5
Camelia POV
“Kamu amnesia? Bukankah tadi malam aku sudah melamarmu pada orangtuamu? Dan mereka sangat setuju!” kata Daniel dengan senyum licik.
Dadaku turun naik menahan kesal mendengar kalimatnya.
“Yang setuju orangtuaku, bukan aku! Kalau kamu mau, kamu nikah saja sama orangtuaku!” kataku kesal. Daniel benar-benar sukses menyulut emosiku.
“Mamamu maksudmu? Apa papamu tidak marah?”
Aku meremas nota pembelian di tanganku dengan kesal. Aku berusaha menepis tangannya dari daguku. Tapi Daniel malah menunduk dan mencuri ciuman dariku.
Dengan kesal aku berusaha mendorong d**a Daniel. Tapi seperti tahu aku akan melakukan itu, tangan Daniel menahan punggungku, membuat aku tak bisa berkutik. Bibirnya dengan buas melumat bibirku. Saat aku tetap menutup mulutku rapat-rapat agar lidahnya tidak bisa menerobos masuk, ia justru menggigit kecil bibirku dan membuatku mengerang.
Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, lidah Daniel masuk ke dalam mulutku. Aku berusaha meronta dan melepaskan diri. Tapi tenaga Daniel sangat kuat. Ia sama sekali tidak bergeming walau aku sudah berpuluh-puluh kali memukul dadanya. Ia justru terus memagut bibirku membuatku hampir kehabisan napas.
Daniel menarik bibirnya. Ia berdiri tegak sambil menatapku dengan tatapan puas.
Wajahku terasa terbakar. Napasku terengah-engah. Dengan kesal aku mengambil map laporan dari meja dan membantingnya ke tubuhnya.
“Kamu keterlaluan! Dasar m***m!” teriakku marah. Walau sedang marah padanya, aku bersyukur ruangan ini kedap suara dan tidak bisa dilihat dari luar. Jadi tidak ada mata yang bisa melihat apa yang sedang terjadi di ruanganku.
Map laporan membentur d**a Daniel, setelah itu jatuh ke lantai. Tapi Daniel tidak marah sama sekali. Dia bahkan tersenyum mengejek padaku.
“Ternyata rasa bibirmu manis sekali, Sayang,” godanya.
Rasanya saat itu juga aku ingin menonjok wajahnya. Aku benci melihat senyum puas yang terukir di bibirnya. Aku benci melihat ia senang bisa mempermainkanku.
“Keluar!” teriakku kesal. Aku sudah lupa sopan santun. Aku bahkan lupa kalau dia bosku dan aku hanya karyawannya dan dia bisa memecatku kapan saja. Tapi aku tidak peduli semuanya. Justru bagus bila dia memecatku. Aku tidak perlu lagi bertemu atau menikah dengannya.
“Ya sudah, Sayang. Jangan lupa kompres bibirmu dengan es, ya. Sudah bengkak sepertinya.”
Aku mengambil satu lagi map laporan dan melemparnya ke arahnya.
Tanpa peduli dengan tingkahku, Daniel melangkah meninggalkanku sambil terbahak.
Aku berusaha mengatur napasku yang naik turun dengan cepat. Teringat kata-katanya aku segera meraih tasku dan mengeluarkan tas kecil tempat peralatan kosmetik. Dari cermin make up, aku bisa melihat bibirku yang mulai membengkak. Aku mengumpat dalam hati. Aku menjilat kecil bibirku yang terasa pedih.
Dasar playboy m***m!
***
Author POV
Daniel memandang Camelia yang keluar dari mobil Andrew dengan perasaan kesal. Camelia sama sekali tidak mengindahkan perintahnya untuk memutuskan Andrew. Mungkin ia sendirillah yang harus turun tangan memisah-kan mereka.
Sambil menahan amarahnya, Daniel menunggu sosok Camelia muncul di ruangan sebelah. Begitu melihat Camelia masuk, dengan langkah lebar ia menuju ruangan gadis itu.
“Kamu tidak mengerti bahasaku ya, Mel?” tanya Daniel begitu tiba di dekat Camelia.
“Apaan sih? Pagi-pagi udah berisik!” ketus Camelia sambil meletak setangkai bunga mawar merah ke atas meja kerjanya.
Wajah Daniel memerah. Kalimat Camelia sukses menyulut amarahnya dalam satu detik. Selama ini tidak pernah ada wanita yang pernah mengatakan ia berisik.
“Berisik katamu?” tanya Daniel dengan nada kesal. “Mungkin seperti ini yang tidak berisik!”
Tanpa peduli dengan kata-kata Daniel, Camelia menarik kursi kerjanya, bersiap untuk duduk.
Dengan perasaan kesal, Daniel meraih Camelia ke dalam pelukannya dalam satu tarikan. Dengan cepat bibirnya melumat bibir Camelia.
Camelia memukul-mukul d**a Daniel untuk menolak. Tapi tindakan itu justru makin memancing gairah Daniel. Sebelah tangannya menahan punggung Camelia, dan sebelahnya lagi mengelus paha putih mulus milik Camelia.
Camelia makin kuat memukul dan mendorong dadanya. Tapi Daniel bergeming. Tenaga Camelia bukan apa-apa baginya.
“Owwhh!” Daniel menjerit saat bibirnya terasa sakit oleh gigitan Camelia. Tanpa sadar pagutannya terlepas
Kesempatan itu Camelia gunakan untuk mendorong tubuhnya, “kamu pria m***m!” teriak Camelia dengan wajah merah padam.
Daniel tersenyum nakal sambil mengusap bibirnya yang mengeluarkan darah. Seumur hidup, baru kali ini ada wanita yang menolak ciumannya, bahkan berani melukai bibirnya.
“Pria m***m ini sebentar lagi akan menjadi suamimu, Sayang!” goda Daniel sambil mendekati Camelia yang terus berjalan mundur menjauh darinya.
Gerakan kaki Camelia terhenti, tubuhnya membentur dinding.
Daniel menyeringai. Ia menempelkan tubuhnya pada Camelia.
“Pergi!”
“Pergi ke mana, Sayang? Aku ingin mengajarimu cara berciuman yang benar. Ciumanmu terasa jelek sekali!” kata Daniel menggoda. Ia menunduk dan menyentuh bibir Camelia sekali lagi.
Daniel segera menahan tangan Camelia yang mendorong tubuhnya.
Napas Camelia terengah-engah oleh ciumannya. Camelia masih terus berusaha memberontak.
“Kalian sedang apa?!!”
Teriakan sebuah suara menghentikan ciuman Daniel. Daniel segera menarik diri. Wajah Camelia berubah dari pucat menjadi merah padam saat Daniel melepaskan ciumannya.
Daniel berbalik dan mendapati ibunya sedang menatap mereka dengan wajah memerah. Adik perempuannya berdiri di samping ibunya dengan wajah merona dan tersenyum malu-malu.
“Mami ada apa pagi-pagi ke sini?’ tanya Daniel pura-pura cuek. Camelia di sampingnya hanya diam.
“Jadi ini kerjaanmu tiap hari? Sudah mau menikah, masih saja tidak bisa bersabar dan menahan diri!” omel Sita.
Daniel terdiam. Ia tahu seluruh keluarga besarnya sangat tahu sepak terjangnya, sangat tahu kalau ia adalah playboy. Secara, Batam ini sangat kecil untuk tidak saling bertemu saat berjalan-jalan ke mana pun.
Daniel melirik Camelia di sampingnya yang sedang menunduk.
“Mami ada apa pagi-pagi ke sini?” tanya Daniel sekali lagi tanpa mengacuhkan omelan ibunya.
“Mau ketemu kamu! Susah banget dihubungi. Dari kemarin ditelepon gak disahut!” omel Sita.
Daniel melangkah menuju ibunya tanpa menoleh pada Camelia. “Ada apa?” Tanya Daniel sambil mengerut kening.
“Nanti malam ada acara makan malam keluarga besar kita di rumah Nenek. Ajak Camelia sekalian,” kata Sita sambil melirik Camelia yang hanya diam membisu di sudut ruangan.
“Hanya itu?”
“Sekalian cepat-cepat foto prewed, mau bikin kartu undangan biar nanti enggak kelabakan,” kata Sita dengan suara masih terdengar kesal.
Daniel mengangguk mendengar kalimat ibunya.
“Mami sudah sarapan?” tanya Daniel ramah pada ibunya. “Dan Fanny kenapa bisa ikut Mami ke sini?” Daniel memandang adiknya yang biasanya sangat malas ke kantor dan lebih suka bersenang-senang dengan teman-teman atau sepupu mereka.
“Tadinya ke sini mau kenalan sama calon kakak ipar... Tapi tahunya sedang ehem-ehem…” goda Fanny dengan muka memerah.
Wajah Daniel memanas mendengar godaan adiknya.
“Ayo duduk di ruanganku aja, Mi, Fan,” ajak Daniel menutupi malu. “Mel, ikut ke ruanganku,” kata Daniel sambil menoleh pada Camelia yang masih terlihat shock.
Tanpa menunggu jawaban Camelia, Daniel menuju pintu penghubung diikuti ibu dan adik perempuannya.
***
Love,
Evathink
Follow i********:: evathink