tak tau
POV Ilfi
Ilfi lestari adalah nama ku usia ku 28 tahun aku meliliki sepasang anak yang jaraknya cukup jauh. Ya di saat anak perempuanku berusia 10tahun aku memiliki anak lagi. Kehidupan keluarga kami begitu harmonis dan damai hanya ada pertengkaran kecil bumbu-bumbu berumah tangga. Suamiku yang seorang buruh pabrik yang memproduksi cabai kering dengan upah satu juta limaratus ribu perbulan sudah lebih dari cukup untuk kehidupan kami. Walau sebenarnya mas wawan anak seorang yang berada namun dia tidak mau merepotkan kedua orang tuanya. Bahkan mas wawan di sela- sela liburnya setiap minggu di gunakan untuk membuat kripik talas maupun batang talas kripik bayam kripik jantung pisang untuk di titipkan di warung warung bahkan di kantin pabrik. Karna mas wawan paling tidak bisa berdiam diri tanpa melakukan apa saja bahkan dia pun memelihara kelinci juga burung bahkan ayam oun dia pelihara.
"Apa gak capek sih yah udah kerja pulang kerja pun masih sibuk dengan peliharaan " tanyaku di suatu sore setelah melihat suami ku yang baru pulang kerja sudah berkutat dengan andang kelincinya.
"Capek sih capek dek! la kepie kandangnya si cicil udah pada gapuk bisa brojol nanti ngerepotin kamu kalo sampai kabur keluar" jawab mas wawan santai. "Hahhhh terserah sampean ae yah pokok kalau malam gak nyusahin aku suruh mijiti "jawab ku sambil tersenyum.
"Beres pokok kalau tidur di keloni aja udah sembuh kok capeknya mas" canda mas wawan. Ku kepalkan tinju tangan di hadapan mas wawan dan kami pun tertawa bersama. Begitu indah kehidupan yang kami jalani.
Hingga adik dari suami ku menikah kehidupan kamipun jadi berubah, ya dia Deni adik satu-satunya suami ku yang telah bergelar sarjana. Dia menikahi kekasihnya yang bernama yuni karena telah hamil tiga bulan. Dan sontak membuat shok kelurga besar suamiku. Karena deni terkenal anak yang pendiam dan bahkan kurang banyak bergaul selayaknya anak- anak seusianya.
"Yang bener yah, deni ngehamilin si yuni?" tanya ku pada mas wawan di selasela makan malam kami. "ya gitu lah dek!" jawab mas wawan sambil menyuap sambel tempe buatanku. "Aku kok gak percaya seh yah kalau deni sampai segitunya,"."Tauk lah" jawab suamiku sambil mengerdikan bahunya.
"Emang adikmu itu gak takut sama ibuk, tau sendirikan ibuk tuh paling gak suka kalau gak sesuai kehendaknya, udah di sekolahin tinggi-tinggi eee ujung ujungnya lulus langsung nikah?ee hamil dulu lagi?" tanyaku yang masih penasaran. "wes talah engak usah ngurusi urusan orang biarkan saja yang penting kita udah pernah mengingatkan si deni dari dulu".
Benar dulu ketika deni mengajak yuni maen kerumah mas wawan udah pernah menginatkan kalau mau pacaran hati- hati jangan sampai terjadi hal yang membuat ibuk malu. Karena keluarga mas wawan tergolong orang terpandang di kota kami. Dan juga sebenarnya suamiku pun kurang sreg kalau adiknya berpacaran dengan yuni namun apalah daya yang ngejalani saja mau. Sempat aku tanya memang kenapa dengan pacarnya deni katanya kurang pas aja sama adiknya yang ganteng pendiam. Tapi apa boleh buat semua sudah di takdirkan oleh yang membuat hidup.
Dan akhirnya denipun menikahi yuni, yang tanpa kehadiran ibu mertua ku. Aku tau ibu mertuaku pasti malu anak yang di bangga banggakan selama ini ternyata menghamili anak orang.
Setelah yuni sah menjadi bagian dari keluarga besar suamiku sifat aslinya sedikit demi sedikit kian terlihat. Dia yang semasa berpacaran dengan deni begitu baik kepada mas wawan padaku bahkan pada ghisel anakku pun berubah. Sekarang dia menunjukan sikap bersaing mencari perhatian dan pengakuan dari keluarga besar pihak mertua laki- laki juga pihak keluarga besar mertua perempuan kami.
" Mbak il, mas wawan kerja dimana sekarang?" di sela-sela waktu menunggu toko. Oh ya sebelum yuni menikah dengan deni mungkin delapan bulan sebelum deni menikah aku di pasrahi toko sama ibu mertuaku untuk di kelola karena tau anakku ghisel sudah mulai sekolah dan mengaji. Karna jika harus pulang pergi kesekolah membutuhkan waktu limabelas menit. Jika pagi aku sudah mengantar sekolah dan pulang lagi bakal empat kali pulang pergi. mungkin itu juga salah satu alasan mertuaku membukakan toko. Dan mungkin juga alsannya ingin memberi uang jajan padaku ataupun pada ghisel putriku. Ya karena mas wawan selalu tidak mau kalau di kasih uang jajan tanpa mengeluarkan tenaga katanya garai tuman jadi mengharapan uluran tangan tanpa kita susah susah.
" Alah biasa yun,masmu tetep nguli di pabrik." jawab ku sambil menulis harga rokok yang akan aku tata di etalase.
"Kenapa engak nyoba korea aja mbak kan enak gaji gede bisa punya apa-apa." celetuk yuni lagi sambil ngemil canghai.
"Walah yun yun mas mu itu lo udah sekolah belajar bahasa korea,udah ikut tes kesana kemari tapi ya gak tau belum rezeki, walau lulus pun tetep nunggu panggilan, dan udah hampir tiga taun dari kelulusannya mas mu juga engak ada panggilan, malah kata pihak tempat kursusnya masa berlakunya cuma tiga tahun kalau udah lebih di suruh tes lagi, udah males lah masmu ." jawab ku
" Ohhh" sambil manggut manggut yuni mencerna kata-kataku." Kalau aku mbak mas deni tak suruh cariin kerja sama mamas mamas ku yang ada di borneo" ucap yuni lagi " Ya bagus lah kan deni sarjana eman kan ijasahnya nganggur apa lagi cuma ikut nunggu toko ini." ucap ku sembari senyum padanya
" Huuh mbak mas deni kan anak kesayangan mami engak enak banget kalau cuma numpang hidup, kasian kan udah engak muda lagi eehh masih menghidupi anak-anak bahkan cucunya." mak deg tangan q seketika beehenti memasukan minuman minuman kemasan ke dalam kulkas pendingin,d**a ku langsung kena. Dalam hati aku langsung ngerasa apa pemikiran yuni segitunya ya, dia pikir aku dan suamiku cuma mengharap uluran tanggan dari orang tua.
Masak iya wanita yang udah aku anggap adikku sendiri ternyata punya pemikiran jelek kepadaku.
oh aku tak tau selama ini ternyata.