Relationship

974 Words
Disnilah, di Leoner Gler. Tempat dimana Alesa Aderxio menjalankan sesi pemotretan untuk sebuah sampul majalah fashion. Sudah banyak pose yang dilakukan Alesa dan inilah yang terakhir. Setelahnya, ia bisa beristirahat atau pulang. "Sudah, sesi pemotretan sampai disini nona Alesa." Alesa tersenyum hangat dan melangkah meninggalkan ruangan pemotretan. Didepan sana, sudah berdiri pria yang sangat ditunggu-tunggu oleh Alesa. "Bagaimana sayang, sudah?" tanya pria itu, dan langsung menarik pinggang Alesa untuk mendekat. "Sudah Arthur. Oh iya, nanti malam ayah mengundang mu datang ke mansion. Ayah ingin bicara dengan mu." ucap Alesa memberitahu. "Nanti malam?" "Iya, kau bisa kan?" "Bisa. Nanti aku akan mengosongkan jadwal ku." jawab Arthur diakhiri kecupan dibibir Alesa. "Terima kasih ya." Arthur mengangguk dan berjalan keluar dari Leoner Gler bersama dengan Alesa. Mereka berdua terlihat seperti sepasang kekasih. Memang sepasang kekasih, dan akan menjalani tahap serius sebentar lagi. Setelah sampai diparkiran, Arthur membukakan pintu mobil dan mempersilahkan Alesa untuk masuk. Setelahnya ia berlari kecil, dan masuk kedalam mobil. Keadaan hening sampai suara Alesa memecah keheningan. "Aku takut Arthur." Arthur menoleh dan menatap kekasihnya dengan alis terangkat, "Ada apa sayang? Kau takut apa?" Alesa diam, tak menjawab pertanyaan Arthur. Sehingga membuat pria itu mengurungkan niat menjalankan mobilnya. "Ada apa? Takut apa?" tanya Arthur tegas. Ia memegang kedua pundak Alesa. "Aku takut dengan mama. Aku takut mama menentang lagi hubungan kita. Kau ingat bukan, dimalam tahun baru waktu itu, mama marah besar saat aku mengatakan kita adalah sepasang kekasih." Arthur menghela nafas panjang, ia tak bisa mencari jalan keluar untuk itu. Memang, diantara orang tua Alesa, hanya mama Alesa yang menentang hubungan ini. Tak tahu apa alasannya, sehingga tak merestui hubungan Alesa dan Arthur. Sedangkan ayah Alesa--David Aderxio, hanya diam dan mengatakan 'Semoga keputusan kalian menjalin hubungan, adalah keputusan yang tepat' Sungguh, Arthur masih bingung dengan kedua orang tua Alesa. "Sudahlah sayang, berdoa saja jika mama mu akan merestui. Kita serius dengan hubungan ini, dan pastinya mereka akan merestui." ujar Arthur mencoba menenangkan sang kekasih. Alesa memberikan senyum terpaksa dan langsung berhambur kedalam pelukan Arthur. Ia menyembunyikan wajahnya di d**a bidang kekasihnya. Menghirup aroma maskulin yang membuatnya kecanduan. "Semua akan baik-baik saja. Mama mu akan merestui." bisik Arthur. Ia mengecup puncak kepala Alesa dengan cinta, dan membalas pelukan Alesa tak kalah erat. °•°•°•°•°•° Malam harinya. Kediaman David kedatangan Arthur, kekasih Alesa. David sekeluarga menyambutnya dengan hangat, terkecuali mama Alesa-Aretha Aderxio. Aretha hanya menunjukkan senyuman singkat untuk menyambut kedatangan Arthur. Dan Arthur bisa memaklumi itu, mungkin suatu saat nanti Aretha bisa menerimanya. "Silahkan Arthur. Istriku menyiapkan ini semua untuk menyambut kedatangan mu. Kata Alesa kau suka seafood kan, lihatlah, banyak makanan kesukaan mu." Arthur tersenyum manis, "Terima kasih tuan David. Kenapa kalian repot-repot menyiapkan makanan kesukaan ku." David terkekeh pelan, ia menepuk pundak Arthur dengan jantan, "Tamu adalah raja." "Sudah sudah ayah, kenapa ayah terus mengajak Arthur berbicara? Ayo, kita semua makan malam." cetus Alesa menghentikan percakapan antara Arthur dan ayahnya. Kedua pria beda generasi itu tersenyum dan melangkahkan kaki mendekati meja makan. David duduk pojok sendiri, dan Arthur duduk disamping Alesa. "Kak Ale, apa kalian akan melanjutkan hubungan kalian sampai tahap pernikahan?" tanya Elisa seraya mengambil makanan untuk dirinya sendiri. "Tentu saja, iyakan Arthur?" "Iya." Elisa diam tak berniat bertanya lagi, mereka semua sudah fokus pada makanannya masing-masing. Kecuali Satu orang, yaitu Arslan. "Arthur." Arthur mendongak menatap Arslan dengan tanda tanya, "Hm?" "Kau serius dengan Ale?" Belum juga Arthur menjawab, David sudah lebih dulu berbicara. "Bisa bicarakan itu nanti saja? Habiskan makanannya dulu, lalu setelahnya kita semua membicarakan itu." Arslan menganguk paham. Akhirnya dengan terpaksa ia melanjutkan makannya sampai semuanya telah selesai makan malam. Arthur mengelap sudut bibirnya dengan tisu. "Arthur." lirih Alesa. Tangannya meremas paha Arthur, menyalurkan rasa tegang dan takutnya. "Everything will be alright. Sayang." balas Arthur dengan suara lirih, yang hanya bisa didengar oleh Alesa. °•°•°•°•°•° "Jadi Arthur? Apakah kau benar-benar serius dengan Ale?" tanya Arslan. Ia menatap tajam Arthur. "Serius." Arslan mengangguk ketika sudah mendapatkan jawabannya. Meskipun Arslan belum cukup puas akan jawaban yang diberikan Arthur. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk putriku Ale. Aku tidak bisa  berbicara apa-apa lagi, semua keputusan ada pada Ale. Karena Ale yang akan menjalani hubungan itu dengan mu, bukan kami." ucap David. Ia tak tahu lagi harus mengatakan apa. Disatu sisi ia memikirkan kebahagiaan Ale dan Arthur. Disisi lain, ia memikirkan perasaan seseorang yang sudah sangat lama memiliki perasaan pada putrinya itu. "Ayah, aku sudah memutuskan akan membawa hubungan ini sampai tahap pernikahan. Kami sama-sama serius, kami hanya butuh restu ayah dan ibu. Serta sertu mu kak." Alesa menatap kearah Arslan dengan senyuman manis. Arslan membalas tatapan Ale dan ia tersenyum kecut, "Kakak tidak tahu harus mengatakan apa, intinya disini kakak hanya ingin kau bahagia." Sama halnya dengan David, Arslan memikirkan perasaan seseorang yang jauh disana. Bagaimana perasaan orang itu ketika mengetahui sang pujaan hati sudah memikiki seorang kekasih, dan akan menikah secepatnya. "Jadi, kalian merestui hubungan ku dan Arthur?" Dengan berat hati David dan Arslan mengangguk, kecuali Aretha. Wanita baya itu masih setia pada pendiriannya, yaitu tidak akan merestui hubungan Ale dan Arthur. Karena ia memikirkan perasaan orang, yang mungkin akan tersakiti. "Mama? Mama merestui?" tanya Alesa. Ia menatap cemas kearah sang ibu. "Mama tidak tahu, mama bingung." jawab Aretha cepat. "Tapi kenapa ma? Mama, jawab!" Bungkam, itulah yang Aretha lakukan. "Sudah Alesa. Mungkin mama mu membutuhkan waktu." bisik Arthur mencoba menenangkan Alesa yang akan tersulut emosi, karena jawaban yang diberikan Aretha. "Mama aneh." Batin Alesa. Dan itu cukup membuat Alesa merasa asing. Karena sebelumnya pun sang mama tidak seperti ini, seakan ada yang disembunyikan, namun dirinya tidak tahu.  Ah entahlah, Alesa tidak mau memikirkannya untuk sekarang ini, mungkin hanya pikirannya saja yang terlalu negatif. Mungkinkah efek takut tidak direstui? Bisa jadi, banyak sekali andai andai an yang ditakutkan Alesa tanpa sebab.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD