Part 2

1278 Words
Hari yang tak diinginkan pun tiba. Pernikahan tanpa dilandasi rasa cinta akan segera di langsungkan. Dan hari ini juga, dua orang yang akan mengikat janji suci pernikahan akan dipertemukan. Acara pernikahan dilakukan secara tertutup oleh keluarga kedua mempelai. Yang hadir cuma keluarga besar dan ada juga calon pengantin nya. Dikamar, Nayla tampak sangat gelisah membuat Dini jadi geram dengan tingkah Nayla tersebut. " Nay, kamu yang tenang dong gak usah gelisah gitu." Ucap Dini. " Din, sebentar lagi aku bakal jadi seorang istri, dan aku belum siap sama sekali." Jawab Nayla. " Nay, kamu pasti bisa. Kamu yang semangat dong!" Sambung Dini lagi. " Insyaallah akan aku coba. Ini semua demi nenek." " Nah, gitu dong." Tak lama terdengar suara dari arah lantai satu rumah tersebut, dimana tempat akad nikah akan dilaksanakan. " Saya terima nikah dan kawinnya Nayla Salsabila dengan seperangkat alat sholat dan emas 10 gram di bayar tunai." Ucap seseorang lantang dan tegas. " Bagaimana para saksi? Sah?" Tanya Penghulu. " Sah." Semua orang kompak menjawabnya. Air mata Nayla turun membasahi pipinya. Dia tidak menyangka akan menikah muda seperti ini. " Selamat ya Nay." Ucap Dini seraya memeluk Nayla. " Makasih ya Din." Nayla pun membalas pelukan Dini. Tak lama terdengar suara pintu dibuka. Dan itu adalah Bu Ani, ibu mertuanya. " Nayla, akad nikahnya udah selesai, sekarang ayo kita keluar!" Ajak Bu Ani. " Iya Tante." Jawab Nayla gugup. " Kok Tante sih, mama dong! Kan kamu juga anak mama sekarang. " I...iya ma." " Yaudah, ayo kita turun!" Nayla pun keluar di bimbing oleh Bu Ani dan Dini. " Itu suami kamu nak, ayo samperin." Perintah Bu Ani. Sontak Nayla dan Dini langsung melihat kearah yang ditunjuk oleh Bu Ani. Dan Deg Mata Nayla dan Dini langsung melebar. Bahkan mulut Dini sudah terbuka lebar, sampai-sampai lalat masuk dia gak tau. " Kak Fatan?" Ucap Nayla dan Dini bersamaan. Fatan yang merasa namanya dipanggil langsung melihatnya kearah sumber suara. Dan kondisi Fatan juga tidak jauh berbeda dengan Nayla, sama-sama kaget. " Lo, ngapain Lo disini." Ucap Fatan sinis. " Kak Fatan yang lagi ngapain disini." Tanya Nayla. " Ini tuh acara gue, ya terserah gue dong mau disini." " Ini juga acara aku kak." " Jangan ngada-ngada deh Lo." " Eh, kalian udah saling kenal?" Tanya Bu Ani. " Kak Fatan ini kakak kelas aku disekolah ma." Jawab Nayla. " Apa, ma? Lo manggil mama gue mama?" Tanya Fatan bingung. " Ja...jadi mama Ani ini mamanya kak Fatan?" Tanya Nayla. " Iya, apa urusannya sama Lo." Nayla kaget luar biasa. Dia jadi berfikir, apakah Fatan adalah laki-laki yang dijodohkan dengannya alias suaminya. " Fatan, kamu gak boleh ngomong kasar kayak gitu sama Nayla! Dia itu kan istri kamu sekarang." Tegur Bu Ani. " Apaaa." Teriak kaget dari empat orang yang disana. Dia adalah Nayla, Fatan, Dini dan Fajar. " Yang benar aja ma? Masa aku nikah sama cewek kayak dia sih." " Hus, kamu gak boleh ngomong kayak gitu. Bagaimana pun dia itu istri kamu sekarang." Tegur Bu Ani lagi. Sedangkan Fatan hanya bisa menghela nafasnya kasar. " Yaudah, kalian duduk disana aja, pasti capek berdiri terus." Bu Ani langsung membimbing Nayla dan Fatan disebuah kursi pengantin. Dini dan Fajar sama-sama masih terpaku di tempat mereka berdiri. " Ya ampun, kenapa harus kak Fatan sih yang jadi suami Nayla. Kan kasihan Nayla nya. Pasti nanti dia dibentak-bentak sama kak Fatan." Racau Dini sendirian. " Lo ngomong apa sih? Gak mungkin lah Fatan bentak-bentak istrinya." Ucap Fajar. " Kak Fajar kan tau sendiri kalau kak Fatan itu kayaknya benci banget sama Nayla. Ya bisa jadi kan kalau kak Fatan ngelakuin itu?" Tambah Dini lagi. " Iya juga sih. Tapi kita doain aja semoga gak ada masalah di pernikahan mereka." " Aamiin." Jawab Dini. Sementara Nayla terlihat sangat gugup berada didekatnya Fatan. Ditambah lagi dari tadi Fatan menatap nya dengan tatapan yang tajam. Setajam silet. Lama berkutat dengan pikirannya, tiba-tiba terdengar suara gelas jatuh. " Nenek!" Teriak Nayla. Nayla pun lari menghampiri neneknya yang tergeletak tak sadarkan diri. " Nek, bangun nek! Nenek Kenapa?" Tanya Nayla terisak. Orang-orang sudah berkumpul di tempat nenek Nayla pingsan. " Nek, nenek kenapa nek?" Panggil Nayla lagi. Sementara Fatan masih saja berdiri dengan cueknya dan jangan lupa pula tatapan datarnya. " Sebaiknya kita bawa nenek kamu kerumah sakit Nay!" Usul pak Febri. " Iya yah." Jawab Nayla masih terisak. Ibu Ani dan Dini masih berusaha menenangkan Nayla. °°° Dirumah sakit, Nayla masih saja menangis menunggu dokter yang memeriksa kondisi neneknya. " Nay, kamu harus tenang Nay! Nenek kamu pasti gak apa-apa kok." Bu Ani berusaha menenangkan Nayla. " Iya Nay, kamu jangan nangis terus." Tambah Dini. " Aku takut terjadi apa-apa sama nenek ma." " Kamu yang tenang dulu! Doain aja kalau nenek kamu gak kenapa-napa." Hibur bu Ani lagi. " Iya ma." Jawab Nayla yah suaranya terdengar serak. " Fatan! Kamu kok diam aja sih disana? Tenangin istri kamu dong."  Panggil Bu Ani pada Fatan. Namun Fatan masih tetap cuek tanpa berniat mengiyakan ucapan mamanya itu. " Fatan!" Panggil Bu Ani lagi. " Kan udah ada mama sama Dini, itu udah cukup." Bu Ani hanya mampu menghela nafasnya berat. " Tan, Lo tenangin Nayla sana! Kasihan dia." Suruh Fajar. " Malas ah, Lo aja sana tenangin." " Lo gak boleh gitu Tan, dia kan istri Lo." " Masa bodoh." Jawab Fatan sekenanya. Lalu dia beranjak pergi dari sana. Fajar hanya geleng-geleng kepala melihat sikap teman nya ini. Dasar, emang gak punya hati jadi orang. Maki Dini dalam hati. " Fatan! Mau kemana kamu." Ucapan tegas dari pak Febri menghentikan langkah Fatan. " Mau keluar." Jawab Fatan cuek. " Gak ada cerita keluar. Duduk!" Tegas pak Febri. Fatan hanya bisa menuruti perintah dari ayahnya yang tidak  dapat dibantah tersebut. Tak lama kemudian, pintu ruangan tersebut terbuka dan menampilkan seorang dokter. Nayla langsung bangkit dan menghampiri dokter tersebut. " Bagaimana keadaan nenek saya dok?" Tanya Nayla. " Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi Tuhan berkehendak lain. Nenek anda sudah meninggal." Jawab dokter tersebut. Duaar Jantung Nayla bagai disambar petir. Satu-satunya orang yang dia punya di dunia ini pergi meninggalkannya sendiri. " Itu gak benar kan dok? Nenek saya belum meninggal kan?" Tanya Nayla yang terdengar bergetar. " Anda yang sabar ya. Saya permisi dulu." Pamit dokter tersebut. Tangis Nayla langsung pecah. Kakinya yang tidak sanggup lagi menopang tubuhnya membuat Nayla ambruk kelantai. " Nay, kamu yang sabar ya nak." Ucap Bu Ani menenangkan Nayla. " Nay, kamu harus kuat Nay! Kamu gak boleh lemah. Nanti nenek kamu akan sedih lihat kamu seperti ini." Ucap Dini yang juga ikut meneteskan air matanya. Sedangkan Fatan, dia masih bingung harus berbuat apa. " Kenapa nenek ninggalin Nayla sendiri nek? Nayla gak punya siapa-siapa lagi di dunia ini." Racau Nayla disela tangisnya. " Siapa bilang kamu sendiri Nay. Kami disini semua keluarga kami. Jadi kamu jangan sedih lagi ya." Bujuk Bu Ani. " Nay, kamu ingat kan pesan yang pernah di berikan oleh nenek kamu waktu itu. Jangan jadikan suatu kepergian menjadi hal yang membuat kita barlarut dalam suatu kesedihan. Tapi jadikan lah kepergian itu sebagai alasan bagi kita untuk bisa selalu bertahan." Ucap Dini. Nayla hanya mengangguk. " Tan, Lo kok tega sih lihat kondisi Nayla kayak gitu? Hibur dia dong biar gak nangis lagi." Ucap Fajar menyenggol bahu Fatan. " Apaan sih lo?" Sinis Fatan. " Yaelah, orang kasih tau malah ngotot." Kesal Fajar. Fatan tidak mengiyakan sama sekali ucapan Fajar tersebut. " Nay, ayo berdiri! Kita urus pemakaman nenek kamu." Ucapan Bu Ani sambil membantu Nayla untuk berdiri. Belum sempurna berdiri, Nayla kembali ambruk kebawah dan dia tidak sadarkan diri membuat orang disana terlihat panik, kecuali Fatan yang masih tidak peduli.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD