Pagi itu meja sarapan terasa tenang, hanya aroma roti panggang dan kopi yang mengisi udara. Tiara duduk sambil menatap ponselnya, jari-jarinya sibuk menggulir layar. Sesekali matanya berhenti pada beberapa iklan kelas olahraga. Ya sudahlah, satu tahun ini aku terjebak. Mau nggak mau aku harus bertahan jadi istrinya. Kalau aku nggak sibuk, aku bisa gila tiap kali dia bikin aku mati kutu dengan kata-kata menjengkelkannya. Tiara mendengus sambil menutup layar ponselnya dengan kasar. “Dasar gila! Gue udah gila!” “Siapa yang gila, Tiara?” Suara berat itu langsung terdengar dari arah pintu. Abimana berjalan masuk sambil merapikan kancing lengan kemejanya. Tatapannya singkat namun tajam, cukup untuk membuat Tiara tersentak. “Apa sih, kepo!” Tiara memutar bola matanya, lalu buru-buru menyerup

