Bab 3

2032 Words
Waktu untuk ujian hari pertama sudah selesai. Seraphina mengembuskan napas lega karena bisa mengerjakan semua soal yang diberikan dengan cukup baik. Dia langsung melebarkan langkah menyusuri lorong yang akan membawanya keluar gedung besar ini. Dia menyeret kakinya ke arah taman yang berada di samping kanan gedung. Tauriel mengatakan akan menunggunya di sana. Daripada di halaman gedung, taman itu relatif sepi, tak banyak malaikat yang berada di taman.itu, mereka lebih tertarik untuk melihat langsung ketujuh orang malaikat yang tengah bertanding memperebutkan kedudukan tertinggi di antara para malaikat. Taman ini bukanlah yang terindah di dunia malaikat. Taman di istana para penghulu malaikat jauh lebih indah. Namun, yang namanya taman tetap saja menyajikan suasana yang nyaman sehingga siapa pun pasti akan betah berada di sana walau berjam-jam lamanya. Tauriel juga demikian, dia terlihat asyik menatap ke satu titik bagian timur taman sampai-sampai tidak menyadari kehadirannya. Seraphina berdecak, menyadari dia dikalahkan oleh bunga Magnolia merah muda yang tumbuh di sana. Untuk menarik perhatian sahabatnya yang terus tertuju ke sana, Seraphina berdehem satu kali. "Ekhm!" Tauriel menoleh cepat, tersenyum melihat Seraphina sudah berdiri di sampingnya. "Kapan kau datang?" tanyanya dengan sepasang alis mengerut. "Apakah ujiannya sidah berakhir? Lalu, bagaimana hasilnya, apakah kau berhasil?" Seraphina memutar bola mata mendengar berondongan pertanyaan itu, dia mengembuskan napas sebelum menjawab. "Masih ada beberapa ujian lagi sebelum aku dinyatakan berhasil atau tidak." Seraphina duduk di samping Tauriel, pandangannya lurus ke depan, ke arah pelangi yang tak pernah menyembunyikan diri di sebelah timur sana. "Namun, untuk hari ini ujiannya sudah selesai. Hanya ujian tertulis, dan kupikir aku bisa melewatinya." Tauriel mengangguk. "Kabar yang baik!" komentarnya penuh semangat. "Iya!" Seraphina tersenyum. "Kuharap besok aku juga bisa melaluinya dengan baik seperti ujian hari ini." "Semangatlah, Seraphina!" Tauriel memeluk Seraphina. "Kau pasti bisa melakukannya. Kau harus ingat, kau adalah murid kesayangan Tuan Gabriel, dan aku yakin ada sesuatu dalam dirimu yang membuatnya memilihmu untuk ikut dalam ujian ini." Seraphina menatap Tauriel cepat, matanya yang sewarna langit musim semi yang cerah, menyipit. "Apa maksudmu aku murid kesayangan Tuan Gabriel?" tanyanya sambil mengurai pelukan. "Bukankah kita semua sama? Tuan Gabriel menyayangi kita semua muridnya, Tauriel!" Tauriel meringis. "Iya, maksudku seperti itu," katanya dengan tangan mengusap tengkuk. Dia lupa jika sedang berbicara dengan Seraphina yang notabene tidak suka dengan sesuatu yang dibeda-bedakan. Dalam pikiran Seraphina yang polos, semua malaikat itu sama baik dan kuatnya, kecuali para penghulu malaikat. Tujuh orang guru mereka itu memiliki segalanya yang lebih dari mereka. "Jangan pernah membeda-bedakan dirimu sendiri, Tauriel. Ingatlah, bahwa kita semua istimewa!" Seraphina berdiri, merentangkan kedua tangannya. Namun, sedetik kemudian dia kembali duduk di posisinya semula, menatap Tauriel dengan serius. "Apa kau tahu, Tauriel, tadi setelah aku menyelesaikan ujian tertulis, Aslan mendekatiku." Mendengar nama Aslan disebut, Tauriel yang tadi tampak biasa saja, sekarang mendengarkan dengan serius. Mimik wajahnya juga menunjukkan keseriusan yang sama. Dia memang tidak seperti para malaikat perempuan lainnya pemuja Aslan. Dia memang menyukai Aslan dan mengidolakannya, tapi tidak terlalu seperti teman-temannya yang lain yang tergila-gila. Namun, meskipun seperti itu, tetap saja nama Aslan menjadi sesuatu yang sangat menarik baginya. Apalagi jika malaikat angkatan kedua paling tampan itu mendekati Seraphina. Itu adalah berita yang sangat menghebohkan. Bayangkan saja,Aslan yang dingin dan irit bicara mendekati Seraphina yang ceroboh dan selalu berisik. Bukankah mereka akan menjadi pasangan yang dangat kontras? "Mendekatimu?" tanya Tauriel penasaran. Terkadang kata-kata Seraphina tidak dapat dipercaya. Anggaplah dia tidak akurat, kabar yang dibawanya terkadang tidak benar. Seraphina mengangguk. "Dia tahu namaku," bisiknya seraya bergidik antara ngeri dan takut. "Benarkah?" Tauriel kembali bertanya. Kali ini dia serius. Sepasang alisnya berkerut. Sedikit aneh mengetahui seorang malaikat yang bisa disebut sebagai yang nomor satu mengetahui nama malaikat lainnya. Seraphina memang terkenal, banyak yang tahu namanya, tapi semua itu dikarenakan kecerobohannya. Dia dan Aslan sangat bertolakbelakang, tetapi Aslan tahu namanya, bukankah itu sesuatu yang sangat wow? Seraphina mengangguk lagi. Dia menengok ke kanan dan ke kiri dengan cepat, mencari tahu apakah ada malaikat lain di dekat mereka. Setelah memastikan keadaan aman, dua kembali membisiki Tauriel. "Tatapan matanya sangat dingin, menakutkan." Dia menggeleng, berusaha melupakan tatapan mata biru Aslan yang menghunusnya. Tauriel mengerutkan kening. Tidak mungkin Seraphina hanya mengada-ada. Dia sangat mengenalnya, meskipun ceroboh Seraphina bukan seorang yang suka diperhatikan, apalagi mencari perhatian. Seraphina seorang yang sederhana, sangat kecil kemungkinan dia mengatakannya hanya karena ingin membuatnya cemburu. Lagipula, untuk apa? Dia tidak menyukai Aslan seperti malaikat perempuan lainnya, dia hanya mengaguminya. "Kupikir Aslan bersikap dingin pada semua orang karena dia adalah murid Tuan Mikail yang memang sedikit lebih dingin dari Tuan Gabriel, ternyata bukan." Seraphina masih melanjutkan ceritanya. Tak sadar jika dirinya sudah seperti para malaikat perempuan yang suka bergosip. "Kupikir dia mencoba untuk mengintimidasiku melalui tatapannya itu, tapi sayangnya dia tidak berhasil." "Benarkah?" Seraphina mengedikkan bahu. "Entahlah, itu hanya menurut pikiranku saja. Aku tentu berharap tidak seperti itu karena jika itu memang benar, bukankah bisa dikategorikan sebuah kecurangan?" "Maksudmu?" tanya Tauriel dengan sepasang alis berkerut. "Aslan mencoba mengintimidasiku, dia mencoba membuatku takut. Bukankah itu curang?" Seraphina memicingkan mata menatap Tauriel. "Dia mencoba menyerang psikisku agar aku kalah dalam pertandingan ini!" Dia setengah memekik, tapi masih dengan suara yang lirih. Seraphina masih sadar di mana mereka berada. Dia tidak ingin ada yang mendengarnya dan mengadukannya kepada panitia pertandingan. Dia tak ingin dituduh menjelek-jelekkan peserta lain. Dia tak ingin membuat Tuan Gabriel malu karena ulahnya. Satu lagi, dia tak ingin menjadi orang yang dibenci para malaikat perempuan penggemar Aslan yang berjumlah tidak sedikit. "Jangan berpikiran negatif seperti itu, Seraphina." Tauriel menggeleng. "Kau harus bahagia agar dapat berkonsentrasi pada pertandingan ini dan memenangkan mahkota. Ingat, kesempatan ini hanya sekali seumur hidup. Jika kau kalah maka kau akan tetap menjadi malaikat tingkat kedua selamanya." Seraphina diam, tatapannya lurus ke depan. Dia memikirkan kata-kata Tauriel. Sahabatnya benar, dia tidak boleh terlalu memikirkan masalah ini, dia harus berkonsentrasi pada pertandingan. Jangan sampai Aslan menang dan mendapatkan mahkota malaikat. Dia yakin tujuan Aslan menyapanya tadi hanya untuk mengganggu konsentrasinya. Besok adalah ujian praktek langsung, ujian yang ditunggu-tunggu karena dia akan turun ke dunia manusia untuk pertama kalinya. Semangat Seraphina kembali menggebu, sampai-sampai tubuhnya bergetar. "Kau benar, Tauriel! Aku harus fokus pada ujian praktek besok." Mata biru Seraphina menatap Tauriel berapi-api. "Aku akan turun ke dunia manusia!" Dia meraih tangan Tauriel, menggenggamnya, dan menggoyang-goyangkannya dengan sedikit kuat sampai-sampai membuat tubuh Tauriel terlonjak-lonjak. "Iya, iya! Aku tahu kau sangat gembira karena akan pergi ke.dunia manusia, tapi bisakah kau lepaskan tanganku?" pinta Tauriel dengan mata membelalak. "Tak perlu membagi kebahagiaanmu jika itu menyakiti tanganku!" Dia menyentak tangannya dengan sedikit kuat, tapi tidak kasar. Meniup-niupnya seolah dengan melakukan itu tangannya yang memerah, memudar. Seraphina meringis. Dia sadar jika dirinya terlalu bersemangat. Apalagi ini tentang dirinya yang akan pergi ke dunia para manusia yang katanya sangat indah, untuk pertama kalinya. Dia akan melihat langsung bagaimana bentuk dan rupa para manusia yang katanya tak jauh berbeda dari mereka, para malaikat. Akan tetapi pekerjaan para manusia berbeda dengan mereka, para malaikat. Jangan bertanya dari mana dia mengetahuinya, Angelica memberi tahu segalanya padanya. "Apa yang akan kalian lakukan di dunia manusia besok?" Pertanyaan Tauriel membuyarkan lamunan Seraphina. Tergagap dia menatap malaikat berambut brunette itu. "Apa kau bertanya sesuatu, Tauriel?" tanyanya. Tauriel berdecak. Seraphina dan kecerobohannya, merupakan dua hal yang tak bisa dipisahkan. "Aku bertanya, apa saja yang akan kalian lakukan di dunia manusia? Apakah itu termasuk dalam ujian?" Seraphina menelengkan kepala, mengerutkan alis dan hidung mancungnya, tatapannya ke atas, pada gumpalan awan yang berarak. Matahari tidak pernah bersinar terik di dunia malaikat, sinarnya selalu hangat dan lembut. Tidak ada hujan lebat berpetir, tidak ada salju yang turun dengan deras, apalagi badai. Hanya ada musim yang hangat, hujan gerimis yang berpelangi, dan salju dengan intensitas normal. Semuanya yang ada di dunia malaikat serba terkendali. Yang Kuasa memberikan segala kemudahan untuk mereka. "Aku tidak tahu." Seraphina mengedikkan bahu. "Sepertinya kunjungan besok memang ada kaitannya dengan ujian kenaikan tingkat." "Berarti kau harus bersungguh-sungguh, Seraphina. Ingat apa kataku, kau harus fokus. Jangan sampai kalah pada para malaikat pria itu. Kau harus mampu membuktikan jika kita para perempuan juga bisa lebih hebat daripada mereka!" kata Tauriel menggebu-gebu. Seraphina mengangguk. Iya, dia harus bisa menunjukkan pada para malaikat laki-laki itu jika mereka para malaikat perempuan juga bisa menyamai mereka, atau bahkan melebihi mereka. Dia akan berusaha sebisanya untuk mendapatkan mahkota malaikat. *** Sebab Seraphina mengikuti ujian, dia dibebastugaskan dari semua kewajiban yang dilakukannya setiap hari. Tak hanya Seraphina, tapi juga keenam malaikat lainnya yang sama-sama mengikuti ujian kenaikan tingkat bersamanya. Untuk hari ini, mereka diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing. Namun, untuk besok dan seterusnya selama ujian berlangsung, mereka akan ditempatkan di sebuah rumah besar yang letaknya tak jauh dari tempat ujian berlangsung. Seraphina melemparkan tubuhnya dengan cukup kuat ke atas sofa panjang di ruang tamu, begitu tiba di rumahnya. Dia sangat lelah, lebih lelah dari hari-hari biasanya. Padahal dia tidak bekerja, tidak melakukan kegiatan apa pun selain ujian tertulis tadi pagi. Namun, lelahnya bisa sampai seperti ini. Seluruh tubuhnya terasa remuk, seakan-akan baru terjatuh dari tebing paling tinggi. Seraphina tapi dak menyangka jika hanya duduk-duduk saja bisa selelah ini. Mungkin karena otaknya yang bekerja tadi sehingga seluruh tubuhnya merespons dengan kelelahan ini. Sekarang masih siang, dia pulang jauh lebih awal dari hari biasanya. Yang artinya dia akan menghabiskan sisa hari dengan berdiam diri di rumah saja. Tidak ada teman karena Angelica baru akan pulang pada sore hari, beberapa sebelum matahari terbenam. Angelica sangat sibuk, dia sudah bertugas di dunia manusia cukup lama. Katanya, dia taj ingin mengulangi kegagalannya beberapa waktu yang lalu. Kali ini dia harus bisa mendampingi manusia yang ditugaskan dia untuk menjaganya sampai manusia itu selamat. Angelica sangat bersemangat dalam tugasnya. Semangat itulah yang telah mengobarkan semangat Seraphina, membuatnya tak menyerah dalam berjuang untuk mendapatkan mahkota malaikat dan menjadi malaikat seutuhnya. Dia juga ingin seperti Angelica. Masih ada sekitar enam jam lagi menuju malam. Seraphina yang tak terbiasa duduk bengong di rumah seharian bingung harus melakukan apa. Ingin pergi ke rumah Tauriel, tapi sahabatnya itu sedang bertugas. Setiap mereka memiliki tugas masing-masing, berbeda setiap harinya. Jika hari ini bertugas mengantarkan surat, maka esok hari tugasmu yang lain lagi. Bisa saja menanam bunga dan sayuran atau tugas lainnya. Mereka harus mempertanggungjawabkan tugas mereka terhadap guru-guru mereka. Jika tidak menyelesaikannya maka mereka akan dihukum. Hukuman yang diterima cukup berat, yakni harus membersihkan seluruh kamar mandi di dunia malaikat. Meskipun tidak sendirian, tapi tetap saja mereka melakukannya dengan terpaksa. Seraphina mengerang kesal. Sepertinya dia akan menghabiskan sisa hari dalam kesendirian dan kebosanan. Sebelum bubar tadi, panitia pelaksana ujian meminta mereka untuk bersiap-siap agar besok mereka bangun dengan bersemangat. Oleh sebab itu, mereka diperbolehkan pulang lebih awal tanpa melaksanakan tugas harian. Ujian kenaikan tingkat sudah merupakan tugas yang berat untuk mereka, dan Seraphina mengakuinya. Hanya duduk mengerjakan lima puluh soal tertulis, rasanya lebih melelahkan daripada bergerak ke sana kemari mengantar surat seharian. Kamar tidur selalu mejadi tempat favorit bagi pemiliknya. Hal itu juga berlaku bagi Seraphina. Kamar tidurnya yang tidak terlalu besar, hanya diisi sebuah tempat tidur yang muat untuk dua orang, satu set meja belajar yang biasa digunakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan Tuan Gabriel, sebuah perapian, serta satu set sofa berwarna keemasan. Seraphina sangat menyukainya, warna itu mengingatkannya pada warna rambutnya dan rambut gurunya. Tuan Gabriel juga memiliki rambut yang sama dengan warna rambutnya. Selain itu, warna sayap mereka juga sama, perak. Dia semakin mengagumi gurunya yang sangat tampan dengan jubahnya yang berwarna senada. Mengingat Tuan Gabriel membuat semangatnya kembali. Sepertinya dia akan menghabiskan sisa hari ini dengan beristirahat yang cukup agar besok bisa lebih fokus dengan ujiannya. Besok sudah mulai ujian praktek yang kemungkinan akan lebih sulit dari ujian tertulis. Seraphina menarik napas panjang, mengembuskannya dengan pelan. Sepertinya dia harus berusaha keras, mengingat dirinya yang ceroboh. Dia berharap semoga tidak membuat kesalahan besok, dia tak ingin mempermalukan Tuan Gabriel. Gurunya merupakan sosok penting dalam hidupnya. Yang Kuasa menciptakannya dari buih lautan, sama seperti Dia menciptakan Tuan Gabriel. Mereka sudah terhubung sejak awal. Mungkin karena itu dia dan Tuan Gabriel memiliki ciri-ciri yang sama persis. Dari semua murid Tuan Gabriel, dan semua malaikat tingkat kedua, hanya dirinya yang memiliki warna rambut dan warna sayap yang sama persis dengan gurunya. Si sombong Aslan bahkan tidak ada mirip-miripnya dengan Tuan Mikail. Hanya sikap dinginnya saja yang agak mirip, tapi menurutnya Aslan hanya meniru. Malaikat sombong itu hanya ingin terlihat keren saja seperti tuannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD