BAB I

1834 Words
"Hanya ingin mengatakan bahwa aku mencintaimu selalu...." - Uknown - ***** "DEVAN ! DEVAN ! DEVAN!!" "Gila keren banget itu shoot nya astaga." "Si Gaga keringatnya bikin pengen ngelap." "Itu itu mulus banget kulitnya si Devan putih kinclong." "Itu Daffa ga tau malu banget senyum ke gue, kayak ga peduli diabetes gue naik." "Bodo amat yang penting Daffa ganteng." "Argha kok kek b*****t bikin gue mau bawa pulang." "ARGHAAA SEMANGATTT." "GAGA TOLEH SINI GA TOLEH SINI." "FLYING KISS BUAT GUEE PLEASEEEE..."     TERIAKAN yang membahana itu berasal dari lapangan basket yang luas milik SMA Langit Raya yang dibangun oleh salah satu keluarga kaya dan terkenal. Pagi ini pertandingan basket masih berlanjut dengan meriah, terik matahari yang mulai muncul tak memadamkan semangat mereka. Teriakan demi teriakan kembali terdengar, hanya pertandingan antar kelas yang mampu membuat satu sekolah heboh terlebih ada pentolan sekolah mereka yang disebut ARDAGA, sekumpulan cowok sekolah yang populer. "Gila makin heboh aja teriakan kelas XII, berasa bener-bener punya fans gue." Gaga mengusap wajahnya dengan handuk yang dibawa, keringatnya terlalu banyak. "Kayak biasa, mereka terpesona mulu." tambah Daffa dengan senyumnya. "Soalnya kegantengan gue makin bertambah sih." ucap Argha. "Bacot." Devan mengambil tasnya dan segera keluar dengan seragam basket yang masih dia pakai. "Anying tuh anak kayak tai." Gaga segera menyusul Devan diikuti Daffa dan Argha yang berjalan dengan santai. Koridor sekolah terlihat penuh dengan suara sapaan dari sekumpulan gadis yang mengagumi Devan. Devan yang memang tidak peduli sekitar hanya menatap datar tanpa minat. "Dev." suara seseorang membuat sapaan-sapaan itu hilang sesaat. Devan yang mendengar pun berhenti dan melirik kearah sampingnya. Ratu sekolah yang selalu di pasang-pasangkan bersama Devan, Achellia anak kelas XII . "Si cabe nempel lagi tuh sama Devan." celetuk Daffa. "Kira-kira bakal Devan apain lagi ya?" bisik Gaga kepada kedua sahabatnya itu. "Paling kayak biasa, dipermaluin tapi ya namanya juga Achel udah ilang tuh urat malunya." tambah Argha. Semua mata hanya diam saat melihat pasangan pentolan sekolah sekarang berdiri di koridor. Terlihat mereka memang sangat cocok ditambah Achel adalah gadis yang memang banyak diincar kaum adam untuk dijadikan pacar. "Apa?" Suara berat dan dingin milik Devan membuat Achel tersenyum. "Bareng yuk ke kantin, aku tau kamu capek abis tanding tadi. Sekalian aku lap keringatnya tuh." ucap Achell tersenyum. "Ga." Devan hanya menatap Achel tanpa minat lalu kembali berjalan. "Devan!!" Achel kembali mengejar Devan yang sudah berjalan dengan santainya. "Tungguin aku bisa ga sih." Achel memeluk lengan kiri Devan dan mengeluarkan wajah imutnya yang membuat Devan bergumam kesal. "Lepasin tangan lo." desis Devan menatap tajam Achel. "Ga mau Devan." Achel semakin mengeratkan pelukan di lengan Devan tanpa peduli Devan yang sudah menatapnya lebih tajam. Dengan sekali hentakan, genggaman Achel terlepas dari lengan Devan. Devan menatap Achel dengan wajah dinginnya. "Ga usah jadi murahan di depan mata gue, inget itu." Devan bergumam tepat di depan wajah Achel. Nafas Achel memburu menahan kesal, wajahnya memerah dan matanya menatap tajam kearah Devan yang menjauh. "Makanya ga usah ganjen jadi cewek, bikin malu diri sendiri aja." celetuk Daffa melewati Achel. "Maksud lo apa hah?!" bentak Achel tak terima. "Lola lo, udah kuy ngantin daripada disini sama mak lampir." ucap Gaga lalu meninggalkan Achel yang makin menatap benci kearah mereka bertiga. "Chel, udah ya lo mah cuman dipermaluin Devan doang." ucap Tara yang datang menghampiri Achel. "Pokoknya Devan harus takluk sama gue, bagaimana pun caranya." ucap Achel segera pergi dari koridor diikuti Tara yang hanya diam menatap sahabatnya yang terlalu gila itu. *****      Hari ini memang tidak ada kegiatan belajar mengajar sama sekali, dikarenakan akan diadakan debat antar sekolah yang memang menjadi kegiatan tahunan sekolah untuk mencari bakat setiap siswa siswi sekaligus akan mengadakan pensi setiap kelas. "Menurut lo, Devan dipilih lagi ga perwakilan kelas kita acara debat nanti?" tanya  Argha sambil memakan keripiknya. "Ya iyalah, yang bikin satu sekolah diam ga berkutik kan cuman Devan doang." ucap Gaga memakan gorengannya. "Lo pakai jurus apa nyet, kok bisa kek gitu?" tanya Daffa menatap Devan yang daritadi hanya diam memainkan ponselnya. "Apa sih lo, makanya pikiran tuh luas jangan sempit." jawab Devan. "Yaelah kayak kaga tau Daffa ae, pikiran dia kan cuman cewek doang." ucap Argha menimpali membuat Daffa menoyor kepalanya pelan. "Tuh mulut minta gue cabein anjir." "Bwodo bwang." Argha tak menggubris dan memilih menghabiskan es tehnya dengan santai. "Hari ini nongkrong?" tanya Devan menatap ketiga sahabatnya yang terlihat konyol. "Kaga tau dah, gue mau nemenin si Mitchell jalan, lagian tu anak minta gue gampar aja banyak maunya." ucap Gaga  "Gue sih kayaknya sama, si Clara hari ini minta ditemenin belanja buat keperluan panggung pensi." tambah Daffa. "Kalo gue sih kayaknya ga sibuk, soalnya si Sherren mau latihan dancer ama temen-temennya buat pensi entar." timpal Argha . Devan hanya mengangguk kepalanya sekilas, ya hanya Devan lah yang masih bertahan sendiri. Ketiga sahabatnya sudah memiliki pacar semua yang notabenya otaknya tidak jalan semua seperti ketiga sahabatnya itu.  "Kak Devan." seseorang menghampiri Devan dan yang lainnya, dari almamater berwarna maroon yang dipakainya memperlihatkan bahwa dia adalah anak OSIS Langit Raya. "Apa?" tanya Devan datar menatap adik kelasnya yang bernama Shilla, Sekretaris Osis nya itu. "Kak Devan diminta Pak Darel ke ruang Osis segera kak, anak OSIS yang lain juga kumpul disana." pesan gadis itu menatap Devan sebentar. "Yaudah." Devan segera berdiri dari duduknya dan segera melangkah pergi tanpa pamit terlebih dahulu kepada ketiga sahabatnya itu diikuti Shilla. "Susah ye yang ketua OSIS, sibuk mulu." ucap Argha "Tau dah tuh anak, eh gue denger Waketos kita turun jabatannya ya kemaren?" tanya Daffa. "Gue denger sih gitu, katanya ketauan nyebat ama anak nakal sekolah sebrang. Gila tuh cewek berani juga." ucap Gaga. "Si Bella mah emang munafik, gue sih udah ga setuju pas dia pasangan sama Devan kemaren pas pemilihan, eh tetep ae si Devan ngeyel." ucap Daffa. "Waktu itu kan si Devan bucin ama tuh cewek kayak ga tau Devan aja, untung sekarang dia udah ga suka." ucap Gaga. "Lumayan sih si Bella, anak hits juga tapi sayang kelakuannya bar-bar anjir. Mulus depan, buruk belakang kesan dia." ucap Daffa "Yaudah si, ini kenapa jadi lambe turah ngegosip kek cewek. Balik ke kelas yok." ajak Argha. "Lo pada aja, gue mau ke Mitchell bentar nganterin tuh cewek makan." ucap Gaga berdiri dari duduknya. "Yoi dah, kita tunggu di kelas ye. Yok Daf!" ajak Argha dibalas anggukan Daffa. Gaga segera berjalan menuju ruang aula tempat persiapan debat yang akan dilaksanakan lusa, kesibukan terlihat dimata Gaga terlebih matanya menatap pacarnya yang sedang berbicara dengan seorang gadis. Keringat gadisnya itu mengalir deras. "Sayang." Gaga menghampiri Mitchell yang membuat gadis itu menoleh tersenyum lalu menatap kearah gadis di depannya. "Nah gitu Zel, gimana lo paham kan maksud gue?" tanya Mitchell kepada gadis di depannya. "Gue paham kok, gue kesana deh ngurus yang lainnya. Gue pegang dulu ya nih kertas nya. Takut gue lupa." ucap gadis itu tersenyum lalu meninggalkan Mitchell dan Gaga. "Kenapa?" tanya Mitchell menatap Gaga yang sekarang sedang menatap gadis yang berbicara dengan kekasihnya tadi. "Siapa tuh? kok gue baru liat." tanya Gaga menatap Mitchell. "Oh dia murid baru, baru aja pindah kemaren sekaligus dia Waketos yang baru." jawab Mitchell sekenanya membuat Gaga membulatkan mata. "Buset, baru kemaren masuk udah kepilih jadi Waketos. Gimana bisa? wah parah." ucap Gaga terkejut. "Ye, lo ga usah ngeremehin. Tuh anak pinter njir daripada gue, walaupun baru masuk kemaren." bela Mitchell tak terima. "Ya iya si keliatan dari mukanya, ga kayak lo bego." ucap Gaga dengan sadisnya. "Anjirr lo ngatain gue aja, sana lo!" ucap Mitchell kesal membuat Gaga tertawa pelan. "Bercanda kali, nih gue bawa makanan buat lo. Takut lo kurus, jadi gue bawa aja lagian tuh sisa makanan gue tadi di kantin. Daripada dibuang ya kan." ucap Gaga membuat Mitchell mendengus. "Monyet lo, btw thanks." ucap Mitchell menerima plastik putih berisi air mineral dan kotak makanan yang dibeli Gaga. "Udah mau selese persiapannya?" tanya Gaga. "Selese apaan, baru aja mulai. Gue pusing jadi koordinator buat debat, anak-anaknya pada kayak tai." ucap Mitchell. "Siapa suruh jadi anak Osis juga, sok pinter lo." celetuk Gaga mendapat tatapan sinis Mitchell. "Nistain terus nistain aja, gue udah kebal." ucap Mitchell meminum air mineral yang dibawa Gaga. "Siapa tuh nama Waketos baru kita? kelas mana dia." tanya Gaga yang menatap kearah gadis yang daritadi terlihat kesana kemari. "Namanya Azel, anak XI IPA 1 pindahan dari Bandung dianya." jelas Mitchell membuat Gaga mengangguk. "Gue yakin pasti dia termasuk sahabat lo sama si Sherren terus Clara ya kan?" tanya Gaga menatap Mitchell. "Tau ae lo" kekeh Mitchell Gaga hanya tersenyum dan mengacak rambut Mitchell yang sudah menjadi pacarnya selama 3 bulan terakhir ini. *****      Langkah kaki Devan terlihat cepat, matanya menajam dan aura dinginnya sangat terasa membuat semuanya merinding saat melihat Devan melewati koridor menuju aula sekolah mereka. Masih teringat jelas di otak Devan saat Pak Darel selaku pembina OSIS mengatakan bahwa sudah ada pengganti Waketos yang lama tanpa membicarakan apapun dengan Devan selaku Ketua OSIS sekolah nya. Matanya memicing menatap panitia yang mempersiapkan acara debat untuk lusa, matanya melirik sekilas kearah Gaga dan Mitchell yang berbicara berdua. Lalu matanya beralih kearah gadis berseragam berbeda dengannya namun memakai almamater OSIS. Dengan langkah cepat Devan mendekati gadis mungil itu dan menariknya kasar. "Anjirr sakit." Gadis itu berbalik saat tangannya ditarik kasar oleh seseorang. "Ikut gue." Devan menarik paksa tangan gadis itu tanpa peduli semua orang yang sudah memperhatikan mereka berdua. Devan membawa gadis itu ke belakang sekolah yang sepi, dia hanya ingin berbicara berdua tanpa siapapun yang mendengar mereka berdua. "Kasar banget sih lo jadi manusia, ga ada lembutnya sama sekali." bentak gadis itu saat cengkraman di pergelangan tangannya di lepas. "Kenapa lo ga nemuin gue terlebih dahulu tadi hah?" bentak Devan menatap tajam gadis di depannya. "Emang urusan gue sama lo apa,sampai gue harus ketemu lo dulu?" tanya gadis itu santai sambil menatap pergelangan tangannya yang memerah. "Gue Ketua Osis nya." desis Devan mengangkat dagu gadis itu agar menatapnya. Kedua mata itu saling bertemu, mereka terdiam sesaat hingga gadis di depannya memutar bola matanya malas. "Ya terus gue harus salto saat gue tau lo Ketua Osisnya gitu? halah mendingan gue nyelesaian tugas gue daripada ngomong ga penting kayak gini." ucap gadis itu ingin pergi namun segera ditarik oleh Devan. "Kenalin diri lo secara lengkap ke gue, sekarang!" ucap Devan tegas. "Ck, gue Azelia Rasyifa panggil Azel no yang lain. Anak XI IPA 1, pindahan dari Bandung. Selesai kan?" tanya Azel "Kenapa lo bisa langsung dipilih Pak Darel buat jadi Waketos baru, bahkan gue belum wawancara lo sedikit pun?" tanya Devan bingung. "Lo nanya gue? lah terus gue nanya siapa? gue aja kaga tau kenapa gue bisa kepilih masuk organisasi yang ga pernah gue minati ini." ucap Azel melirik sinis Devan dengan melipat kedua tangannya. Devan terdiam menatap gadis yang lebih pendek darinya itu, matanya menatap dingin kedua bola mata biru gelap itu tanpa mau melepaskannya. "Btw buat tuan Devan yang terhormat, daripada lo nyuruh gue kesini cuman buat liat lo mengagumi kecantikan gue. Mending gue pergi, karena gue sekarang sibuk." ucap Azel menatap tajam mata Devan lalu segera pergi membuat Devan hanya diam. "Sialan." gumam Devan tak berkutik menatap kepergian gadis itu. Selesai
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD