CHAPTER 2 : STARLA

2256 Words
Starla Prameswari, gadis berusia 19 tahun ini sekarang sedang berdiri di teras sebuah rumah sangat besar bersama kedua orang tuanya Pandu dan Sari. Gadis asal Bogor ini, adalah anak semata wayang dari orang tuanya. "Rumahnya besar sekali, Bu, Pak. Starla takut," ungkap gadis itu. Menoleh bergantian kepada orang tuanya. "Ibu juga jadi takut, Pak." Sari menatap cemas sang putri dan juga suaminya. "Bapak awalnya tidak setuju, tapi Bapak juga takut terjadi apa-apa sama kamu seperti yang dikatakan Adi, jika tidak menuruti perjanjian itu," balas Pandu. Adi adalah sepupunya yang menjadi sopir rumah megah di hadapan mereka. Sekitar dua minggu yang lalu, Adi sepupu Pandu memberitahu bahwa anak majikannya yang berusia 30 tahun sedang mencari calon istri, meminta Starla untuk mencoba mencalonkan diri karena jika cocok hutang-hutang keluarga Starla akan dibayarkan. Awalnya Pandu dan Sari tidak setuju, mengapa hal ini seperti menjual anak semata wayang mereka, tapi beberapa hari kemudian warung keluarga mereka dibakar oleh pihak rentenir. Sebenarnya itu bukan hutang mereka, tapi hutang adik Pandu yang sampai sekarang menghilang membawa uang. Sebelumnya ia memberikan alamat Pandu ke rentenir selaku keluarganya. Hingga Pandu ditagih oleh rentenir. Akhirnya keluarga itu menyetujui karena Starla juga mau mencalonkan diri. Sebelumnya Starla harus memeriksa kesehatannya baik fisik, maupun psikis, apalagi masalah kesehatan reproduksi. Setelah pemeriksaan Starla dinyatakan sehat, lalu hasilnya dibawa oleh Adi ke rumah majikannya. Entah keberuntungan atau kesialan Starla terpilih dan semua hutang keluarganya langsung lunas. Namun sayang setelahnya Starla diberikan surat perjanjian, jika pernikahannya ini hanya sampai dia memberikan keturunan laki-laki karena ternyata calon suaminya yang bernama Fabian memiliki kekasih yang setelah itu akan ia nikahi. "Apa-apaan ini Adi?!" Pandu terlihat geram pada sepupunya. Ia merasa telah tertipu. Dia tidak mau putri semata wayangnya disakiti seperti ini. "Aku juga tidak tahu, Kang. Tapi, kalau Akang sekeluarga menolak, hutang lima ratus juta harus segera dibayarkan, kalau tidak—Akang tahu orang kaya, bukan? Banyak cara yang bisa mereka lakukan termasuk menculik dan menjual Starla." "Apa kamu bilang?!" Pandu berdiri dari duduknya ingin memukul sepupunya itu, tangannya segera dipegang oleh Sari dan Starla. "Menurutku Akang sekeluarga terima saja keputusan mereka, kalau Starla menurut dan diam saja pasti tidak akan jadi masalah setelah dia hamil dan melahirkan, Starla bisa kembali lagi ke kalian. Atau Akang mau Starla dijual?" Adi sebenarnya ada rasa tidak tega, tapi mau bagaimana dia terus dipaksa mencari seorang gadis polos, bisa dikatakan bodoh untuk istri Fabian, jadi nanti ketika berpisah pun dia tidak akan menuntut, apalagi sekarang keluarga Starla punya hutang. Di sinilah Starla dan keluarganya sekarang. Ketiganya dipersilakan masuk ditemani oleh Adi. Tampak wajah angkuh orang-orang yang berada dalam rumah itu melihat tampilan Starla dan keluarganya. "Jadi ini calon istriku?" tanya Fabian merasa jijik dengan tampilan dekil Starla, bagaimana ia bisa nafsu membuat anak dengan gadis itu. Kalau dilihat memang wajahnya cukup cantik, tapi tampilannya dekil sekali. Coba saja kakak dan kakak iparnya mempunyai anak laki-laki pasti dia tidak pusing-pusing harus memiliki anak. Malven sang kakak dan istrinya hanya memiliki dua putri yang membuat sang ayah ingin secepatnya menikahkannya, tapi hasil dari pemeriksaan Tavisha menyebutkan bahwa wanita yang selalu memuaskannya itu susah hamil. "Bagaimana jika dia nanti menghasilkan anak perempuan?" Fabian seperti menganggap Starla penghasil anak. Jujur di sini Pandu merasa sangat terhina putri kesayangannya disebut seperti itu. "Coba dulu, kalau perempuan sampai dua kali ya cerai. Mereka harus membayar hutang karena tidak sesuai surat perjanjian!" tegas Danu, ayah Fabian. Mereka bahkan tidak memedulikan Starla dan keluarganya yang berdiri mematung di sana. "Orang tua gadis ini silakan pulang, saya tidak suka banyak orang udik di rumah saya," usir sang nyonya rumah, Geya, bunda dari Fabian. Pandu ingin berkata sesuatu, tapi segera dicegah oleh Adi. "Ingat Kang, kalau menyinggung mereka Starla akan disiksa," bisiknya. "Satu hari sebelum pernikahan kalian boleh kembali ke sini," lanjut Danu. Starla menyalami tangan kedua orang tuanya, dia akan mencoba diam saja dan jadi penurut agar tidak disiksa apalagi dijual. Pandu dan Sari sebenarnya tidak rela, tapi apa boleh buat, mereka hanya bisa berdoa untuk keselamatan sang putri. Keduanya kembali ke Bogor dan tiga minggu lagi sehari sebelum putrinya menikah, mereka akan kembali. Kehidupan Starla setelahnya di rumah itu adalah sebagai pembantu, bahkan posisinya lebih rendah dari pembantu karena pembantu pun juga memerintahnya. Semenjak ada Starla, pembantu di rumah itu lebih sering bermalas-malasan jika tidak dilihat oleh majikan dan mungkin akan sama saja setelah Starla menikah nantinya. "Huh capeknya." Starla selesai menyapu dan mengepel tiga lantai sekaligus. Seminggu lagi dia akan menikah, tapi nyatanya tidak seperti orang yang akan menikah. Calon suaminya saja terdengar sedang bermesraan dengan sang pacar yang bernama Tavisha di kamarnya. Starla sempat mencuri dengar suara-suara desahan yang membuat bulu kuduknya merinding. Apa Starla sakit hati? Tentu, tapi bukan karena dia menyukai Fabian, namun mengingat pria itu yang akan menjadi suaminya kelak. Suami harapan Starla, tidak jauh-jauh dengan yang bisa mencintai, menjaga, dan membimbingnya menjadi pribadi lebih baik, tapi sekarang harapan itu sirna. *** Hari ini kaki Starla sedang sakit karena terjatuh dari tangga didorong oleh Tavisha. Wanita itu selalu mengatakan dirinya pelakor. Starla saja tidak mengerti apa itu pelakor. Saat ia di kamar sedang mengompres kakinya dengan air dingin, Starla berinisiatif menghubungi sahabatnya dari balita, Selina. "Halo La, bagaimana kabarmu di tempat calon suamimu?" tanya suara di seberang telepon yang adalah Selina. "Ya begitulah, Sel. Capek banget, setiap hari bersihin tiga lantai." "Kabur aja dari sana, La. Atau mau aku jemput?" "Terus mau kabur ke mana? Kamu punya uang?" "Ya kagak." "Kalau begitu nanti kita dijual." Terdengar helaan nafas di seberang telepon. "Kamu kenapa telepon, La?" tanya Selina akhirnya. "Pelakor itu apa ya? Kenapa Non Tavisha bilang aku pelakor. "Yaelah gitu aja enggak tahu, pelakor itu perebut laki orang." "Oh kitu, memangnya aku pelakor?" Selina yang mendengar pertanyaan itu diam sejenak otaknya yang sedikit lebih pintar dari Starla mulai berpikir. "Bisa iya, bisa tidak." Jawaban yang mengesalkan membuat Starla mendengus. "Tapi, aku tidak merebut Tuan Fabian, kemarin saja mereka masih nganu di kamar." Selina merinding di seberang telepon, apa orang-orang itu tidak takut dosa. "Pendek!!!" teriakan dari luar mengagetkan Starla, bahkan teriakan itu juga terdengar oleh Selina. "Waduh aku dipanggil sama Non Tavisha. Sudah dulu ya, Plen." "Friend kali, sok English, tapi salah." "Yang penting kamu ngerti artinya. Oke aku tutup ya teleponnya. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Starla mematikan teleponnya, dengan langkah tertatih ia keluar dari kamar menuju Tavisha yang sudah berdiri di dekat kamarnya. "Ada apa, Nona?" tanya Starla menengadah kepalanya ke atas bagaimana tidak, ia yang tingginya hanya 150 centimeter berhadapan dengan Tavisha yang tingginya 170 centimeter dan sekarang wanita modis itu juga memakai hak tinggi 5 centimeter. Melihat Tavisha, Starla berharap bisa lebih tinggi lagi, kalau dia beruntung. "Ikut gue ke mal!" perintah wanita berwajah angkuh itu. Starla menatap miris kakinya, dia tahu akan dijadikan pembawa belanjaan Tavisha di sana. "Cepat sana, ganti baju!!!" bentak Tavisha. "Baik, Nona." Starla takut kalau sudah mendengar orang membentaknya, ia kembali dengan langkah tertatih menuju kamarnya segera bersiap. Di sinilah Starla berada sekarang, di mal besar Jakarta. Dia sudah dua kali kemari dengan tujuan yang sama yaitu menemani calon suaminya dan kekasih pria itu membeli barang-barang puluhan juta. Miris sekali, bukan? Dia berusaha mengikuti Fabian dan Tavisha dengan berjalan senormal mungkin, meski kakinya terasa amat sakit. Singkat cerita berbagai barang belanjaan yang totalnya senilai ratusan juta sudah berada di tangan Starla, tentu itu belanjaan Tavisha, dengan hati-hati ia membawanya takut jika jatuh ia bisa kena marah Tavisha. Tiba-tiba Starla terkejut melihat dua bocah kecil lucu menabrak Fabian dan Tavisha. Starla yang masih beberapa meter dari mereka berjalan lebih cepat ke sana dengan tertatih, berencana menolong. "Papa!!!" teriak kedua bocah kecil tersebut memanggil sang papa. Saat itulah Starla melihat seorang pria tampan, bahkan amat tampan menatapnya tajam, oh bukan dirinya, tapi sebenarnya tatapan itu ditujukan untuk Fabian dan Tavisha karena Starla di belakang keduanya jadi kena tatapan tajam yang menurutnya memikat. Starla mendengar saling sindir di antara papa dari kedua bocah kecil tersebut melawan pasangan demon Fabian dan Tavisha. Ayo A' sindir terus jangan mau kalah, batin Starla mendukung Papa Tampan. Tiba-tiba matanya dan mata tajam pria itu saling bertemu. Starla menunduk cepat, jantungnya tidak kuat melihat pria terlalu tampan. Jangan bilang dalam dirinya ada bibit-bibit pelakor, kenapa lihat hot daddy jadi deg-deg-ser. Starla menggeleng cepat. Tidak boleh, Starla. Sepertinya aksi saling sindir dimenangkan oleh pria tampan itu, Starla ikut puas melihat pasangan demon tampak geram, apalagi Tavisha. Namun sayang, dia kembali kena bentakan wanita itu. "Pendek, bawa yang benar. Jangan sampai belanjaan gue jatuh!!!" Starla hanya bisa mengiyakan takut. Apes banget, batin Starla. *** Mungkin bagi sebagian besar wanita hari pernikahan adalah hari yang membahagiakan, namun tidak untuk Starla yang sejak tadi sedang dirias dan kecantikan alaminya sering dipuji oleh penata rias. Starla merasa pernikahan ini adalah awal dari kehancurannya karena akan sangat terikat dengan pasangan demon dan keluarga demon. Apa dia sanggup? Apalagi sampai punya anak. Membayangkan malam pertama saja dia merasa mual. Sari yang dari tadi di sana tampak sangat sedih ingin menangis, tapi tidak enak dengan keluarga yang lain. "Enak banget kamu, La, dapat suami tampan dan kaya raya. Pakai pelet, ya?" Mulut kurang ajar sepupu jauhnya mulai berkomentar. "Kok bisa sih, Sar, kamu yang udik dapat besan kaya raya?" Sekarang Starla dengar mulut kurang ajar bibi jauhnya yang berkomentar. Sebenarnya mereka tidak diundang, tapi mereka mendengar sendiri berita bahwa Starla akan menikah dengan orang kaya. Tanpa tahu malu meminta diundang. Akhirnya orang tua Starla mengundang keluarga dan beberapa tetangga. Sari, ibu Starla tidak membalasnya, wanita paruh baya itu sedang tidak fokus karena terpikir bagaimana nasib sang putri kelak. Karena bosan, Starla melihat ponsel jadulnya yang segera ditertawakan sepupu-sepupunya. "Ya kali dapat suami kaya, tapi hapenya masih butut, paling di rumah dijadiin babu." Begitulah yang Starla dengar, namun gadis itu memilih diam. Dia melihat ada pesan dari Selina yang mengatakan mungkin dia terlambat. Padahal Starla sedang butuh kehadiran Selina sebagai penguat dan pengusir mulut-mulut julid sepupu-sepupu jauhnya. Lalu, di sinilah Starla sekarang, duduk di samping Fabian, di hadapan penghulu dan bapaknya. Sebentar lagi ijab kabul akan dimulai. Entah mengapa perasaan Starla semakin tidak nyaman. Begitu juga Pandu yang tidak rela melepaskan putri semata wayangnya untuk pria seperti Fabian. Namun, beberapa detik kemudian hal yang tak terduga terjadi begitu saja, setelah Fabian melihat pesan masuk dari ponselnya. "Maaf saya akan membatalkan pernikahan ini," ucap Fabian. Entah ini ucapan menggembirakan atau memalukan untuk Starla beserta keluarganya. Namun, perkataan Fabian setelahnya membuat Starla dan orang tuanya sakit hati. "Sebenarnya saya tidak ingin menikah dengan gadis ini. Orang tuanya memohon-mohon uang dari ayah saya sebagai gantinya mereka menjual putrinya." "Itu tidak benar!!!" geram Pandu seketika itu berdiri. Apalagi Fabian berucap dengan mikrofon. "Bapak tidak usah mengelak karena kenyataannya memang seperti itu! Akhirnya orang tua saya memberikan uang dan Starla menjadi pembantu di rumah saya yang sering menggoda saya, padahal saya sudah memiliki kekasih yang sangat baik dan setia." Terlihat Tavisha dan kedua orang tuanya yang baru tiba, menangis dibuatnya. "Tavisha, maafkan atas keputusanku yang salah. Aku hanya mencintai kamu dan hanya ingin menikah denganmu." Tavisha pun berjalan cepat mendekati Fabian mereka saling berpelukan melepas haru. "Maaf untuk Starla, saya tidak bisa menjadi suamimu karena kamu bukan hanya merayu saya, tapi juga teman-teman saya. Mungkin saya sempat termakan rayuanmu, tapi saya sekarang sadar siapa cinta sejati saya," ucap Fabian yang tampak sangat meyakinkan. Starla terkejut, apa ini? Dia merayu siapa? Bagaimana bisa Fabian bersandiwara seperti ini? Berbagai hujatan terdengar dari tamu undangan yang ada di sana. Hujatan yang menggambarkan dirinya adalah perempuan rendahan. Satu tamparan keras terlayang di pipi Starla. Seorang perempuan muda menamparnya cukup keras hingga pipinya memerah. "Berani lo merayu sepupu gue dan memisahkannya dengan sahabat gue. Tampang saja yang polos ternyata begitu licik." Starla diam sambil mengusap pipinya yang perih, masih tidak mengerti akan situasi ini. Sari memeluk Starla sambil menangis. Tidak terasa air mata gadis itu pun menetes. Padahal di rumah besar, meski ia diperintah secara kejam, dia tidak menangis, namun melihat orang tuanya yang menangis, Starla juga tidak tahan. "Sudah miskin, berbuat licik pula." "Malu aku punya saudara jauh seperti mereka." "Malu tetanggaan lagi dengan keluarga Sari. Mending diusir saja keluarga mereka." Begitulah yang terdengar di telinga Starla. "Silakan bayar hutang kalian, tanpa bunga, dan bisa dicicil. Keluarga kami sekarang juga akan mengembalikan Starla," ucap Danu. Setelah mempermalukan keluarganya, membuat mereka tampak rendah, sekarang berbicara sok baik dengan pengembalian hutang bisa dicicil. Starla tidak mengerti mengapa mereka bersandiwara seperti ini, ada dendam apa mereka dengan keluarganya. Di tengah suara hinaan pada dirinya, terdengar suara pria yang rasanya tidak asing di telinganya. "Berapa hutangnya?" Starla menoleh ke sumber suara. Pria yang beberapa hari lalu ia lihat di mal sudah berdiri di dekat mereka. "Mau apa kamu?!" Danu tampak kesal. "Bilang saja berapa hutangnya?" Pria itu menatap sinis Danu "Lima ratus juta." Starla yang menjawab, pria itu mengeluarkan ponselnya. Tidak lama dia kembali berkata pada Danu. "Saya sudah transfer lima ratus juta pada Anda untuk membayar hutang mereka. Padahal hanya lima ratus juta yang bagi Anda kecil, tapi Anda begitu tega memfitnah mereka. Apa sekarang Anda kekurangan uang?" "Aries!!!" Danu geram. Pria yang menyindir Danu adalah Aries Antoine Kavindra, putranya sendiri dari istri pertamanya. "Kenapa? Apa itu benar?" Aries tampak santai. Geya memegangi suaminya agar tidak marah, bisa jatuh image mereka sebagai keluarga ramah dan terhormat. "Permisi, apa pernikahan kali ini tidak jadi? Kalau tidak, saya sebaiknya pergi." Penghulu yang dari tadi menyaksikan pertikaian itu tampak akan pergi. "Jadi, Pak, saya yang akan menggantikan calon mempelai pria pada hari ini!" tegas Aries. Semua yang ada di sana terkejut, terlebih Starla yang sekarang sudah berhenti menangis. Papa Tampan mau menikah denganku! Apa aku akan jadi istri kedua? Bagaimana kalau aku dituduh pelakor?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD