bc

Leazova

book_age16+
45
FOLLOW
1K
READ
adventure
tragedy
mystery
straight
expert
male lead
magical world
realistic earth
supernature earth
kingdom building
like
intro-logo
Blurb

Rey Sann harus rela masuk ke dalam buku cerita yang berjudul Leazova. Pemuda tampan itu sangat malu menampakkan wajahnya karena terlalu tampan. Selalu diserbu para gadis saat akhir pekan. Bekerja di toko buku tua di kota Vier yang tua. Terpaksa harus melihat semua kehidupan di dalam buku cerita dan terlibat masalah yang harus dia selesaikan demi bisa kembali ke dunia nyata.

Akibatnya Rey mendapatkan pengalaman luar biasa bahkan bertemu gadis yang mampu menarik perhatiannya. Gadis lugu dan mematikan bernama Zee Rui dari kerajaan Leazova. Mampukan kisah Leazova mengubah kepribadian Rey? Bagaimana perjalanan Rey di dunia cerita? Semua akan jelas ketika toko buku tua mulai dibuka.

Cover by Aloegreen

Font : Special Elite by PicsArt

chap-preview
Free preview
Prolog
Kota Vier adalah kota tua yang sangat padat. Banyak gedung menjulang tinggi. Kendaraan ramah lingkungan juga menyertai. Jika akhir pekan seluruh tempat hiburan dan bersantai pasti ramai para remaja. Salah satunya toko buku tua yang terletak di pusat kota. Setiap hari libur kerja toko itu dikunjungi lebih dari seratus orang yang mayoritas perempuan. Hampir semua gadis di kota Vier pernah datang ke toko tersebut. Dikarenakan ada pemuda tampan yang parasnya nyaris sempurna jika saja tidak menutupi wajahnya dengan rambut lantaran malu. Dia bernama Rey Sann. Usianya 22 tahun. Postur tubuh tinggi tegap, senyum malu-malu dan sedikit bicara menjadi ciri khas darinya. Rey tidak pandai bergaul. Tidak terlalu dekat dengan perempuan justru terbilang takut. Setiap hari diserbu gadis cantik yang sangat mengidolakannya membuat Rey menahan mual, tetapi tetap bertahan di toko itu karena majikannya sangat baik. Bukan berarti dia tidak tertarik dengan perempuan. Tuan Kezo yang sudah berusia 50 tahun adalah pemilik toko buku tua itu. Tidak memiliki keluarga dan membuat tokonya menjadi rumah tinggalnya. Rey tak kuasa meninggalkan tuan Kezo. Rey sudah dianggap seperti anaknya sendiri. Setiap kali Rey mengalami masalah, pasti tuan Kezo membantunya. Ramah dan murah senyum, bahkan tidak pernah marah. Itu yang disukai Rey dari tuan Kezo. Seperti saat ini, akhir pekan yang lumayan melelahkan bagi Rey. Dia harus melayani semua gadis-gadis yang antri di meja kasir. Bukan hanya membayar buku yang jumlahnya lebih dari satu, tetapi meminta tanda tangan Rey dan memaksa Rey untuk berfoto dengan mereka. Terpaksa Rey memasang senyum kaku yang menurut mereka semanis madu. Kerap kali para gadis itu jahil membuat Rey risih. Mencolek dagunya, menyibak rambutnya, sampai hampir menciumnya pun ada. Rey lari dan memanggil tuan Kezo, tetapi majikannya sedang keluar toko. "Jangan mendekat! Silahkan antri di kasir dulu!" pekik Rey yang menjauh dari beberapa gadis. "Aaaa! Suaramu seksi sekali! Boleh aku menciummu? Sekali saja, boleh, 'kan?" pinta salah satu dari mereka sambil memoncongkan bibirnya. Rey bergidik, "Eee, hehe. Tidak usah! Kalian baris saja dulu yang rapi. Aku akan segera kembali!" langsung lari keluar dari pintu belakang. Gadis-gadis itu mengejarnya. Tangan Rey gemetar mengunci pintunya. "Tuan Kezo pergi kemana? Mereka ganas-ganas!" Celingukan tak menghiraukan teriakan para pelanggan. Mengambil sepeda onthel dan mengayuhnya di tepian jalan raya. Biasanya pemilik toko itu pergi mencari makanan atau melihat surat kabar terbaru di toko sebelah. Namun, Rey sudah mencari selama lima menit tidak kunjung bertemu. Akhirnya Rey kembali dan pasrah menghadapi kenyataan. 'Resikonya menjadi tampan. Kenapa Tuhan memberiku paras yang rupawan? Sekarang gadis-gadis itu seperti harimau betina yang lapar. Habislah aku,' sedih Rey dalam hati seraya masuk kembali ke dalam toko. Senyum manisnya kembali terukir. Pekikan histeris kaum hawa memenuhi toko buku. Mereka memberi jalan mempersilahkan Rey untuk menuju meja kasir. "Rey! Kau dari mana saja? Kami menunggumu, tau!" "Aku mau beli semua buku novel ini! Asalkan kau berfoto manja denganku dengan bonus boleh memelukmu!" "Hei, si tampan sudah datang! Hahh, kenapa ada malaikat indah tak bersayap di kota ini? Aktor dan model kalah denganmu, Rey Sann! Tetap bersama kami di toko buku ini, ya!" "Rey, Sayangku! Kau panas sekali! Aku mencintaimu! Tidak-tidak, tapi kami mencintaimu!" Masih banyak lagi seruan kagum mereka. Rey hanya mengangguk serta tersenyum malu sembari melayani transaksi pembelian buku. Namun, lantaran tidak tahan semua gadis itu menyerbu masuk ke meja kasir dan mengepung Rey. Rey tidak bisa melarikan diri. Jeritan mereka sampai terdengar dari luar toko. Dia habis dihajar colekan jari-jari lentik dan lipstik semerah darah menghiasi wajahnya. 'Seseorang, tolong aku!' rintih Rey dalam hati. Lemas tak berdaya setelah toko senyap. Pukul enam sore waktunya istirahat hingga dua jam mendatang. Rey duduk terpuruk di meja kasir dengan penampilan acak-acakan. Rambutnya sampai menyibak sempurna, menampakkan wajah rupawan yang sedikit berkeringat itu di pantulan cermin meja kasir. Napas Rey terengah. Tangannya bergetar mengambil sebotol air di sampingnya. Handphone berdering memunculkan notifikasi sang pemilik toko buku. Pesan singkat yang menyatakan bahwa tuan Kezo tidak pulang demi mengurus buku-buku lama yang akan dipindahkan dari percetakan ke toko miliknya. "Hahh, pekerjaan yang sulit untuk seusia tuan Kezo," desah rey. Dia tiba-tiba menunduk merasakan perasaan yang aneh. "Sulit juga bagiku di sini," sambungnya. Berdiri membawa botol minuman dan pergi ke ruang istirahat. Setidaknya waktu dua jam cukup untuknya menghapus sisa-sisa perbuatan pelanggan yang tidak sopan. Malam pun tiba, suhu berubah dingin. Memakai jaket tebal bekum tentu bisa melindungi diri dari dingin. Seperti biasa, Rey akan menata ulang buku-buku di rak. Masih ada lima menit untuk membuka toko, tetapi pintu toko sudah dibuka secara paksa oleh segerombolan anak muda yang cantik jelita. Rey terkejut, segera menghampiri dan menyuruh mereka keluar. "Kami butuh buku yang menceritakan kisah mitologi dan juga beberapa buku pelajaran yang harus kami beli. Ini mendadak, tolong bantu kami. Sebentar lagi kami harus ke sekolah menyerahkan semua buku itu," gadis-gadis itu memohon dengan wajah memelas. Rey mengamati mereka yang terlihat cukup serius dengan ucapannya. "Hmm, kalau begitu silahkan masuk. Aku tidak tau buku mana yang kalian maksud. Cari aku jika butuh sesuatu," ramah Rey. "Terima kasih, Kakak tampan! Kau manis sekali!" seru salah satu dari mereka. Rey hanya tersenyum kikuk lalu melenggang ke meja kasir. Tepat setelah remaja sekolah itu keluar, toko itu ramai lagi. Lebih ramai dari tadi siang. Rey mendesah pasrah menanggapi rayuan mereka. 'Fokus kerja, Rey. Mereka terlalu... Susah dijelaskan,' batinnya sabar. Toko buku tutup pukul dua belas malam. Saatnya tenang setelah mengusir semua orang yang tidak mau keluar. Rey meminta teman kerjanya untuk menginap karena tuan Kezo tidak pulang. "Kenapa? Kau takut?" ejek teman kerjanya yang sedang naik tangga menyusun buku-buku besar di susunan paling atas. "Takut? Tidak terlintas sedikitpun," balas Rey. Masih menghitung jumlah pemasukan di kasir. "Kalau begitu tinggal saja sendiri. Aku mau pergi," cuek temannya. "Teganya," gerutu Rey tanpa menoleh. "Hahaha, lagipula apa yang kau takutkan? Tidak ada hantu di sini." "Kalau penjahat malam datang aku tidak bisa menjaga toko ini sendirian. Kau yang harus menghadapi mereka." Rey menunjuk temannya dengan segenggam uang. "Ck, dasar! Itu namanya kau takut!" Rey mengendikkan bahu dan melanjutkan pekerjaan ringannya. Sudah cukup lelah membuat mereka berbagi kamar setelah membersihkan diri. Tidak bisa tidur membuat Rey bermain handphone mencari tahu berita terbaru di kota. Teman kerjanya mengamati gaya rambut Rey. "Kalau kutatap seperti ini apa kau jengah?" tanya temannya. Tepat di hadapan Rey dengan mata melebar. Rey menggeleng cuek. "Kalau semua gadis tadi yang menatapmu begini? Tidak jengah juga?" lanjut temannya. "Jangan tanya," jawab Rey santai. "Ck, kau tidak seru kenapa semua yang manis-manis menyukaimu?" teman Rey merebahkan diri ke ranjang. "Entahlah. Kenapa tidak kau saja yang direbutkan? Aku risih," Rey menatap temannya polos. "Jangan lihat aku seperti itu. Rasanya jijik!" kesal temannya. Rey kembali melihat handphone. Lalu, temannya mengerti sesuatu, "Itu dia! Kau sangat lugu dan sabar menghadapi mereka. Itu sebabnya mereka terus mengidolakanmu. Andai saja kau lebih tegas pasti lebih sempurna lagi menjadi laki-laki sejati. Cocok dengan postur tubuhmu. Ah, aku sangat iri." Rey mengerutkan dahi, "Kalau aku tegas apa mereka akan menjauhiku?" "Mungkin saja," jawab temannya. "Tegas, ya?" suara berat Rey berubah lirih seiring angin malam yang masuk lewat ventilasi udara. Perbincangan mereka berhenti di sana saja. Kaos putih dan celana panjang melekat sempurna di tubuh Rey. Dia tidur dengan posisi duduk di lantai bersandar ranjang. Tuan Kezo datang pagi-pagi buta dengan membawa banyak surat kabar. Melihat dua karyawannya masih terlelap membuatnya membersihkan toko sendirian. Buku-buku lama akan sampai sedikit terlambat, sehingga tuan Kezo bisa menyusun beberapa rak kosong di gudang. Suara gemerincing beberapa kunci yang jatuh berhasil membangunkan Rey dari alam mimpi. Teman kerjanya sudah tidak ada di ranjang. Dia celingukan mencari sumber suara. "Astaga, aku ketiduran! Jam berapa sekarang?" melihat arloji yang melingkar sempurna di pergelangan tangan kirinya. Jarum kecil itu mengarah ke pukul sembilan. Sontak Rey berdiri panik langsung bergegas ke kamar mandi. Lupakan suara gemerincing kunci, membuka toko lebih penting. Padahal, toko sudah dibuka sejak satu jam yang lalu. Tidak seramai kemarin karena hari kerja sudah aktif. Hanya beberapa remaja dan orang dewasa yang sedang membeli buku keperluannya saja. "Mana Rey? Dia belum bangun? Hahh, si pembawa keberuntungan itu pasti kelelahan, hahaha." ucap tuan Kezo yang membersihkan debu kardus-kardus yang baru datang. Masih terletak di teras toko. Sebagian dari kardus itu sudah dibawa masuk oleh teman kerja Rey. "Tuan, kau tidak boleh pilih kasih begitu. Aku juga lelah." keluh teman Rey sambil mengangkat sekardus berisi penuh buku. Tuan Kezo tergelak, "Nanti aku kasih bonus tambahan." "Benarkah? Kau memang yang terbaik, Tuan!" wajah teman kerja Rey bersinar cerah. Tuan Kezo hanya terkekeh. Tidak lama kemudian Rey satang dengan tergopoh-gopoh. Penampilannya jauh lebih segar dan memikat pandangan setiap orang yang lewat. "Aww! Pasti sakit!" desis tuan Kezo karena seorang perempuan yang tengah berjalan di trotoar menabrak tiang lantaran sibuk memperhatikan Rey. Rey kebingungan langsung menutup sebagian wajahnya dengan anak rambut, "Tuan, kau sudah datang. Maaf, aku terlambat." menunduk memberi salam. "Nah, ini dia orangnya. Tolong bawa masuk ke gudang, ya. Hati-hati, itu semua berat." Tuan Kezo menepuk pundak Rey dua kali sambil melirik teman kerja Rey yang kesulitan membawa kardus. Rey ikut menatap temannya, "Baik, Tuan." mengangguk singkat. Mengamati kardus-kardus yang memenuhi teras, "Oh, jadi ini buku-buku lama dari percetakan. Terlalu banyak!" gumam Rey. "Hei, jangan diam saja. Cepat bantu aku!" seru teman kerjanya yang sudah masuk lagi ke dalam toko. Rey terkesiap, "Iya, aku datang!" Segera membawa satu kardus dengan sedikit keberatan. Lengan baju yang dilipat sampai siku membuat lengan Rey lebih menawan. Satu lagi perempuan yang tidak fokus melihat jalan karenanya menabrak tiang yang sama. Rey meringis menyaksikan hal itu. "Kenapa pintu gudang tertutup?" tanya Rey sembari meletakkan kardusnya di sebelah tumpukan kardus lainnya. "Entahlah. Kau cari kuncinya. Aku mau minum dulu." temannya Rey melenggang mengambil air minum. Rey mendesah pasrah, "Tuan Kezo, kunci gudang ada di mana!?" teriak Rey. "Kunci? Ah, mungkin jatuh tadi. Aku belum sempat mencarinya. Coba kau cari saja!" sahut tuan Kezo dari dalam kamar pribadinya. "Mungkin suara gemerincing tadi karena kunci gudang terjatuh. Jatuhnya di mana?" gumam Rey mulai mencari di bawah meja dan rak. Akhirnya menemukan segerombol kunci yang berada di bawah rak buku kecil dekat gudang. Sangat sabar Rey mencoba semua kunci itu agar pas di pintu, sedangkan temannya asik minum di belakangnya. Kemudian, di kunci terakhir berhasil membuka pintu. Mereka segera memindahkan semua kardus ke dalam gudang. Cukup bersih dan banyak tumpukan buku-buku yang sebagian sudah usang. Rey mengusap dahinya yang sedikit berkeringat setelah semua kardus telah masuk. "Rey, aku harus pulang. Nanti pertengahan siang kembali lagi. Bisa kau susun semua ini sementara?" teman Rey menunjuk kardus-kardus itu. "Kenapa pulang? Mau memperalatku bekerja sendirian?" dahi Rey berkerut. "Ck, ayolah! Aku belum pulang semalam. Kau yang memaksaku, Payah!" elak teman Rey. "Baiklah. Kau harus kembali cepat. Kalau tidak aku akan memberi pelajaran untukmu." desis Rey. Temannya justru tergelak, "Kau tidak pantas kejam. Aku pulang dulu. Kerja yang baik, Rey Sann!" melambaikan tangan lalu pergi. Rey menghela napas panjang. Membuka semua selotip yang menutup kardus. Banyak buku berlainan jenis yang menunjukkan terbitan lama. Rey menyusunnya sesuatu jenis dan abjad. Sampai lewat pukul dua belas siiang belum selesai. Temannya sudah datang, tetapi menjaga kasir dan melayani pembeli. Rey sibuk di gudang dan mulai batuk karena debu buku-buku lama. Ada satu rak yang terletak di pojok ruangan sangat kotor bahkan ada sarang laba-laba. Rey membersihkannya terlebih dahulu. Lalu, dia baru sadar jika ada penghalang di belakang rak tersebut. Rey penasaran, dia menyingkirkan penghalang yang terbuat dari kayu tipis itu. Susah payah mengerahkan tenaganya, hasilnya sebanding dengan apa yang dia lihat. "Wah, ini apa? Semua buku fantasi ada di sini. Kenapa tuan Kezo menyimpannya? Kalau dijual pasti laku keras!" Tangannya mulai usil menyentuh semua judul buku. Satu rak dengan tiga tundakan penuh buku berdebu. Rey meniupnya saja sudah banyak debu yang berterbangan. Dia terbatuk lagi dan lagi. "Kalau dilihat semua buku di rak ini hampir rapuh, tapi tidak ada serangga yang merusaknya. Kecuali laba-laba yang membuat sarang disekitarnya. Ini juga keluaran tahun lama. Aku bahkan belum lahir," gumam Rey masih terpesona. Semua sampul buku sangat aneh. Lupa sudah tugas Rey untuk buku-buku lama dalam kardus. Tidak ada yang berwarna terang, semuanya gelap seperti kayu hutan dan malam. Bibir Rey bergerak-gerak membaca tanpa suara judul-judul itu. "Apa mungkin ini semua... Kuno?" heran Rey tepat saat tangannya berhenti di buku paling pojok atas. Tanpa ragu mengambil buku itu. Langsung tangannya penuh debu. Rey membersihkan debu itu hingga sampulnya terlihat semakin jelas. "Eh, ini tidak pernah dijual dimanapun. Aku tidak pernah melihat buku ini beredar." katanya sambil membolak-balik buku itu tanpa dibuka. "Tuan Kezo! Aku menemukan barang antik milikmu! Semua buku ini kuno, iya, 'kan!?" teriak Rey sangat lantang. Teman kerjanya yang menjawab dengan kesal, tetapi tidak ada jawaban dari majikannya. Rey mengendikkan bahu, "Kurasa boleh dibaca." senyum manis terpancar. Sorotan penuh penasaran ketika Rey membuka buku itu. Namun, dua kali lipat lebih mengejutkan karena buku itu kosong. "Hah? Tidak ada tulisannya?" membolak-balik halaman awal hingga akhir. Rey membuka lagi halaman demi halaman lebih teliti, hasilnya sama saja. Tidak ada goresan pena dan sana. Hanya ada judul tanpa pengarang dan tanpa penerbit di sampulnya. Rey menutup buku itu. Alisnya kembali menyatu membaca judul itu berkali-kali. "Leazova?" jarinya mengusap judul itu yang sangat indah seperti terukir di kertas sampul. "Buku apa ini?" Rey berpikir karena kurangnya cahaya dan debu yang berterbangan membuat matanya kabur sehingga tidak bisa melihat tulisannya dengan jelas. Dia akan membawa buku itu keluar gudang, akan tetapi kakinya tidak bisa bergerak. "Apa yang terjadi? Kakiku kaku sekali!" Rey bersikeras mengangkat kakinya ternyata gagal. Mengerahkan seluruh tenaganya untuk bisa berjalan, justru lelah sampai napasnya memburu. "Kenapa dengan kakiku?" Rey menyibak anak rambutnya. Wajahnya terlihat sepenuhnya. Mata yang sayu itu berubah tajam karena berpikir hal buruk telah terjadi. Mengangkat buku itu di hadapan, mencoba mengarahkannya pada cahaya yang sangat jauh di pintu. Menurutnya ada hewan berbisa di buku itu yang tidak sengaja menggigit kakinya sampai tidak bisa digerakkan. Lalu, Rey memeriksa buku itu lagi. Menyibak halamannya sangat cepat. "Leazova-Leazova... Aku tidak pernah mendengarnya. Sekali memegang bukunya kakiku seperti dipaku bumi. Pasti ada serangga beracun yang keluar dari buku ini," Rey kesal. Halaman terakhir terbuka. Nampaklah sebuah peta yang indah membentang luas penuh satu halaman. Banyak daratan kecil di dalam peta. Air laut mengitari semua daratan itu. "Wah! Ini peta kuno, tidak salah lagi! Hampir seluruh warnanya cokelat dan biru. Semua ini pasti pulau!" kata Rey antusias. Satu detik kemudian ingat jika buku Leazova sangat aneh. Tidak mengisahkan apapun, tetapi memiliki peta. Seketika gudang lebih gelap meskipun pintu terbuka. Rey menatap langit-langit gudang. Kanan-kiri tak terlihat, seperti gudangnya kosong. Rey sedikit cemas. Dia takut sedang berhalusinasi. Menggeleng cepat berharap keadaan normal kembali, tetapi sama saja. Tubuhnya mendadak terasa ringan. Kakinya masih tak bergerak. "Sekarang apa lagi? Tuan Kezo, ada masalah dengan gudangmu. Tolong aku!" teriak Rey takut. 'Halusinasi tidak mungkin seperti ini. Aku terasa melayang padahal menempel tanah. Menutup buku saja tidak bisa,' batin Rey. Tangannya sedikit gemetar. Menatap peta itu lagi semakin dalam, semakin fokus pada sebuah perairan di tengah-tengah peta, semakin dia mengalami kesendirian di ruang hampa. Perairan itu mengeluarkan pusaran air. Rey sungguh terkejut, napasnya tercekat. "Tidak-tidak. Aku pasti berhalusinasi!" masih bisa mengelak jika apa yang dia lihat bukanlah nyata, akan tetapi pusaran air itu semakin jelas. Seolah-olah airnya ingin mencuat keluar. Mendadak pusaran itu menarik udara di sekeliling Rey. Rambut Rey berterbangan menutupi wajahnya. Dia pun seakan ikut terhisap. "Ilusi apa ini? Aku tidak paham apapun! Siapapun tolong aku! Buku ini menghisapku!" teriak Rey. Teriakannya semakin keras, tetapi tidak ada yang bisa mendengarnya. Perlahan kaki Rey mulai terhisap dan bisa bergerak. Dia mencoba menahan dirinya dan menjauh sebisa mungkin. Namun, sia-sia saja. Hisapannya semakin kuat. Tangannya juga tak mampu menutup buku itu. Pandangan Rey mulai kabur karena rambutnya sendiri. Kakinya pun lemas. "Aaargghh!" Rey sepenuhnya terhisap dan lenyap ke dalam pusaran air. Sadar tidak sadar dia masih bisa berteriak dan akhirnya jatuh ke sebuah tempat berbau amis dan penuh air. Udaranya sejuk, hari masih siang terik. "Aduh! Sakit!" Rey tengkurap di tanah yang basah. Anehnya tidak merasa teramat sakit. Hanya sedikit sakit. Rey menyadari dirinya yang langsung dikerumuni banyak orang. Seketika duduk membalik badan dan mengusap bagian tubuhnya yang sakit. "Sshh, dimana aku?" mengusap kepalanya yang sedikit pusing. Sebuah buku menghalangi tangannya memegang kepala. "Eh, buku ini...," kata Rey menggantung. Dia kaget mendengar seruan orang-orang yang berpakaian aneh dan berisik. Mereka membawa senjata tajam yang berbeda-beda. Aroma ikan menyeruak kental, Rey menutup hidungnya sebentar. 'Astaga, apa lagi sekarang? Siapa mereka? Ini tempat apa? Aku... Aku ingat pusaran air di buku ini menghisapku, tapi itu tidak akan mungkin!' pekik Rey dalam hati. "Hei, siapa dia? Pakaiannya jelek tapi wajahnya cukup tampan. Aku tidak pernah melihatnya." "Mungkin saudagar kaya. Mana kapalmu, Anak muda?" "Ikan apa yang kau jual? Apa kau bagian baru dari perompak?" "Dia turun dari langit, kurasa! Tadi jatuh dan berteriak keras. Satu dermaga mendengarnya!" "Tidak sampai semua orang mendengarnya, Payah! Dia mungkin jatuh, tapi dia aneh. Jangan-jangan mata-mata pencuri ikan, atau mata-mata perompak pulau seberang." Rey kebingungan menatap mereka satu per-satu. Desas-desus mereka terdengar jelas. Rey tidak mengerti jadi hanya diam saja. Anak rambutnya yang panjang juga mengganggu. Dia terus menyibak rambutnya seraya membersihkan tanah berpasir di sekujur badan. "Rambutnya jelek sekali! Biar aku pangkas yang rapi!" seorang laki-laki berbadan besar nan kekar menarik pisau sebesar pelepah pisang yang ada di pinggangnya. "Jangan!!!" sontak Rey berdiri. "Lihat-lihat, dia teriak lagi. Suaranya mirip perompak, 'kan?" seru seseorang sebelumnya. 'Ya Tuhan! Tempat macam apa ini? Mau memotong rambut menggunakan... Itu pedang atau golok?' batin Rey. "Apa yang kau takutkan? Pisau kecil tidak akan membuatmu botak!" kata orang yang membawa pisau besar itu. Suaranya sangat berat juga menakutkan. Rey meringis kaku. "Eee, permisi. Boleh aku bertanya?" sedikit rasa sopan mungkin bisa menyelamatkan dirinya. "Apa tanya-tanya!? Kau pasti mata-mata yang pura-pura polos dan melakukan seribu cara untuk menyerang dermaga kami! Cepat bawa dia ke penguasa dermaga!" orang yang menentangnya marah. Rey menyilangkan tangannya mencoba menahan mereka. Dia panik, "Tunggu dulu! Dermaga? Ini di dermaga? Tapi kota Vier tidak punya laut!" "Pakaian dan caramu datang sudah aneh. Tidak diragukan lagi dia pasti bukan bagian dari pulau ini! Bawa dia ke penguasa dermaga!" bantah orang itu. Rey semakin kalang kabut, 'Kalian yang berpakaian aneh, bukan aku,' katanya dalam hati. Tanpa mendengarkan penjelasan Rey, mereka yang gagah berani mengangkat Rey dan memaksa Rey ikut. Rey bahkan dijunjung, kakinya tidak bisa menyentuh tanah. Di meronta hebat. "Lepaskan aku! Kalian salah sangka! Aku bukan orang jahat! Aku tersesat!" Percuma saja. Rey ingin muntah, bau tempat yang dibilang dermaga itu sangat busuk seperti banyak tumpukan ikan mati. Rey melihat sekitar seraya meronta. Dia terkejut karena ada banyak penjual ikan dan kapal-kapal besar maupun kecil berjajar penuh ikan. Wajah Rey kaku mendadak. 'Wajar saja bau amisnya busuk,' batin Rey. Begitu ramai dan mayoritas laki-laki. Tidak ada yang tidak membawa senjata. Rey ketakutan setengah mati. Melirik buku berjudul Leazova yang tertutup sempurna di tangan kirinya membuat Rey berpikir jika semua hal yang terjadi di gudang hingga sekarang diakibatkan oleh buku itu. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kembalinya Sang Legenda

read
21.8K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.0K
bc

Romantic Ghost

read
162.5K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.5K
bc

Time Travel Wedding

read
5.4K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.7K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook