Part dua

1494 Words
Seseorang pernah salah dan kamu tak pantas untuk menghakiminya. Siapa tau dia bisa berubah dengan berjalannya waktu. Teringat kembali tentang perjodohannya. Salsa hanya bisa pasrah dengan perjodohan ini. Meski memang dia tak menginginkan, bahkan sudah menolak beberapa kali. Namun, tetap saja dia harus mau untuk dijodohkan dengan seseorang yang tidak dia kenali sama sekali. Membujuk ayahnya adalah hal yang sangat sulit. Bahkan sang bunda sudah berusaha. Tapi, tetap saja ayahnya itu tidak mau membatalkan perjodohan ini.   "Salsa kamu gapapa kan? Maafin bunda gabisa bujuk ayah kamu" ucap bunda Salsa dengan menatap haru anaknya yang sedang melamun di jendela kamar, entah lah Salsa sedang menatap apa dengan pandangan kosong.   "Bun... Udah salsa gapapa" bagai manapun perasaannya tentang perjodohan ini, tetap saja salsa takan mampu untuk menceritakan bahwa dia terluka dengan perjodohannya. Karna, ada seseorang yang telah dia simpan di hatinya. Seseorang yang telah merebut hatinya. Namun justru ketika ia masi ingin menunggu dia. Allah malah memberikan sinyal untuk salsa agar segera melupakan cinta pertamanya. "yaudah kamu siap-siap yah bentar lagi keluarga om farhan mau kesini" Salsa tak menjawab dia hanya diam dan mengangguk pasrah. Bundanya meninggalkan salsa.   Mau bagaimanapun ini salah nya, dia tak bisa membujuk suaminya. Tapi setidaknya dia bersyukur tentang lelaki yang akan dijodohkan dengan salsa jelas bukan lelaki yang buruk. Dia terlahir dari keluarga yang babat, bibit, bobotnya jelas dan insyaa allah dia juga pasti baik agamanya. Setidaknya anaknya akan memiliki laki-laki yang mampu membimbing dirinya jauh lebih baik.   *** Di keramaian kantin kampus Aiza duduk sendiri dan makan sendiri. Sedari tadi dia menunggu datangnya Salsa namun entah lah Salsa kemana.   'Apa dia baik-baik saja?' Selalu itu yang terlintas di benak Aiza mau bagaimanapun dia pasti mengerti perasaan Salsa. Sudah sedari kecil mereka bersama dan Aiza sudah jelas paham dengan hati Salsa saat ini. Salsa sudah pasti merasa gugup dan khawatir.   "Assalamu'alaikum, kamu gamasuk kelas? Kamu baik-baik ajakan Sal?" tanya Aiza setelah sambungan telponnya diterima Salsa.   "Wa'alaikumsalam Za, aku baik-baik aja ko kamu tenang aja. Oh iyah... calon aku nanti habis ashar dia mau kesini. Kamu temenin aku yah plisss" pinta salsa. Salsa sangat butuh support dari sahabatnya. Setidaknya ia punya tempat curhat tentang hatinya. Bersama Aiza setidaknya mengurangi kegugupan yang ia miliki.   "Aku bisa aja dateng. Tapi, gimana sama bunda kamu? Aku gaenak ini kan acara keluarga" "Bunda ijinin ko Za. Kamu selesai kelas jam dua kan? Nanti kamu langsung kerumah aku aja sekalian shalat ashar di sini" "Insyaa allah nanti aku ijin dulu sama umi" "Makasi yah, kalau gitu aku tutup. Assalamu'alaikum" "Wa'alaikumussalam" Setelah menutup sambungan telponnya dengan Salsa, Aiza hanya bisa diam. Sahabatnya sudah benar-benar akan di pinang. Dia akan menjalin pernikahan suci. Tanpa pacaran sama sekali. Namun dia?   Dia bukan ingin menikah sekarang, Hanya saja, Dia masi belum bisa melupakan Dika, sahabatnya. Sekaligus cinta pertamanya. Cinta yang jelas salah. Beginilah memang berharap pada manusia itu begitu menyakitkan.   "Aiza gue ijin duduk sini yah" Ucap seseorang yang lansung saja duduk tanpa mendengar jawaban Aiza. "Duduk aja rei, kamu kenapa?" Tanya Aiza yang melihat wanita di depannya dengan nafas tidak beraturan. "Suut gue lagi di kejar abang gue Za" "Kamu ini ada-ada aja Rei" "Berisikk Aizaaa. Gue ngumpet di bawah meja yah, kalo abang gue nanya bilang aja gatau pokonya. " "Gabisa Rei, itu boong namanya aku takut" Reina tidak menjawab, dia tetap saja bersembunyi di bawah meja dan menghiraukan perkataan aiza. Tiba-tiba ada lelaki yang berjalan seperti mencari seseorang. Kepalanya menengok ke sana kemari. Dan lelaki itu menghampiri Aiza yang jelas sedang menahan gugup karna apa harus dia berbohong demi Reina karna dia sedang di cari kembarannya? "Maaf apa kamu liat Reina?" ucap lelaki itu dengan pandangan lurus menatap Aiza. Sementara aiza hanya menundukan pandangannya dan melihat Reina yang sedang bersembunyi itu menyuruhnya diam namun, justruuu..   "Reina ternyata kamu ngumpet disini yah. Cepet keluar Reina Aditama."   "Iyah aku keluar tapi abang jangan marah sama aku dong" "Gimana abang ga marah, kamu ini selalu bikin abang marah. " "Ya tapi kan harusnya abang ga gitu juga kali" "Udah-udah" sela Aiza, jelas dia merasa aneh apa sebenarnya yang sedang di ributkan oleh saudara kembar ini? Mana ributnya berada di tengah-tengah Aiza.   "Maaf yah Za, abang gue kalo marah suka gatau tempat." ucap Reina dan langsung meminum jus buah naga milik Aiza.   "Rei itu jus apa?"   "Za..ini buah naga?" "Iya, emangnya kenapa?" ucap Aiza bingung dengan raut wajah Reina yang terlihat kaget. Apa gadis itu sebelum minum tidak memperhatikan gelasnya?   "Ya ampun Rei, kamu kan alergi buah naga. Gimana si, makannya jangan asal nyerobot minum aja bisa ga si." ucap abangnya marah. Apa seceroboh itu Reina? pahamkan dia bahwa abangnya begitu khawatir dengan keadaan Reina.   "bang.... Nafas Rei sesek" Ujar Reina setelah meminum minuman Aiza.   "Ayo kita ke rumah sakit" ucap abangnya begitu panik melihat adiknya dengan keadaan seperti ini. Reyhan membawa Reina ke dalam gendongannya. Diikuti Aiza yang memgikuti langkah kaki pemuda tegap itu. Keduanya benar-benar dilanda khawatir. Akhirnya Aiza dan abangnya Reina membawa Reina ke rumah sakit. Dengan keadaan Reina yang semakin memburuk di dalam mobil yang di kendarai abangnya membuat Aiza dan abangnya benar-benar di landa panik. Sudah lama alergi Reina tidak kambuh. Dan abangnya benar-benar khawatir.   "Rei maafin aku, aku gatau kamu alergi buah naga maafin aku Rei. " ucap aiza dengan memegang tangan reina sambil menangis. Tak tega melihat keadaan Reina yang seperti ini dan justru menambah rasa bersalahnya. Muka merah, dan nafas yang sesak ini benar-benar membuat Aiza dilanda takut. Bagaimana jika terjadi apa-apa dengan Reina? Setelah sampai di rumah sakit Reina langsung saja dilarikan di IGD. Dengan di bopong abangnya. Raut khawatir sangat kentara di wajahnya yang tegas.   "Aiza?" "Dika" Setelah memanggil dengan nama masing-masing mereka berdua hanya bisa saling menatap. Cinta lama yang sudah lama tidak bertemu justru kembali dipertemukan. Sudah mencoba melupakan hanya saja takdir begitu kejam mempermainkan mereka. Kenangan masa lalu muncul dalam benak keduanya. Tawa, tangis seakan muncul menjadi satu-satu.   "Astagfirullah" ucap Aiza lirih.   "Lo dokter kan?! Cepet tangani adik gue sekarang! Lo mau gue tuntut?!" Ujar Abang Reina marah.   "Baik pak mohon maaf" ucap dokter itu yang ternyata adalah Dika. Dika pergi menuju ruangan IGD dengan pandangan yang terus Tertuju pada Aiza. Sementara Aiza hanya bisa menundukan pandangannya. Dia sudah ingin melupakan Dika yang tak seharusnya ia cintai sedalam ini. Lalu kenapa justru ia malah di pertemukan? Takdir? Apa iya ini takdir? Atau justru ini kabar baik? Atau juga kabar buruk yang akan keduanya terima.   "Kamu memang kenal dengan dokter tadi?" ucap abang reina dengan pandangan mengintimidasi Aiza.   "Dia teman masa kecil saya" ucap Aiza dengan pandangan yang masi menunduk dengan jarak yang lumayan jauh dengan abang Reina.   "Saya tidak yakin jika hanya teman masa kecil" "Maksud anda?" tanya Aiza dengan mengalihkan pandangnnya sebentar seperti ada yang aneh dengan kata-kata dari orang di depannya ini. Baru saja bertemu sudah berprasangka yang aneh. Sementara abang reina ini hanya mengedikan bahu nya. Tanda bahwa pertanyaan dari Aiza itu sangat tidak penting. Dan sangat tidak perlu ia jawab. Setelah keheningan diantara Aiza dan abangnya Reina, Reina dan dokter Dika pun keluar dari ruangan IGD. "Rei kamu gapapa kan?" ucapnya dengan langsung memeriksa keadaan reina. "Aku gapapa bang, abang tenang aja" "Reina gapapa, lain kali harus lebih hati-hati lagi jika mau makan apa pun" Ujar Dika. Semuanya diam, sibuk dengan dirinya masing-masing. Reina yang di recoki abangnya. Dan aiza yang menundukan pandangannya karena Dika terus saja memandangnya. Setelah keheningan yang lumayan lama, akhirnya Dika kembali bersuara.   "Aiza..." ucapannya terputus karna sambungan telpon di sakunya. Dika justru mengangkat telponnya dengan mengacuhkan panggilannya tadi.   "Assalamu'alaikum umi" "Iya dika sekarang langsung pulang" "Iya mi wa'alaikumussalam" "Maaf ya saya duluan" ucap Dika dan langsung pergi begitu saja meninggalkan Aiza dengan rasa penasarannya.   "Kamu pulang sendiri atau mau ikut dengan kita?" Tanya abang Reina.   "Abang yah jelas kita harus anterin aiza dong. Gara-gara aku juga aiza jadi bolos kuliahnya" Reina benar-benar merasa tidak enak. Karna sudah membuat khawatir Aiza dan membuat Aiza bolos dari kuliahnya.   "Gapapa Rei, aku pulang sendiri. Kalo gitu aku duluan assalamu'alaikum" "Yaudah Za, hati-hati yah Wa'alaikumsalam" "Teman kamu aneh Rei" "Reina juga gatau, gabiasanya Aiza kaya gitu. Jangan-jangan abang marahin dia?!" tanya Reina dengan mata yang melotot. Dia sampai lupa bahwa abangnya ini orang yang pemarah bagaimana jika aiza justru abangnya bentak? Bagaimna jika Aiza justru abangnya marahi? "Abang serius" rengek Reina yang tak kunjung mendapatkan jawaban dari abangnya.   "Engga. " "Awas aja yah besok aku tanya Aiza, udah lah ayo pulang." *** Dengan perasaan yang tidak karuan. Sekian lama Aiza melupakan justru takdir membawanya kembali bertemu dengan dia. Sebegitu sulitkah hanya untuk melupakan seorang Dika?   Apa sesulit itu bagi Aiza? Selama ini dia diam. Tak menunjukan rasa cintanya sama sekali. Bahkan yang mengetahuinya pun hanya uminya dengan sang maha cipta. Sahabatnya Salsa saja tak ia beritahu. Semua hanya karna ia berusaha untuk melupakan seorang Dika.   Aiza hanya bisa duduk melamun ditaman rumah sakit. Dia masi disini. Kembali mengingat kejadian tujuh tahun yang lalu dimana ia masi sering bersama Dika. Mengingat memori tentang kebersamaan mereka. Kebersamaan yang mungkin tidak akan pernah Aiza lupakan sama sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD