Meja makan malam itu terasa lengang. Hanya ada bunyi pisau dan garpu yang sesekali beradu dengan piring porselen. Abimana duduk tegap, wajahnya masih terlihat jelas memar di rahang, namun ia sama sekali tidak menunjukkan ekspresi kesakitan. Di hadapannya terhidang steak daging empuk dengan jus jeruk segar. Menu favoritnya. Tiara yang menyiapkan semuanya, meski sambil terus mendengus dalam hati. Abimana menatap piringnya sejenak, lalu tersenyum kecil. “Sejak dulu kamu memang sudah cocok jadi istri saya. Bahkan waktu masih sekretaris, kamu tahu apa makanan yang saya sukai.” Pisau di tangan Tiara berhenti. Ia mendongak, menatap tajam dengan sorot mata sebal. “Apa sih. Nggak jelas banget!” Abimana tidak menanggapi. Ia hanya melanjutkan makannya dengan tenang, menikmati setiap potongan stea

