Chapter 2

1161 Words
Eve membuka kedua matanya saat mencium aroma tubuh seseorang yang sudah ia kenal. Kepalanya menoleh malas ke sumber aroma dan mendapati Ryu yang terlihat berpakaian rapi dengan jas hitam dan kemeja putih yang membalut tubuhnya. Eve mengernyit saat pria manekin itu memegang tiga buah tangkai bunga mawar merah di tangannya dan mawar hitam di pangkuannya. "Apa yang kaulakukan di sana?" tanya Eve sambil kembali bergelung pada selimutnya. Ryu tidak menjawab tangannya masih memilin tangkai bunga mawar itu lalu mematahkannya begitu saja. Eve menatap heran ke arah Ryu, tingkah pria manekin itu memang tidak bisa ditebak. Saat tangan putih itu meremas tangkai bunga mawar yang berduri, terlihat cairan merah yang keluar dari sela-sela jemari indahnya. "Astaga, Ryu!" pekik Eve sambil bangkit dari ranjang seketika dan menghampiri pria manekin itu sambil mengambil sapu tangan miliknya di atas nakas. "Apa yang kaulakukan?" tanya Eve geram. Tangannya yang terampil langsung saja membuka tangan Ryu dan membuang tangkai-tangkai berduri itu dan membalut tangan Ryu dengan sapu tangan miliknya. Eve merutuki tingkah bodoh yang dilakukan pria di hadapannya itu dalam hati. "Apa kau sudah tidak marah lagi?" pertanyaan Ryu membuat Eve menyipitkan matanya tajam. "Apa maksudmu?" tanya Eve tidak mengerti. "Aku sudah mengenyahkan ketiga wanita itu," jawab Ryu dengan datarnya. "Apa?" Eve membulatkan kedua matanya, ia jelas mengerti yang dimaksud Ryu dengan ketiga wanita yang ia sebut. "Jadi ... jangan marah lagi padaku," jawab Ryu sambil sedikit tertunduk yang membuat Eve tidak bisa berkata-kata. Tangan Ryu terulur memberikan setangkai bunga mawar hitam pada Eve. Eve hanya dapat menerima mawar hitam yang langka itu dari pria yang esok akan menikahinya. Eve menatap mawar hitam di tangannya, tidak perlu memanggil pakar bunga untuk menerjemahkan apa yang diinginkan Ryu. Dan Eve tidak perlu bertanya pada Ryu tentang bunga mawar yang indah itu. "Aku ... ingin kau menjadi satu-satunya dalam hidupku." baru kali ini Eve mendengar Ryu berkata manis, biasanya pria itu hanya menatap datar dan tidak berkata apapun padanya. "Apa kepalamu habis terbentur?" tanya Eve sambil memeriksa kening Ryu tanpa ia sadari. "Eve," panggil Ryu. "Aku tidak tahu harus berkata apa padamu, tetapi aku akan mencoba menjadi yang terbaik untukmu," ujar Ryu dengan datarnya. Eve tidak menjawab, ia tidak mengerti bagian mana yang dimaksud Nero. Jika Ryu tidak pandai berbicara, ia tidak sedang dirayu, bukan? "Ryu, kau ...." Eve tidak melanjutkan ucapannya, wanita itu terlihat kembali berpikir sedangkan Ryu menunggu apa yang akan dikatakan Eve. "Beri aku satu alasan untuk berada di sisimu." Hanya itu yang dapat keluar dari bibir Eve. "Kau tidak memerlukan alasan untuk berada di sisiku," jawab Ryu cepat sambil menarik tubuh Eve jatuh di atas pangkuannya. Kini Eve paham dengan apa yang diinginkan pria manekin itu, pria itu menginginkan sebuah cinta darinya. Karena hanya ada satu alasan untuk tetap berada di sisi seseorang, yaitu cinta. Eve bertanya-tanya, mengapa ia bisa mengerti cinta. Apa ia pernah merasakan cinta pada seseorang? Eve menggelengkan kepalanya. 'Ryu hanya ingin dicintai seperti diriku.' Eve tersentak dengan pemikirannya sendiri. 'Diriku? Apa aku pernah merasa seperti itu? Tetapi ... entah mengapa perasaan itu tidaklah asing untukku,' batin Eve bertanya-tanya. Cup Eve kembali tersadar dari lamunannya, ia baru sadar apa yang telah terjadi setelah pria tampan itu mendaratkan bibirnya pada pipi Eve. "Melamun." Lagi-lagi Ryu memperhatikannya. "Aku hanya memikirkan sesuatu," rutuk Eve sambil bangkit berdiri, aroma tubuh pria itu benar-benar mengganggunya. Entah mengapa saat mencium aroma tubuh Ryu, Eve ingin sekali memeluk pria itu. Menyebalkan, Eve benar-benar merutuki dirinya sendiri. Rasanya tubuhnya bukanlah lagi miliknya. Tentu saja organ dalam tubuhnya sebagian memang bukan miliknya. "Ryu," panggil Eve saat wanita itu memilih duduk di pinggir ranjang. Seperti biasa Ryu hanya menatap datar Eve dengan mata yang sedikit menyipit, Eve mendengkus saat melihat raut wajah Ryu yang tidak berubah sejak pertama kali bertemu. "Kau sudah mengetahui siapa aku sebenarnya?" tanya Eve sedikit ragu. "Aku tidak peduli." Jawaban Ryu membuat Eve menatap aneh ke arah Ryu. "Ryu, aku memiliki seorang putri." "Aku tahu." "Lalu, mengapa?" "Aku tidak peduli," jawab Ryu dengan tetap berwajah datar tanpa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan Eve. Eve memijat pangkal hidungnya, sepertinya ia akan meledak sebentar lagi. Ia tidak mengerti dengan ketidakpedulian Ryu dalam hal itu, bagaimana bisa Ryu menginginkannya? "Kalau begitu, bisakah kau menjawab pertanyaanku? Mengapa kau ingin menikah denganku?" tanya Eve kini dengan wajah serius. "Apa kau ingin mempercepat malam pertama kita?" pertanyaan Ryu membuat Eve ingin memukul wajah pria yang sayangnya terlalu tampan itu. "Jawab saja!" pekik Eve kesal karena perkataan Nero tentang pria manekin itu sepertinya sudah kadaluarsa. Lihat saja pria yang sialnya terlalu tampan itu, bisa-bisanya berkata seperti itu dengan wajah datarnya. Eve merutuki dirinya karena mempercayai Nero yang sudah pasti bersekongkol dengan Ryu. "Apa kau akan percaya jika aku mencintaimu?" Jawaban Ryu membuat Eve membeku. Seketika ia mendengar sesuatu di kepalanya, seseorang berkata 'aku mencintaimu' pada Eve. Rasa sakit mulai menyerang kepala Eve, seketika tubuhnya jatuh luruh ke lantai dengan satu tangannya yang memegang kepalanya. "EVE!" Ryu langsung saja menghampiri Eve, pria manekin itu terlihat begitu khawatir melihat calon istrinya itu. Eve menatap wajah Ryu yang khawatir, meski kepalanya terasa sakit ia dapat menerka-nerka apa yang terjadi. Sepertinya perlahan-lahan ingatannya datang menyerang isi kepala Eve. "Aku baik-baik saja, sepertinya ingatan-ingatan itu sudah mulai menyerbu otakku secara perlahan," jawab Eve sambil tersenyum ke arah Ryu. Ryu langsung saja memeluk Eve, ia tidak ingin Eve merasakan hal sakit itu terulang kembali. Eve dapat mendengar detak jantung Ryu yang berdebar-debar, pria itu ketakutan dan Eve mengetahui itu. "Tenanglah, aku baik-baik saja." Sebenarnya siapa yang harus ditenangkan di sini, Eve benar-benar tidak habis pikir. Ryu mengangkat tubuh Eve dan membaringkan wanitanya di atas ranjang. Menarik selimut untuk menutupi tubuh Eve yang hanya memakai pakaian tidur yang terbilang tipis. Ia sudah tidak bisa menahannya, tetapi ia harus bertahan untuk hari esok. "Istirahatlah," ucap Ryu sambil mengecup kening Eve. "Ryu," panggil Eve saat pria itu ingin pergi meninggalkan kamarnya, Ryu hanya menoleh sambil memasukkan satu tangannya ke dalam saku. "Apa yang kaulakukan pada ketiga istrimu?" tanya Eve takut-takut. Ryu mengangkat satu alisnya lalu memiringkan sedikit wajahnya. "Memberikannya pada predator," jawab Ryu dengan polosnya. "Apa? Kau membunuh mereka?" tanya Eve menatap horor ke arah Ryu. "Tidak, aku tidak suka membunuh," jawab Ryu datar. "Lalu apa maksudmu dengan predator?" tanya Eve menatap bingung ke arah Ryu. "Ichiru," jawab Ryu singkat. "Ichiru?" Eve membeo yang semakin tidak mengerti apa yang dimaksud Ryu. "Jangan mendekatinya." Ryu memberi peringatan sambil berlalu keluar kamar Eve. Pintu tertutup begitu saja meninggalkan Eve yang masih bertanya-tanya. Ingin sekali Eve mengejar Ryu, tetapi suara pintu terkunci menandakan ia tidak bisa keluar dari kamar itu. Ryu berjalan menyusuri lorong mansion besar miliknya, beberapa pria berjas hitam yang tidak sengaja bertemu langsung saja menunduk dalam ke arah Ryu. "Tuan, persiapan pernikahan Anda sudah selesai dengan sempurna," lapor salah seorang berjas hitam dengan kacamata hitam tebal milik pria itu, Ryu hanya menjawab dengan gumaman. "Tuan Besar saat ini telah menunggu Anda." Ryu berhenti melangkah sambil menoleh ke arah anak buahnya itu. "Jaga kamar calon istriku seketat mungkin," ujar Ryu yang kini wajahnya sudah mengeras. "Baiklah, Tuan."   ***   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD