CHAPTER 3

2329 Words
Bosan. Itulah yang dirasakan Verel yang sedang menatap platform kamarnya. Ia mengambil handphone-nya yang sedari tadi bergetar, dan membuka group chat yang bernama 'Keluarga samawa'. Aneh? Memang, tapi biarlah. Keluarga samawa Reino : Tiap hari telat terus dihukum, Arkan : CAKEP! Reino : Hai semua Assalamu'alaikum Dafi : Wa'alaikumussalam Arkan : Wa'alaikumussalam Reza : Wa'alaikumussalam Verel : Wa'alaikumussalam Reino : Anak pinter, gue bosen nih :( Reza : Jomblo Dafi : Jomblo (2) Arkan : Jomblo (3) Verel : Mampus Reino : Nggak ngaca lo pada! Verel : Sini rumah gue Reino : Ada makanan nggak? Verel : Ada Reza : Otw Arkan : Otw (2) Dafi : Ikut! Reino : Bentar lagi nyampe Verel kembali menaruh handphone-nya di atas kasur. Ia menghela napas, matanya ia pejamkan dan ia membiarkan hembusan air conditioner menerpa kulitnya. Tenang, itu yang ia rasakan. Verel membuka mata ketika gadis yang tidak sengaja ia tabrak tiba-tiba terlintas dibenaknya. Ia jadi khawatir, apa b****g gadis itu sudah baik-baik saja atau belum. Brak "WASAP BRO!" Lamunan Verel buyar, ia melihat ke arah pintu di mana temannya sudah berdiri di sana. Verel bangun, ia mendudukkan dirinya di atas kasur. Tidak usah ditanya apa yang dilakukan oleh teman-temannya, karena mereka sudah pasti akan mengacak-acak kamar ini. Buktinya, sekarang Dafi sedang mengobrak-abrik kaset-kaset yang Verel punya. Reino, ia sedang melihat-lihat koleksi kaset-kaset milik Verel. Arkan dan Reza, ia duduk dengan tenang. Bagaimana tidak, ia sedang mabar dengan menggunakan Wi-Fi rumah ini. Enak sekali hidupnya. Verel menghela napas, ia kembali menidurkan kepalanya di kasur. "Lo tadi diapain sama Pak Tono?" tanya Reza, namun matanya tetap fokus pada handphone-nya. Verel mengedikkan bahunya. "Biasa." Reino mencibir. "Lagian kalo mau begitu kabarin kita lah, susun rencana yang baik dan benar!" "Baik dan benar pala lo!" Reino tertawa mendengar jawaban tak santai itu. "Seenggaknya, nanti kita larinya bareng-bareng." "Kalo lo gue dorong terus jatoh di aspal, p****t lo sakit nggak?" tanya Verel dengan wajah ingin taunya. "Wah, gila nih temen lo!" celetuk Dafi sambil geleng-geleng kepala. Verel berdecak. "Serius anjir!" "Ya sakit lah, gila lo ya?!" Verel mengangguk, kenapa juga ia harus terlalu merasa bersalah begini sih, kan jadi tidak enak. Verel berpikir keras, memikirkan apa yang akan ia lakukan jika ketemu gadis itu tadi. Apa Verel harus memberi hadiah sebagai permintaan maaf atau harus bagaimana, stress juga lama-lama. Arkan mengernyit menangkap raut wajah berpikir Verel. "Kenapa emang?" "Tadi ada cewek yang nggak sengaja gue tabrak." Seakan ada magnet, kepala mereka semua langsung menoleh menatap ke arah Verel, "Lo nabrak siapa?" tanya mereka kompak. "Cewek." "Ya siapa anjing?!" Tuh kan. Salahkan Verel karena telah membuat temannya berkata kasar. "Nggak tau, nggak liat badge-nya. Tapi tadi dipanggil Pak Tono sih Cha. Murid sekolah kita yang dipanggilnya Cha siapa?" tanya Verel penasaran. "Lah, au ya." sahut Dafi. "Kalo dipanggilnya Cha, kira-kira namanya siapa?" tanya Reza yang kembali fokus pada game-nya. Verel berpikir sejenak, "Chantik?" tebaknya asal. "Elah si t*i, bisa aje lo!" sungut Reino. Verel terkekeh, "Ya lagian mana gue tau namanya! Apa jangan-jangan Cacha?" tebaknya lagi. "Permen kali ah." sahut Arkan. "Eh, tapi ada anak XI IPA 2 yang dipanggil Cacha." beritahu Reino, Verel hanya mengangguk saja, lagian dia juga masih belum tau pasti Cacha mana yang Reino maksud. "Lo udah minta maaf belom Ver?" tanya Reza memastikan, kali saja temannya ini tidak tau diri. Verel mengangguk. "Udah sih, tapi kayaknya dia masih kesel." Mereka tertawa. Kasihan sekali Verel, sudah lari-lari, dihukum Pak Tono, lalu harus menanggung rasa bersalah seperti ini. Verel sudah memutuskan untuk meminta maaf lagi jika ia bertemu gadis itu lagi, lagian memang ini kesalahannya kok. Verel bangun dan berjalan ke arah walk in closet, lalu kembali dengan hoodie-nya. Setelah memakai hoodie, ia langsung beranjak ke bawah. "MAU KE MANA LO?!" teriak Reino. "JALAN!" "KITA IKUT!" "BACOT!" "JANGAN TERIAK-TERIAK VER, UDAH MALEM!" teriak Arinda -Mamah Verel- memperingati anaknya. "IYA MAH." "DIBILANG JANGAN TERIAK-TERIAK!" "MAMAH JUGA JANGAN TERIAK." Plak Verel meringis ketika kepalanya mendapat pukulan, "Jangan lawan cewek. Kita sebagai kaum Adam udah pasti kalah!" ucap Reza yang baru saja memukul kepalanya. Verel mendengus, "Ck, buruan dah!" sahutnya. Mereka semua berjalan menuju garasi, setelah sampai garasi, mereka menaiki mobil Verel dan mobil itu melaju dengan kecepatan rata-rata. °°°° Setelah hampir setengah jam berada di mobil, mereka turun di salah satu Mall terbesar di Jakarta, mereka akan berbelanja di sana. Mereka masuk ke Mall tersebut, baru saja masuk, mereka sudah mendapat tatapan dari beberapa pengunjung. "Mau ke mana dulu nih?" tanya Nathaya. "Gue sih ikut lo pada aja." ucap Cathrine. "Makan dulu aja kali ya?" usul Reina yang diangguki mereka berempat. Setelah berkeliling mencari Cafe yang tidak terlalu ramai, mereka akhirnya pergi ke Veina Cafe. "Permisi?!" ucap Reina kepada salah satu Waiters di sana. "Iya, ingin pesan apa?" tanya Waiters tersebut pada mereka dengan senyum ramahnya. "Lo mau apa?" tanya Reina pada sahabatnya sebelum memesan. "Samain aja lah." balas Glorine dan diangguki yang lainnya. "Milkshake strawberry lima sama choco lava lima." ucap Reina yang sudah memilih pesanan. "Biar saya ulangi, milkshake strawberry lima dan choco lava lima. Ada tambahan?" tanya lagi Waiters tersebut dan dibalas gelengan oleh Reina, lalu Waiters tersebut pun pergi. "p****t lo serius udah nggak papa Cha?" tanya Nathaya yang benar-benar ingin memastikan, pasalnya tadi Falisha jatuh hingga menimbulkan suara, ia hanya khawatir saja takut temannya ini terkena cedera. Falisha mengangguk. "Udah nggak papa." Glorine tertawa ketika sekelebat insiden tadi terlintas di kepalanya. "Ngakak banget s**l, lo ngapain make ngerengek gitu tadi?" Falisha mendengus, ingin rasanya ia mendorong Glorine agar gadis itu tau apa yang ia rasakan. "Itu sakit ya anjir, yang jatoh di kasur gara-gara lo aja itu masih nyeri!" Glorine meredakan tawanya. "Ya sorry, lagi lo-nya sih mancing emosi pagi-pagi!" Belum sempat menjawab, Waiters datang membawa makanan yang mereka pesan, lalu mereka pun langsung makan dengan tenang hingga hanya dentingan alat makan saja yang terdengar. °°°° "Anjing! Nih mesin ngerepotin aja sih!" kesal Falisha karena boneka yang berada di mesin tersebut susah untuk dikeluarkan. Setelah makan tadi, mereka memutuskan untuk pergi ke Timezone. Tadi, mata Falisha tertuju pada anak kecil yang berhasil mendapatkan boneka dari mesin itu, makanya Falisha tertarik untuk mencobanya. Entah hari ini Falisha tidak beruntung atau memang ia tidak bisa bermain, karena ia tak kunjung bisa mengeluarkan boneka yang ingin ia ambil. "Yeu, sabar dikit dong!" balas mereka kompak. "Ck. Siapa yang bisa, gue beliin ice cream plus cokelat!" seru Falisha bagai mengadakan sayembara. "Bener ya?! Jangan palkor lo, palkor gue gigit pala lo!" ancam Glorine dan diiringi kekehan sahabatnya. "Kagak, sans aja. Gc tuh maen, ambil boneka yang itu tuh!" suruh Falisha sambil menunjuk boneka kucing berwarna biru putih itu. Sudah hampir setengah jam mereka bergantian untuk mengambil boneka di dalam mesin itu, tapi tidak ada yang berhasil dan itu membuat mereka kesal. "Gembel anjing nih maenan!" kesal Glorine, untung saja ia tidak menendang mesin itu karena saking kesalnya. "Lo-nya kali yang nggak bisa maen!" ledek Falisha sambil tertawa senang karena dia tidak jadi mentraktir teman-temannya. "Woi Rein?!" panggil seorang laki-laki dengan suara bariton yang membuat mereka menoleh ke arah suara. Reina yang merasa terpanggil pun juga ikut menoleh. "Lah, lo ngapain di sini?" "Lah, ngapain lo di sini?" tanya balik orang yang barusan memanggilnya. "Mulung! Kalian ngapain ke sini?" sahut Reina malas. Kalian? Ya, laki-laki itu tidaklah sendiri, di sana juga sudah ada temannya yang lain. "Suka-suka dong." Laki-laki itu melihat sekeliling, "Wah Cha, apa kabar lo?!" tanyanya sambil merangkul Falisha. Falisha menepis tangan yang bertengger di bahunya. "Nggak kenal gue nggak kenal." Laki-laki itu mencibir, ia menoyor pelan kepala Falisha. "Songong banget lo!" "Ish!" cibir Falisha. "Lagi ngapain lo?" tanya laki-laki itu lagi. Falisha mendengus, "Nggak liat?!" tanyanya jengah. Laki-laki dengan nama Reino itu tertawa. "Biasa aja kali." Falisha mencibir, matanya jatuh pada laki-laki yang berada di belakang Reino, laki-laki itu kini juga ikut menatapnya. Falisha langsung memutus eye contact mereka, ia gantian menatap Reino dan mendekat untuk berbisik. "Temen lo?" Reino melihat orang yang dimaksud Falisha, lalu mengangguk sebagai jawaban, "Kenapa? Lo suka ya?" tanyanya ikut berbisik. "NGGAK!" Mereka yang mendengar ucapan kencang Falisha berjingit dan menatap aneh ke arahnya. Sedangkan Falisha yang ditatap aneh malah menyengir kikuk. "Dah dah, kita cabut. Minggir lo!" usir Falisha sambil menyenggol lengan Reino yang menghalangi jalannya. Reino mengernyit bingung. "Lah, kok?" "Duluan ya. Dadah!" pamit Reina sambil melambaikan tangannya. °°°° Mereka menatap Verel dengan tatapan bingung. Ini Mall, dan kenapa laki-laki itu mengajak mereka ke sini? Tidak seperti biasanya. "Lo ngapain ke sini dah?" tanya Reza heran. "Mau maen Timezone." sahut Verel. Astaga. Mereka kira, Verel akan mengajaknya ke Pub atau sebuah Club. Tapi, pikiran mereka salah, karena Verel telah membawanya ke sebuah Mall hanya untuk memainkan permainan anak-anak. Sebenarnya Verel risi karena sedari tadi banyak mata yang secara terang-terangan menatapnya, namun tidak bagi Reino yang malah genit pada perempuan yang menatapnya. Mereka menaiki lift karena Timezone berada di lantai keenam dari Mall ini. Lift berdenting ketika pintu lift terbuka. Dan, mereka sudah sampai di tempat tujuan. "Duel basket ayok sama gue!" tantang Verel. Reino menyeringai, "Kalo menang dikasih apa nih?" tanyanya. Verel memutar bola matanya malas, "Gue bayarin lo di Pub." sahutnya. "Ayok!" Mereka berdua mulai bertanding, baru awal permainan Reino sudah memimpin score. Jangan tanya Dafi, Arkan dan Reza di mana. Sekarang mereka sedang heboh bermain pukul kepala tikus. Kalian tau kan mainan itu? Itu loh, permainan yang menongolkan kepala tikus dan kita harus memukulnya. Verel berjingkrak-jingkrak, sedangkan Reino mendengus sebal. Verel menang, biarpun Reino yang dari awal memimpin score. Mungkin, kata menang di awal dan kalah di akhir itu memang benar adanya. Verel tertawa puas melihat muka Reino yang ditekuk, "Bayarin gue!" ucapnya. Reino hanya mendengus. Mereka berjalan menghampiri Dafi, Arkan dan Reza yang sedari tadi sedang menyiksa permainan itu. Menurut Verel, permainan itu tidaklah bagus, secara tidak langsung permainan itu menyuruh kita memukul hewan. Bagaimana jika anak kecil ketika melihat tikus dan ia langsung memukulnya? Verel tak habis pikir. Reino melihat sekelilingnya, "Woi Rein?!" panggilnya pada sekumpulan gadis, ia berjalan menghampiri kumpulan itu. Verel yang melihat kepergian Reino pun segera menarik ketiga temannya untuk menyusul laki-laki itu. Gadis itu menoleh menatap Reino, "Lah, lo ngapain di sini?" tanyanya. "Lah, ngapain lo di sini?" tanya balik Reino. "Mulung! Kalian ngapain ke sini?" sahut gadis yang barusan dipanggil Rein oleh Reino. Verel tau nama gadis itu. Namanya adalah Reina, ia adalah saudara kembar Reino. Namun, Reino lah yang pertama kali melihat dunia. Hanya beda 5 menit saja. "Suka-suka dong." sahut Reino. Reino melihat sekeliling, senyum jahil terpampang di wajahnya, "Wah Cha, apa kabar lo?!" tanyanya sambil merangkul seorang gadis. Verel tau gadis itu, tapi ia tidak tau namanya. Gadis itulah yang tadi tidak sengaja ia tabrak. Gadis yang dipanggil 'Cha' itu menepis tangan Reino yang bertengger di bahunya. "Nggak kenal gue nggak kenal." Reino mencibir melihat tingkah sok gadis itu, ia menoyor pelan kepala gadis dengan panggilan 'Cha' itu. "Songong banget lo!" "Ish!" Verel sedari tadi hanya memperhatikan mereka. Bisa dilihat bila mereka berdua sudah sangat dekat. Sangat. Verel tau gadis-gadis itu. Di sana ada Glorine, Cathrine, Nathaya, Reina dan yang satu lagi, Verel belum mengetahui namanya. Pertanyaan yang muncul di kepala Verel sekarang adalah, ada hubungan apa gadis itu dengan Reino? "Lagi ngapain lo?" tanya Reino pada gadis itu. "Nggak liat?!" Verel geleng-geleng kepala, ternyata gadis yang ia tabrak ini memang benar-benar galak. Verel jadi takut untuk meminta maaf. Reino tertawa hingga matanya menyipit. "Biasa aja kali." Verel terus memperhatikan gadis itu, cantik sih, tapi galak, tapi galaknya malah terlihat lucu di matanya. Tapi tetap saja, biar terlihat lucu, Verel tetap takut untuk meminta maaf. Mata mereka bertemu, tidak berlangsung lama karena gadis itu langsung mengalihkan pandangannya. Verel mengernyit bingung ketika melihat gadis itu berbisik pada Reino, sepertinya gadis itu sedang membicarakan dirinya dilihat dari Reino yang tadi tiba-tiba menatapnya. "NGGAK!" Verel berjingit, sudah berapa kali ia dibuat terkejut karena gadis itu. Sedangkan gadis tadi malah menyengir kaku. Dan lagi, Verel akui kalau gadis itu memang lucu. "Dah dah, kita cabut. Minggir lo!" ucap gadis itu yang langsung pergi, tidak lupa juga ia dengan sengaja menyenggol lengan Reino. Reino yang melihat perubahan sikap gadis itu mengernyit bingung. "Lah, kok?" "Duluan ya. Dadah!" pamit Reina sambil melambaikan tangannya. Verel menghela napas, ia benar-benar menyia-nyiakan kesempatannya untuk meminta maaf pada gadis itu. °°°° Setelah menghabiskan beberapa jam di dalam sana, akhirnya mereka keluar dari Mall. Mereka memutuskan kembali menuju rumah Cathrine lagi, karena mereka akan tidur di sana. Karena jalan yang macet membuat mereka menempuh perjalanan dalam waktu setengah jam. "Gue ngantuk dah masa." ucap Nathaya. "Tidur lah b**o!" sahut Glorine jengah. "Nggak usah make b**o dong monyet!" balas Nathaya yang tak terima dipanggil b**o oleh temannya. "Nggak usah make monyet dong anak monyet!" balas Glorine tak mau kalah. "Diem, sama-sama monyet nggak boleh ngatain!" sambar Cathrine dengan tawanya yang menggelegar. Falisha mendelik, "Jayus g****k!" sahutnya sambil melempar bantal ke arah Cathrine. "Gue nggak ngelempar njing!" sewot Cathrine sambil membalas lemparan itu, dan tanpa disangka malah mengenai Reina. "Gue nggak ikutan ya njrit!" balas Reina yang juga ingin membalas lemparan itu. Namun bukan mengenai Cathrine, bantal itu malah terlempar mengenai Nathaya. Perang bantal itu pun terus berlanjut diiringi canda tawa mereka hingga larut malam. "Udah udah, capek gue, aus lagi!" ucap Falisha sambil melirik Cathrine seakan memberi kode pada sang pemilik rumah. "Gue juga aus lagi nih." timpal Glorine sambil memegang tenggorokannya dengan tujuan yang sama. "Nggak usah kode-kodean, nih gue ambilin!" balas Cathrine jengah yang langsung melenggang pergi mengambil air. "Makasih sayangkuh!" pekik Glorine dengan nada sok imutnya, dan pekikannya itu langsung dihadiahi lemparan bantal dari Nathaya. Mereka pun begadang. Dari perang bantal, menonton drama, bercerita, karaoke-an, saling curhat, hingga mereka lelah dan tertidur. "Geseran anjir, gue ketiban nih!" ucap Reina sambil menendang tubuh Glorine yang dibalas erangan saja. "Argh anjir, gue sempit!" pekik Reina kesal. "Cath Cath!" panggil Reina sambil membalikkan tubuh Cathrine yang tadinya tengkurap menjadi telentang. "Ya Allah, ada benua baru di sini!" ucap Reina jijik. Dan dengan terpaksa dia harus tidur seperti itu sampai matahari memunculkan diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD