Wajah Baihaqi yang tenang pun seketika memperlihatkan kebingungan dan keterkejutan karena kaget, bukan karena rasa bersalah seperti yang dituduhkan oleh Bu Margaretha.
"Apa maksud anda Bu Margaretha?" tanya Baihaqi lembut.
"Apa tulisan itu belum membuatmu mengerti?" tanya Bu Margaretha pelan.
Baihaqi pun membaca ulang kembali tulisan di kertas itu dengan seksama.
Ada Kops Surat Rumah Sakit, ada hasil USG yang menunjukkan positif hamil dengan usia kandungan lima minggu dan ada tanda tangan dokter kandungan yang memeriksa sebagai otoritas.
"Maksud anda Anggie positif hamil?" tanya Baihaqi dengan tenang.
Aisyah mendegar kata kata yang sensitif pun langsung menoleh dan mengambil kertas dari tangan Baihaqi dengan paksa. Aisyah membaca satu per satu kata demi kata yang ada di dalam kertas tersebut tanpa terlewatkan.
Raut wajah Aisyah pun berubah merah padam, hingga tubuhnya pun terasa aura yang sangat mendidih.
"Lalu apa urusannya dengan suamiku?" tanya Aisyah dengan sopan.
"Sudah seharusnya dia bertanggung jawab atas kehamilan anak saya. Berani berbuat maka berani bertanggung jawab." ucap Bu Margaretha dengan lantang dan keras.
Ada beberapa tetangga yang mengintip keributan yang berasal dari rumah Baihaqi.
Tidak ada angin, tidak ada hujan, bagaikan petir menyambar di siang bolong. Kedua mata Aisyah pun mendelik dan membuka mendengar ucapan Bu Margaretha yang begitu keras dan lantang.
Baihaqi pun memegang tubuh Aisyah yang terhuyung karena lemas.
"Humairah... kamu harus percaya padaku. Aku tidak pernah kenal dengan Anggie. Sebegitu nista aku berbuat hal yang buruk di hadapan Allah SWT." ucap Baihaqi yang mulai tampak panik dan gusar melihat keadaan istrinya.
"Aku paling tidak suka melihat drama. Selesaikan urusanmu dengan anakku Nastiti. Nikahi dia atau aku akan melaporkan kepada pihak kampus." ucap Bu Margaretha dengan kasar dan mengancam.
"Katakan Anggie... katakan itu tidak benar. Jangan berdusta atas nama Allah SWT. Katakan Anggie." ucap Baihaqi pelan.
"Aku mencintaimu Pak Baihaqi.... Maafkan aku.... " ucap Anggie dengan isak tangis dan pergi meninggalkan teras itu menuju mobil yang terparkir di ujung jalan itu.
Ada beberapa bodyguard Bu Margaretha yang telah disewanya untuk berbuat tidak baik bila Baihaqi menolak keputusan Bu Margaretha.
"Aku ingin tes DNA. Itu keputusanku." ucap Baihaqi memandang tajam ke arah Bu Margaretha.
"Lalu anakku akan dipermalukan banyak orang karena mengandung di luar nikah, dan Ayahnya tidak mau mengakuinya. BEGITU MAKSUDMU!!!" ucap Bu Margaretha kasar.
Baihaqi hanya terdiam seribu bahasa, keterkejutannya membuatnya tidak bisa berpikir dengan jernih.
"Besok aku akan ke rumah mu Bu Margaretha, kita selesaikan masalah ini baik baik dan secara kekeluargaan." ucap Aisyah dengan lembut.
"Baiklah Aku tunggu, bila kamu berbohong, lihatlah lusa, nama Suamimu yang alim ini sudah buruk di mata kampus." ucap Bu Margaretha dengan lantang dan masih mengancam.
Hatinya teriris perih, rasa pedih di matanya ingin menumpahkan semua air matanya saat ini juga.
Baihaqi hanya menatap kosong ke arah Aisyah. Pikirannya jadi berkecamuk tidak menentu. Bagaimana Baihaqi harus bersikap, entah kesal, marah atau bagaimana. Hanya satu yang Baihaqi pikirkan, bagaiman perasaan wanita di hadapannya.
"Apa yang kamu pikirkan Suamiku?" tanya Aisyah dengan lembut.
Bencana apa? ujian apa? kenapa ini terasa sulit dan berat bagi Aisyah. Siapa yang harus Aisyah percaya saat ini?.....
Aisyah dan Baihaqi sudah berada dalam kamarnya. Nadya sudah diantarkan pulang ke rumahnya oleh Mbok Surti.
Keduanya hanya terdiam seribu bahasa. Baihaqi yang diam menatap Aisyah dengan raut wajah penuh kekecewaan. Sedangkan Aisyah hanya mencari jalan keluar untuk hari esok. Karena Aisyah lah yang memberikan solusi itu kepada Bu Margaretha.
Baihaqi menyentuh lengan Aisyah lalu mengusapnya dengan lembut.
"Apa yang kamu pikirkan Aisyah? Besok aku akan menemui Bu Margaretha tentang kesalah pahaman ini." ucap Baihaqi lembut, memberikan ketenangan bahwa memang tidak ada yang salah disini. Yang tahu kebenarannya tentu hanya Anggie siapa ayah biologis dari anak uang ada dalam kandungannya.
Aisyah hanya menatap sendu kepada Baihaqi.
"Apa salah Dan dosaku Mas? Aku harus menerima kenyataan pahit ini?" ucap Aisyah menahan tangisnya, tetap saja buliran kristal itu mengalir deras di pipinya.
Baihaqi pun mengusap air mata Aisyah menggunakan jempolnya dengan lembut.
"Jangan menangis terus Humairah... Apa kamu tidak mempercayai aku?" tanya Baihaqi pelan.
"Aku tidak tahu kebenarannya Mas? Hasil itu menunjukkan Anggie positif hamil. Lalu ibunya menuduhmu? Atas dasar apa? Paling tidak ada bukti yang bisa mengarahkan kamu?" ucap Aisyah pelan.
"Bukti apa Aisyah? Bukan aku membela diriku, tapi demi Allah SWT, aku tidak pernah berbuat zinah Aisyah." ucap Baihaqi dengan lirih dan mengiba.
"Mungkin kamu jenuh dengan penantian keturunan bersamaku?" tanya Aisyah lembut.
"Apa maksud ucapanmu Aisyah?!! Sedikitpun aku tidak pernah berpikir buruk tentang itu. Kalau pun memang masih harus tertunda mungkin ini sudah takdir indah dari Allah SWT." ucap Baihaqi sedikit tegas.
"Dulu baru aku tidak ragu Mas. Entah kenapa sekarang aku menjadi ragu kepadamu." ucap Aisyah pelan.
"Aisyah... aku tetap Ahmad Baihaqi, dan selamanya menjadi Baihaqi yang kamu kenal. Aku tidak akan berubah apalagi meninggalkanmu. Aku pastikan itu tidak akan terjadi." ucap Baihaqi dengan lantang.
"Biarkan aku menenangkan diriku Mas." ucap Aisyah pelan.
"Humairah.... jangan kamu siksa aku seperti ini. Cukup Humairah, aku tidak pernah melakukan apa-apa. Aku harus bagaimana lagi Humairah menjelaskan ini semua?" ucap Baihaqi dengan gusar.
Aisyah pun menulikan kedua telinganya dan menutup tubuhnya dengan selimut. Wajahnya terasa panas, menangis terlalu lama membuat badannya pun lelah dan lemas. Aisyah pun tertidur dengan sangat nyenyak dan pulas. Air mata di sudut matanya masih tersisa, wajahnya tampak kusut dan sembab.
Baihaqi berulang kali mengecup pipi Aisyah yang tertidur dengan pulas. Batinnya pun kembali sesak atas tuduhan dan fitnah yang sangat keji. Di saat rumah tangganya sedang di uji keimanannya karena keturunan yang belum hadir di tengah-tengah keluarga kecilnya. Kali ini, badai pun datang tiba-tiba seperti tsunami yang merobohkan segala pondasi rumah tangga yang terbina lima tahun ini.
Pikirannya kalut dan bingung. Solusi apa yang harus ia berikan kepada Bu Margaretha. Hanya ada satu petunjuk yang tidak mungkin salah, dengan Sholat Malam atau Sholat Tahajud. Baihaqi pun mulai tertidur karena terlalu lelah dengan beban seharian ini.