BAB II

1419 Words
"Rasanya berbeda, ya ketika rasa itu saling bertemu dan kita saling melengkapi. Itu adalah rasa yang luar biasa....." - Uknown - *****        DENGAN gerakan yang sudah mulai serempak, Sherren menghentikan musiknya lalu menatap teman-temannya yang akan menemaninya tampil di Pensi Sekolah mereka. Sherren tersenyum menatap semuanya. "Kita udah mulai serempak kok, tinggal mikirin kostum aja lagi buat kita nanti." ucap Sherren yang langsung duduk di lantai dan meminum air mineralnya. "Menurut gue ya Sher, bagian awal lagu kita kurang lincah apalagi yang bagian belakang." saran gadis berambut sebahu bernama Jihan. "Nah betul tuh, apalagi kita kan cuman 5 orang aja. Jadi, keliatan banget kalo kita kaga lincah." tambah Bee, gadis berambut pirang yang sekelas dengan Sherren. "Berarti tuh kita kurang power sama kelincahan gerakan ae, setelah itu selesai deh tinggal mikir kostum yang dibilang Sherren tadi aja." ucap Mikayla yang sedang mencepol rambutnya sembarang. "Yaudah besok kita latihan lagi, kita keluarin semuanya sebelum hari H nya, buat kostum entar kita bicarain di grup nanti malam." ucap Sherren. "Sip dah, gue mau ganti baju sekalian mau ke kantin. Ikut kaga nih?" tawar Jihan menatap semuanya. "Gue mau ganti baju terus ngadem di UKS aja, sekalian mau Wifi." cengir Bee menatap Jihan. "Otak lu ga jauh-jauh streaming ye. Yaudah lu Sher gimana?" Tanya Jihan menatap Sherren. "Gue?" "Ah si Sherren ga bisa ikut kita Jih, tuh udah ada belahan hatinya di luar." tunjuk Mikayla membuat ketiganya serempak menoleh kearah pintu mendapati Argha yang bersender di pintu sambil memainkan ponselnya dengan tangan kanan di saku celananya. "Subhanallah, pacar lo kok ganteng banget Sher. Hoki amat lo dapet dia." ucap Bee menyenggol bahu Sherren. "Yaelah, apaan sih lo. Udah ah gue duluan ya." ucap Sherren tersenyum ke yang lainnya lalu segera menghampiri Argha. Argha menatap Sherren yang menghampirinya, bibirnya tersenyum lalu segera memasukan ponselnya ke saku celana. "Capek ya." ucap Argha mengusap keringat di kening Sherren lalu merapikan rambut pacarnya itu. "Udah, yuk ke kantin. Capek banget nih." Sherren segera menarik tangan Argha menuju kearah kantin sekolah. "Yaelah pelan-pelan aja, entar jatuh terus nyungsep nangis lagi." ucap Argha membuat Sherren melirik sinis. "Aku ga secengeng itu ya." ucap Sherren tak terima. "Ya iyalah, pacar Argha kan ga suka nangis." kekeh Argha membuat Sherren tertawa sekilas "Udah makan?" Tanya Sherren. "Udah tadi ama yang lain, kamu belum kan? Ayo buruan!" Argha segera menarik tangan Sherren menuju kantin dengan cepat. Sherren hanya mengerucutkan bibirnya saat Argha membawanya berjalan cepat, padahal kakinya sudah lelah berjalan. *****       Aula sekolah sedikit lengang karena para panitia yang sedang menuju kantin untuk mengisi perut mereka ketika Devan memberikan waktu 20 menit untuk istirahat. Hanya tersisa Devan dan Azel yang sibuk mengerjakan kegiatannya masing-masing. . Azel yang menyusun bunga di vas bunga untuk ditaruh diatas meja sedangkan Devan mengecek bagian operator, memang semuanya sudah siap hanya menunggu acara besok. Terlebih Devan dan yang lainnya harus bekerja ekstra membuat panggung untuk Pensi lusanya. "Woy ketos! Ini bunga-bunga yang kek gini ada lagi ga? Kurang nih." seru Azel yang berada dekat meja untuk debat. "Berisik, lo kalo mau ngomong kesini." ketus Devan menatap tajam Azel. Azel hanya mengikuti omongan Devan, dia segera mendekat kearah Devan untuk bertanya tentang bunga buatan yang berada di genggamannya. "Ada bunga kek gini lagi ga? Kurang nih." ucap Azel menatap Devan dengan mata sipitnya. "Ada di gudang." jawab Devan tanpa menatap Azel. "Ga ada sopannya banget, ngomong ga liat orangnya." gumam Azel yang masih bisa di dengar oleh Devan. Azel langsung menarik tangan Devan tanpa meminta izin Devan sehingga laki-laki itu tertarik. Devan yang menatap pergelangan tangannya yang digenggam kuat Azel membuatnya membulatkan mata sempurna. "Lepasin tangan lo." desis Devan mencoba melepaskan genggaman gadis itu. "Lo b**o ya, gue kan murid baru. Mana gue tau gudang dimana." ucap Azel sengit. "Cari sendiri, ga usah sama gue." balas Devan tak mau kalah menatap mata gadis itu. "Mau cari sama siapa hah? Sebagai Ketos lo harusnya bantu wakilnya dong. Gimana sih loh." ketus Azel. Devan menatap tajam gadis di depannya lalu hanya menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dengan pasrah Devan membawa gadis itu menuju lantai 3 tempat dimana gudang berada. Lumayan melelahkan memang ditambah anak tangga yang banyak membuat Azel mengeluh. "Heh, udah tau nih gedung gede terus tinggi. Sumbangin lift kek, bikin kesel ae. Kaga tau orang capek." keluh Azel mengelap keringatnya tanpa menggubris Devan yang menatapnya aneh. "Noh gedungnya." tunjuk Devan. Dengan segera Azel masuk ke dalam gudang, matanya menatap ke segala penjuru hingga matanya terhenti kearah karangan bunga yang dicarinya. Azel segera mengambil bunga itu membiarkan Devan yang hanya memainkan ponselnya tanpa berniat membantuk sama sekali. "Percuma ganteng, tapi ga punya hati buat nolongin orang yang lagi susah." gerutu Azel sebal. "Lama-lama lo bikin gue gerah ya, bisa ga sih ga usah kebanyakan ngeluh. Kebanyakan bacot lo." ucap Devan dengan ketus. "Bodo amat." Setelah selesai, Azel dan Devan segera kembali ke aula lalu kembali mengerjakan tugas mereka masing-masing. Semuanya hening tak ada yang ingin bicara hingga anak panitia kembali datang dan mengerjakan tugas mereka. "Bagus tuh zel." celetuk Clara yang menghampiri Azel. "Iya tuh bagus, btw kalo ini udah selese kita ke lapangan lagi ya persiapan bangun panggung." ucap Mitchell yang duduk di samping Azel. "Iya-iya kaga lupa gue, eh lo udah istirahat?" tanya Clara menatap Azel. "Belum sih, males kaga laper juga gue." ucap Azel tanpa menatap Clara. "Yaelah lo, emang makan harus nunggu laper dulu. Sana lo makan dulu aja, entar gue ama Clara yang nyelesain." ucap Mitchell. "Kaga, udah diem jan berisik. Biar cepet selese nih." Mitchell dan Clara hanya mengangguk singkat lalu sedikit membantu Azel untuk menaruh bunga yang selesai di rangkai keatas meja yang sudah di tata rapi. "Zel, lo ga kaget apa tiba-tiba ae baru masuk udah jadi Waketos?" tanya Clara. "Ya kaget lah, gue ga tau apa-apa malah disuruh jadi Waketos." ucap Azel. "Emang Pak Darel tuh suka bikin kesel, sesukanya ae gitu tanpa mikir perasaan orang lain. Tapi gue sih enjoy aja, soalnya Waketos nya kek lo ga kek mak lampir Bella." ucap Mitchell. "Ngatain orang dosa lo." ucap Clara. "Emang Waketos lama kenapa dah ampe di cabut jabatannya?" tanya Azel penasaran. "Nyebat, gila kan. Padahal cewek, parah emang tuh manusia satu. Kaga pinter otaknya." jawab Mitchell. "Kayak lo pinter aja." celetuk Clara. "Berantem yok ra!" tantang Mitchell kesal. "Woi gaes!!" teriak gadis dari kejauhan. Sherren melambaikan tangannya lalu menghampiri mereka. "Eh lo murid baru kelas gue kan? kenalin Sherren." sapa Sherren menatap Azel "Azel, salam kenal juga." balas Azel tersenyum. "Ngapain lo pada disini?" tanya Sherren. "Boker gue." "Ngelawak lo." Dilain tempat, Gaga dan yang lainnya menghampiri Devan yang duduk tidak jauh dari gerombolan Azel. Mata laki-laki itu menatap taajm kearah Azel hingga tepukan dibahunya membuatnya tersadar. "Awas suka lo ama dia." ejek Daffa. "Apaan sih lo." Devan kembali menatap kearah lain, pekerjaannya sudah selesai. Hanya tinggal ke lapangan untuk membantu yang lainnya. "Si Sherren abis latihan ya, Gha?" tanya Gaga. "Yoi, tuh anak disuruh istirahat kaga mau." jawab Argha. "Anak dancer mah beda ye." celetuk Daffa. "Eh itu murid baru ya samping Mitchell?" tanya Daffa penasaran. "Yoi anak baru, Waketos baru kita juga." ucap Gaga "Gila, murid baru udah jadi Waketos ae." ucap Daffa. "Kayak kaga tau Pak Darel aja gimana, btw pinter dia makanya ga diragukan lagi. Anak Bandung pula." jelas Argha "Tau darimana lo?" tanya Devan. "Tadi diceritain temen gue, iya sih percaya gue pas liat hasil tes masuk dia kesini. Bener semua anjay." ucap Argha. "Cocok ama lo tuh van." goda Gaga. "Bacot, ga suka gue ama dia." ucap Devan. Gaga hanya terkekeh sekilas lalu ikut duduk disamping Devan dan sesekali mengawasi Mitchell dari kejauhan. Daffa hanya memainkan ponselnya sedangan Devan dan Argha membicarakan sesuatu yang tak terlalu penting. "Lo ga bantu anak Osis di lapangan, kan mau bangun panggung?" tanya Gaga . "Ini mau kesana, tapi istirahat bentar." jawab Devan. "Gaga!!!" teriak Mitchell. Mitchell dan yang lainnya menghampiri Gaga dan sahabat-sahabatnya. Gaga yang merasa terpanggil menatap Mitchell. "Apa sih lo, dasar fans." ucap Gaga. "Iya gue fans lo, bagi tanda tangan dong hehe..." "Geli anjir." ucap Sherren mendelik kesal. "Syirik ae lo ama gue, eh kebawah yok!" ajak Mitchell. "Mager, sediain karpet terbang aja." ucap Daffa. "Karpet terbang pala lo." ucap Clara. Semuanya hanya tertawa mendengar lelucon dari Daffa hingga ponsel Azel berdering, membuat semuanya hening seketika. Azel menatap layar ponselnya sebentar lalu mematikannya. "Kenapa ga diangkat dah? pacar lo yang nelpon." tanya Argha. "Babu gue yang nelpon." "Sok punya babu, bukannya lo yang babu." kekeh Clara. "Bacot lo." dumel Azel membuat semuanya kembali tertawa terkecuali Devan yang hanya menatap datar kearah Azel. Selesai
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD