Bab 4

2060 Words
Ujian hari kedua. Seraphina bangun lebih awal dari hari sebelumnya. Bukan karena ingin pergi ke tempat ujian lebih pagi, melainkan karena dia yang tidak bisa tidur lagi saat terbantu pada pukul tiga dini hari. Sepertinya karena memikirkan bagaimana ujian berjalan pada hari ini sampai-sampai membuatnya tidak bisa memejamkan mata kembali walaupun hanya beberapa menit. "Kau bangun pagi sekali, Seraphina," tegur Angelica melihat sepupu yang lebih muda tiga ratus tahun darinya itu, sudah rapi. Mata biru Angelica melebar melihat banyaknya sarapan di atas meja makan kecil mereka. Sebab hanya ada mereka berdua, mereka memilih meja makan yang kecil saja. Meskipun terkadang tidak muat saat mereka kebanyakan memasak. Namun, hal itu jarang terjadi. Mereka selalu makan seadanya saja, yang penting kenyang dan bergizi. "Kau yang memasak semua ini?" tanya Angelica tidak percaya. Tak hanya menu sarapan lengkap, tetapi juga ada makanan manis dan jelly. Seraphina meringis. "Aku tidak bisa tidur lagi setelah terbangun dini hari, jadi aku utuskan untuk memasak saja." "Namun, tidak sebanyak ini juga, Seraphina." Bahu Angelica merosot. "Ini terlalu banyak. Siapa yang akan menghabiskannya nanti, sedangkan kau sudah akan menginap di tempat ujian mulia hari ini." Mata biru Seraphina mengerjap beberapa kali, dua masih belum mengerti dengan apa yang dikatakan sepupunya. Menginap? Astaga, benarkah? Namun, kenapa para peserta harus menginap? Toh, mereka tidak terlambat mengikuti ujian. Mereka semua –para peserta– tiba tepat waktu, tidak ada seorang pun yang datang terlambat. Mereka memasuki gedung tempat ujian begitu bel berbunyi. Lalu, kenapa mereka diharuskan untuk menginap? Apakah itu sebuah kewajiban? Berapa lama mereka akan berada di sana? "Apa maksudmu, Angelica?" tanya Seraphina. Matanya berkedip-kedip dalam kebingungan karena tidak dapat menjawab pertanyaan di dalam kepalanya. Angelica mengangguk. "Iya, seperti itu. Tepat seperti yang kau pikirkan," jawabnya. Angelica meringis, tidak seharusnya dia memberi tahu sepupunya soal hal itu. Guru mereka akan memberitahukannya setelah Seraphina tiba di tempat ujian nanti. Hari ini masih ujian tertulis, besok baru akan dimulai ujian secara praktek yang pastinya akan lebih sulit. "Tuan Gabriel akan menjelaskannya padamu nanti." Angelica menarik kursi yang biasa didudukinya. Dia mengambil beberapa potong sosis goreng, sepotong telur goreng, beberapa lembar bacon, selembar roti panggang yang sudah dioles selai kacang. Seraphina menang sangat mengetahui kesukaannya. "Berapa lama aku akan berada di sana?" tanya Seraphina tanpa menyembunyikan nada ketidaksukaan dalam pertanyaannya. Dia tidak ingin menginap, ingin tidur di kamarnya saja, di atas ranjangnya yang empuk. Dia tidak terbiasa tidur di tempat lain, apalagi bersama beberapa orang laki-laki. Meskipun tidak tidur dalam kamar yang sama, tetap saja rasanya akan sangat tidak nyaman. "Selama satu minggu, mungkin." Angelica mengedikkan bahu cuek. Suaranya terdengar sedikit berdengung, mulutnya dipenuhi roti. Dia baru menggigitnya bersamaan dengan Seraphina yang mengajukan pertanyaan. "Satu minggu?" ulang Seraphina. Matanya melebar, tak percaya dengan apa yang dikatakan Angelica. "Kenapa sangat lama?" tanyanya tak bersemangat. Selera makannya hilang, menguap setelah mendengar jawaban dari Angelica. "Lalu, apa kau dulu juga sama sepertiku, satu minggu jauh berada dari rumah?" Saat Angelica mengikuti ujian, Seraphina belum diciptakan. Tidak heran jika dia tidak mengetahui apa-apa tentang dirinya saat mengikuti ujian yang sama seperti dirinya. Dengan malas Angelica mengangguk. Entah kenapa Seraphina sangat menyebalkan hari ini. Dia terlalu banyak bertanya membuatnya merasa seperti sedang diinterogasi saja. "Tak hanya aku, tetapi semua malaikat yang terpilih mengikuti ujian akan menginap di asmara untuk sementara agar panitia dan juri bisa mengamati kalian secara keseluruhan. Mereka akan menilai kalian pantas atau tidak mendapatkan mahkota itu." Seraphina mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti, padahal hanya sedikit dari kata-kata Angelica yang dipahaminya. Tentang mereka, para peserta ujian, yang harus tinggal di asrama untuk sementara waktu. Lalu, apakah dia juga akan tinggal bersama dengan yang lainnya, sementara dirinya adalah satu-satunya perempuan di antara tujuh orang peserta? Bukankah rasanya kurang pantas jika dia bergabung bersama mereka? "Angelica, bolehkah aku bertanya satu pertanyaan lagi?" Angelica mendelik mendengarnya. Dia urung memasukkan sosis ke dalam mulutnya. "Bertanyalah setelah aku selesai sarapan," katanya membelalak judes. Meskipun masih sangat penasaran, Seraphina melakukan permintaan sepupunya. Angelica adalah malaikat yang manis, tetapi juga bisa menjadi menyeramkan jika sudah marah. Seraphina meneguk ludah kasar, menyantap sarapannya dengan tidak bernafsu lagi. Selera makannya menguap setelah mendengar perkataan Angelica tentang menginap dan asrama. *** Halaman gedung yang menjadi salah satu terbesar di dunia malaikat sudah dipenuhi oleh berbagai macam malaikat yang ingin melihat para malaikat tingkat dua yang akan kembali bertanding hari ini. Memang masih dalam tahap ujian tertulis, tetapi tidak mengurangi antusias mereka untuk memberikan semangat kepada malaikat tang mereka jagokan untuk menjadi pemenang. Sudah beberapa menit yang lalu Tauriel berdiri di pintu gerbang gedung. Dia sedang menunggu Seraphina, mereka berjanji untuk bertemu di sini, di pintu gerbang ini kemudian masuk ke dalam gedung bersama-sama. Ini adalah hari kedua ujian kenaikan tingkat, tidak mungkin Seraphina tidak datang karena dia adalah salah satu peserta. Tauriel memanjangkan lehernya, celingukan ke kanan ke kiri mencari keberadaan Seraphina. Sebentar lagi ujian akan dimulai, dan sahabatnya itu belum datang juga. Jangan katakan jika Seraphina tersesat dalam perjalanan menuju ke sini karena itu sangat tidak lucu. Ingin menghubungi Seraphina menggunakan telepati, tetapi dia tidak bisa melakukannya. Mereka, para malaikat tingkat kedua, maupun yang berada satu tingkat di bawah mereka, tidak memiliki kepandaian untuk itu. Hanya para malaikat tingkat pertama saja yang memiliki telepati dan mampu berbicara dengan sesama mereka menggunakannya. Kecuali berkomunikasi dengan guru mereka, barulah bisa. Itu pun guru mereka yang lebih dulu menghubungi. Sekali lagi Tauriel mencoba mencari keberadaan Seraphina. Siapa tahu, 'kan, sahabatnya itu sudah sampai, tetapi lupa dengan janji mereka untuk bertemu di tempat ini. Namun, lagi-lagi nihil. Dia tak melihat Seraphina di mana pun. "Astaga, kau di mana, Seraphina?" Tauriel bergumam, bertanya pada dirinya sendiri. Jujur saja, dia khawatir. Seraphina memiliki ingatan yang payah, apalagi di saat seperti ini ada ujian kenaikan tingkat. Dia khawatir sahabatnya tersesat. Kedua tangan Tauriel saling meremas dengan gelisah. Waktu semakin berjalan, beberapa menit lagi ujian akan dimulai. Jika Seraphina tidak datang, atau terlambat sekalipun nilainya akan dikurangi, dan akan dikeluarkan dari peserta ujian jika tidak datang tanpa alasan. Seorang malaikat bersayap emas turun di depan Tauriel. Bibir merahnya merekah senyum saat mata birunya bertemu dengan mata emerald milik malaikat bersayap cokelat gelap. Angelica memeluk Tauriel setelah menyembunyikan sayap emasnya di belakang punggungnya. "Apa kau sedang menunggu Seraphina?" tanya Angelica setelah mengurai pelukan. Tauriel mengangguk cepat. "Iya!" jawabnya setengah berseru. "Apakah dia baik-baik saja? Seraphina tidak tersesat, bukan?" Angelica tertawa. Dia tentu tahu kebiasaan sepupunya yang sering kali lupa dengan jalan pulang. "Jangan khawatir, Tauriel, Seraphina baik-baik saja. Dia sedang bersama dengan Tuan Gabriel." "Benarkah?" tanya Tauriel tidak percaya. "Syukurlah!" katanya mengembuskan napas lega setelah melihat anggukan kepala Angelica. "Aku khawatir jika dia tersesat."Dia meringis. Angelica kembali tertawa, kali ini tak sekeras tadi. Dia sudah bisa menahan diri. "Aku juga mengkhawatirkan sifat pelupanya itu," katanya setelah tawanya reda. "Makanya tadi ingin aku mengantarkannya ke sini, tetapi ternyata Tuan Gabriel memanggilnya. Kupikir beliau ingin memberikan sedikit informasi mengenai kelanjutan ujian ini." Alis Tauriel menyatu. "Apa maksudmu, Angelica?" tanyanya bingung. "Apakah peraturan ujian berubah?" Angelica adalah malaikat tingkat pertama, itu artinya dia sudah pernah mengikuti seleksi ujian kenaikan tingkat seperti yang sedang diikuti Seraphina. Oleh sebab itu, tentu saja dia mengetahui semua seluk beluk tentang ujian ini. Tauriel mendesah jengkel di dalam hati, kenapa dia harus menanyakan pertanyaan bodoh seperti itu. "Maafkan aku, Angelica. Aku hanya khawatir pada sepupumu yang ceroboh itu," kata Tauriel lemah. Angelica tersenyum lebar, menepuk bahu Tauriel lembut. "Aku mengerti," sahutnya, "Bukan kau saja yang khawatir pada Seraphina, aku juga mengkhawatirkannya. Jujur saja, aku awalnya sempat menolak dan berniat memprotes keputusan Tuan Gabriel. Namun, kemudian kau sadar. Pasti ada sesuatu dalam diri Seraphina yang membuat Tuan Gabriel memilihnya untuk ikut dalam ujian ini. Sesuatu yang tidak bisa kita lihat dan tidak kita sadari." Tauriel mengangguk. "Aku juga berpikir seperti itu, Angelica. Hanya saja, aku tetap khawatir. Kau tahu, 'kan, betapa polosnya sepupumu?" tanyanya dengan kedua tangan saling meremas. Angelica mengembuskan napas melalui mulutnya, kemudian tersenyum. Dia senang Seraphina memiliki sahabat seperti Tauriel yang sangat perhatian dan menyayanginya dengan tulus. "Terima kasih sudah menemani Seraphina dan menyayanginya dengan tulus selama ini, Tauriel. Kau adalah satu-satunya orang yang tidak mentertawakan dan mengejek Seraphina saat dia melakukan kesalahan. Terima kasih selalu mendampinginya saat aku tidak ada." Tauriel juga tersenyum. "Aku sudah menganggap Seraphina seperti saudaraku sendiri," katanya. Percakapan mereka terjeda karena bunyi lonceng berdentang tiga kali yang menandakan ujian kenaikan tingkat akan segera dimulai. Tauriel dan Angelica sama-sama menatap ke arah jalan utama sambil menahan napas mereka. Rasanya jantung mereka hampir melompat dari tempatnya, Seraphina tidak terlihat juga. Semua peserta ujian dipersilakan memasuki ruangan! "Astaga! Apa kau mendengarnya, Angelica?" Tauriel memekik. Dia memegangi pipinya dengan dramatis. "Bagaimana ini?" Angelica tidak menjawab. Dia juga sama paniknya dengan Tauriel. "Ke mana Seraphina?" tanya Tauriel entah pada siapa. "Dia sudah berada di ruangan untuk mengikuti ujian." Bukan Angelica yang menjawab, melainkan seorang lain yang suaranya sangat tak asing bagi kedua malaikat perempuan itu. Dengan cepat mereka berbalik, meneguk ludah sudah payah melihat Gabriel berdiri tepat di belakang mereka. Angelica mundur satu langkah dengan cepat, kemudian berlutut dengan satu lutut menyentuh tanah. Tauriel yang baru saja dapat mengendalikan diri langsung mengikutinya. Dia berlutut di sebelah Angelica. "Tuan Gabriel!" Keduanya malaikat perempuan itu menunduk hormat kepada guru mereka. "Bangunlah!" pinta Gabriel dengan suaranya yang dalam. Tauriel dan Angelica bangun bersamaan. Refleks Angelica memang lebih peka dan lebih pandai mengendalikan diri dalam segala situasi, sehingga tadi dia lebih dulu menghormat kepada guru mereka. "Kalian tidak perlu khawatir pada Seraphina karena aku yakin dia pasti bisa menjaga dirinya dengan baik." Jeda. Gabriel menatap sekeliling sekilas. "Aku juga sudah memberi tahunya tentang segala yang berhubungan dengan ujian ini, dan dia mengerti." "Maafkan aku sempat meragukannya, Tuan." Angelica berkata lirih, dia menundukkan kepalanya. "Aku tahu, Anda pasti memiliki pertimbangan tersendiri dalam memilihnya. Anda pasti melihat sesuatu yang tidak bisa kami lihat dalam diri Seraphina." Gabriel hanya tersenyum sebagai jawaban. Senyum yang membuat tak hanya kedua muridnya terpesona, tetapi juga para malaikat lain yang melihatnya. Di antara ketujuh penghulu malaikat, hanya Gabriel yang sering menunjukkan senyumnya, sedangkan yang lainnya tidak pernah sama sekali. "Sampai nanti, Anak-anak, kau harus kembali. Ada sesuatu yang harus kukerjakan." Sekali lagi Gabriel tersenyum, kemudian lenyap setelah berbalik. Angelica dan Tauriel menundukkan kepala mereka satu detik sebagai tanda hormat kepada guru mereka. "Baiklah, aku sudah yakin sekarang dengan kemampuan Seraphina," kata Tauriel bertepuk tangan satu kali. Mata emeraldnya berbinar. "Hanya saja, aku tetap khawatir. Bagaimana denganmu, Angelica?" tanyanya sambil menatap malaikat bersayap emas itu. Angelica menggeleng kacau. "Aku juga sama sepertimu," jawabnya, "Aku tidak meragukan kemampuan Seraphina, hanya saja masih ada yang terasa mengganjal." Tauriel mengangguk. "Kau benar," katanya lemah. Bahunya merosot. "Itu tepat seperti yang kurasakan. Sayangnya aku masih belum tahu apa yang janggal itu." "Seandainya saja Tuan Gabriel mau memberi tahu apa yang dilihatnya pada diri Seraphina, kupikir kita bisa sedikit menebak yang janggal itu." Angelica melipat tangan di depan d**a, menggigit sudut bibir bawahnya, sepasang alis berkerut tajam. Dia tengah berpikir keras. "Aku menyerah!" Tauriel mengangkat kedua tangan setinggi telinga. "Aku berhenti menebak, dan hanya akan memercayai Seraphina saja. Sekarang, apa kau ingin ikut denganku untuk menunggu Seraphina menyelesaikan ujiannya hari ini, Angelica?" tanyanya kembali bersemangat. "Aku mau sekali, seandainya tidak ada tugas yang harus kujalankan." Bibir merah Angelica terlipat. "Aku harus pergi ke dunia manusia untuk mendampingi seseorang," katanya lirih. "Sayang sekali " Tauriel menggeleng. "Jika seperti itu, berarti aku saja yang menunggunya." Angelica mengangguk. "Mengobrollah yang lama karena setelah ini kalian tidak akan bisa bertemu selama satu minggu." "Apa katamu?" Mata Tauriel melebar. "Apa Seraphina akan pergi?" tanyanya. Angelica menggeleng. "Dia tidak ke mana-mana, hanya akan tinggal di asrama selama satu minggu ini untuk berkonsentrasi pada ujian. Selain itu juga untuk penilaian. Semua kegiatan Seraphina akan dinilai oleh tim juri." Bahu Tauriel kembali merosot. "Kenapa harus seperti ini?" tanyanya lirih, seolah pertanyaan itu ditujukan untuk dirinya sendiri. Angelica mengedikkan bahu. Memang harus seperti itu, Tauriel. Dulu aku juga tinggal di asrama selama itu saat ikut ujian." Tauriel menarik napas panjang, mengembuskannya dengan pelan melalui rongga hidungnya. "Baiklah, aku akan memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mengobrol bersama Seraphina hari ini. Terim kasih karena sudah memberi tahu, Angelica." Angelica tersenyum manis. "Sama-sama," sahutnya. Dia mengepakkan sayapnya. "Aku harus pergi sekarang. Sampai nanti, Tauriel!" "Sampai nanti!" Tauriel menatap punggung Angelica sampai malaikat perempuan itu menghilang di antara gumpalan awan berwarna keperakan. Dia sendiri memasuki gerbang kemudian berbaur bersama malaikat yang lain yang juga sedang menunggu teman mereka yang tengah berjuang di dalam gedung. Semangat, Seraphina. Aku yakin kau pasti bisa!

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD