bertanya dengan senyum liciknya. "Kalau boleh mah," jawab Nana tersenyum tipis. "Tidak usah!" cetus Maria tampak tidak suka pada Ina yang berbicara seperti itu. "Kenapa? Kan main?" tanya Ina tersenyum licik memperhatikan Maria yang mulai kesal. Ina seperti bukan sahabatnya, yang tidak memahami temannya. Maria mengerutkan keningnya tidak percaya akan ucapan Ina. "Bukanya kamu tahu, tidak pernah ada orang lain yang berani main ke rumahku?" batin Maria, teheran akan temannya yang satu ini. Mereka berjalan tanpa saling sahut. Ina masih berbicara sesuka hatinya kepada Nana, lain dengan Maria. Ia hanya diam saja hingga pas sampai di gerbang sekolah Ina dan Nana masih mengikuti Maria, pada akhirnya Maria menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Nana dan Ina. "Kalian tidak searah denganku! Apa masih mau mengikutiku?" bentak Maria dengan wajah kesalnya melihat Ina. Nana tersenyum melihat ekspresi Maria yang lucu saat marah. Ia bahkan tidak menjawab bentakan Maria. Ia malah tersenyum melihatnya. "Kamu juga! Bukanya kamu tahu kita beda arah dan gak ada yang pernah main ke rumahku!" bentak Maria kepada Ina. "Akukan hanya mengajaknya saja Maria a, lagipula apa salahnya kalo kita main ke rumahmu?" jawab Ina berlaga polos di hadapan Nana. Maria tampak tidak senang dengan ucapan Ina yang tak masuk akal, ia bahkan menggunakan mimik wajah polosnya. Maria berjalan denga hentakan kesal mendahului mereka berdua. Nana yang mengerti maksud Maria, ia berhenti berjalan dan berteriak pada Maria. "Mariaa!!" teriak Nana dengan senyum tipisnya. Melihat Maria yang berbalik padanya. "Apa?" tanya Maria menganggukan kepalanya. "Aku pulang dulu ya ... Besok kita berjumpa lagi!" teriak Nana berjalan meninggalkan Maria dan Ina. Maria mengangguk dan juga berjalan meninggalkan Ina yang tampak kesal tidak di hiraukan oleh Maria ataupun Nana. Dia hanya berjalan meninggalkan Ina dan bergegas pulang. Mengingat kali ini, ia terlambat pulang ke rumahnya. Maria secepatnya berjalan pulang. Sesampainya di rumah, Maria melihat ibu dan tantenya berkumpul di halaman rumahnya dengan ramai. Ada beberapa saudara Maria yang lainnya juga yang ikut berbincang di depan rumah Maria. Saat Maria mencoba untuk mengucap salam kepada semua orang tiba-tiba ibunya berbicara dengan tergesa-gesa kepada Maria. Maria sempat curiga apa yang akan dibicarakan oleh ibunya ketika melihat tantenya yang profesinya sebagai sponsor bagi para TKW untuk keluar negeri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD