Bab 2

1184 Words
Tinggal beberapa hari menuju pernikahan, beberapa persiapan sudah selesai sedangkan beberapa lagi masih dalam proses pengerjaan. Shafir berada di dalam kamar sembari meraba kotak kayu lama yang berukir bunga. Wanita itu dengan hati-hati membuka kotak itu meraba isi di dalamnya dan meraih sebuah bingkai foto yang tidak begitu besar. Itu adalah foto keluarga milik Shafir satu-satunya foto yang ia miliki tapi sayangnya tidak dapat dia lihat lagi. menjelang hari pernikahan, Shafir merindukan orang tuannya beberapa hari lalu ia menjenguk ayahnya di rumah sakit juga mengunjungi makam ibunya. Di saat hari bahagia Shafir tidak ada yang mendampinginya. Suara ketukan pintu terdengar, Shafir pun berseru mengizinkan orang itu untuk masuk kedalam. "Nona, ini vitamin anda ..." Ucap Rora menyerahkan beberapa butir obat pada Shafir. "Bisakah aku tidak minum, sepertinya aku baik-baik saja." Jawab Shafir yang merasa dirinya baik-baik saja tanpa obat-obatan itu. "Tapi, bagaimana jika ada masalah di hari pernikahan karena anda tidak meminum obat anda, sudah beberapa hari anda lupa meminumnya." Jelas Rora. "Kau benar, berikan aku air." Ucap Shafir yang berniat meminum obat-obatan itu. Semenjak beberapa bulan setelah kecelakaan Shafir rutin mengkonsumsi obat itu. Obat itu membantu memulihkan mata Shafir secara perlahan. "Karena anda sudah meminum obatnya, saya akan kembali melanjutkan pekerjaan saya.", Jelas Rora sebelum akhirnya pergi Shafir meletakan kotak kayu itu di atas nakas setelah itu dia menyadarkan tubuhnya, perlahan-lahan mata Shafir tertutup entahlah dia seperti terhanyut setiap kali meminum obat itu. ***** Hari pernikahan pun tiba Shafir yang sedari tadi hanya terlihat mengulum senyum mendengar ocehan MUA yang merias wajahnya. Perasaan Shafir sangat deg-degan di hari ini dia akan menjadi seorang pengantin dan untuk selamanya dia akan hidup dengan Gaston membangun sebuah rumah tangga dan memiliki beberapa anak-anak yang lucu. Membayangkan hal itu saja sudah membuat Shafir bahagia. Semua telah siap mobil pembawa pengantin pun sudah menunggu Shafir. Shafir menuju tempat acara yang berada di sebuah taman botani pribadi milik keluarga Brown sayangnya tempat itu sedikit jauh Diri pusat kota Swiss lebih tepatnya ada di pinggiran kota itu. Sepanjang perjalanan Shafir menghela nafas berkali-kali sungguh wanita itu sangat gugup di hari besar ini. Di teng perjalanan mobil yang Shafir tumpangi terhenti mendadak seperti telah terjadi sesuatu. "Ada apa?" "Sepertinya ada masalah Nona." "Masalah?" "Iya, biar saya periksa sebentar." Ucap supir Shafir. "Nona ban mobil kita bocor." Ucap sopir setelah beberapa saat "Lalu? Butuh waktu berapa lama?" "Sekitar 15 menit." "Berapa jauh lagi!" Beberapa saat tidak ada jawaban hanya terdengar suara deru laju kendaraan yang perlahan-lahan mendekat, Shafir mencoba membuka pintu, Tapi ternyata pintu mobil terkunci, Shafir berteriak meminta sopirnya membuka pintu tapi ternyata tidak ada seorangpun. Brakk.... Suara hantaman terdengar keras saat mobil truk besar itu menabrak mobil Shafir hingga terpental beberapa mater dan jatuh keluar pembatas jalan lalu masuk ke jurang. Di dalam sana Shafir melayang dalam pikiran cepat dan ingatan tentang kejadian yang mirip beberapa tahun lalu. Kecelakaan yang merenggut ibunya dan mungkin kecelakaan kali ini akan merenggut nyawanya. Tragis segala tragedi naas harus Shafir alami di hari bahagianya. Tes ... Tes ... Suara bensin menetes terdengar samar menambah suasana mencekam saat itu mata Shafir perlahan terbuka dengan segala rasa sakit yang ia alami wanita itu hany bisa meminta tolong walau bahkan suaranya saja sulit keluar. Apakah ini akhir hidupnya? Mata Shafir kembali terpejam hingga beberapa saat suara ledakan terdengar. ***** Silau cahaya putih menyadarkan Shafir saat matanya terbuka awalnya buram, tapi lama kelamaan semua semakin jelas terlihat. Apa dia sudah mati? Mengapa ia bisa melihat cahaya putih? Dia pasti sudah di surga. "Ibu ... Aku datang." Isak wanita itu yang yakin seratus persen jika dirinya sudah mati. Tap ... Tap ... tap Suara langkah mengalihkan pandangan Shafir, mata wanita itu tertuju pada sosok lelaki tampan berbaju hitam yang berdiri di depannya. "Apa lelaki ini seorang malaikat? Tampan sekali ... " Batin Shafir. "Nona Shafir Adella Brown ..." Ucap lelaki itu dengan nada baret yang sangat enak di dengar. "Ya .." "Bagaimana perasaanmu?" Tanya lelaki itu. "Aku baik ... Tapi di mana ibuku?" Lelaki itu menyeringit mendengar pertanyaan Shafir. "Saat kecelakaan itu kau sendirian." Jawabnya "Tidak, maksudku sekarang aku sudah mati jadi apa bisa aku bertemu ibuku ..." Tanya Shafir dengan polosnya. Lelaki itu tersenyum kecil menambah kadar ketampanan yang ia miliki. "Kau belum bisa bertemu ibumu." "Kenapa? Apa aku masuk neraka? Kumohon izinkan aku bertemu ibuku sebelum aku di hukum." Pinta Shafir. "Aku tidak bisa melakukannya ... Maaf." "Kenapa??" Ucap Shafir melemah. Kenapa hanya bertemu ibunya saja tidak boleh "Karena kau belum mati ... Kau masih hidup." Jelas lelaki itu sambil memangku tangannya. "A-apa!! Bagaimana mungkin!" Shafir terlonjak bangun wanita itu jelas buta tapi mengapa sekarang ia bisa melihat segala mata Shafir mengamati sekeliling ruangan yang ternyata adalah kamar rumah sakit. "Aku ... Aku masih hidup, tapi ... Mataku?" Shafir menatap lelaki yang sedari tadi diam mengawasinya. "Apa yang terjadi dan siapa kau? Dimana keluargaku?" Lelaki itu mendudukkan dirinya di sofa ia terlihat santai berbeda dengan Shafir yang panik dan kebingungan. "Jawab aku!" Lelaki itu menyalakan tv dan memberikan isyarat agar Shafir menonton tayangan tersebut. Saat itu Shafir terbungkam saat tertulis jelas di headline berita bahwa hari ini adalah perintah 100 hari kepergiannya. 100 hari? "Apa maksudnya semua itu?" Tanya Shafir pada lelaki misterius itu. "Kau belum mati, tapi bagi mereka mau sudah mati." Jelasnya "Ini salah paham ... Aku harus jelaskan, aku harus bertemu Gaston dia pasti sedih dan mengira aku sudah mati!" Saat bergerak turun kaki Shafir terasa lemah seperti tidak memiliki kekuatan untuk menopang beban tubuhnya. Sedangkan lelaki itu hanya diam sambil memandangi Shafir yang sedang terduduk di lantai dengan tubuh yang gemetaran. "Tolong, bawa aku kembali ... Gaston pasti sangat sedih ..." guman Shafir. "Gaston?" "Iya, dia kekasihku ... Hari di mana aku mengalami kecelakaan adalah hari pernikahan kami." Jelas Shafir. Wanita itu membenarkan duduknya menjadi bersujud menghadap lelaki yang masih duduk santai tanpa ekspresi. "Kumohon ... Bawa aku bertemu dengannya ... Dia pasti sangat senang ketika mengetahui aku masih hidup terlebih aku sudah bisa melihat ..." pinta Shafir. "Tapi kau akan mati jika aku membawamu bertemu dengannya." Jelas lelaki itu datar "A-apa maksudmu?" Shafir memasang raut wajah heran dengan perkataan yang lelaki itu berikan. "Dalang dari kecelakaan yang kau alami adalah kekasihmu sendiri." Jawab lelaki itu. Tubuh Shafir terasa dingin seketika bulu kuduk wanita itu bergidik, tangannya pun gemetaran. "Bagaimana mungkin, kau pasti berbohong ... " "Sayang sekali, apa yang aku katakan adalah kenyataan ..." "Pembohong!!" Lelaki itu melemparkan sebuah amplop coklat di sampingnya ke arah Shafir. "Apa ini?" Tanya wanita itu saat amplop yang lelaki itu lempar mendarat tepat di depannya. "Lihatlah sendiri ..." "Aku tidak mau melihatnya." Tolak Shafir. "Terserah padamu kehidupanmu tergantung pada pilihanmu." Shafir terdiam sejenak sembari menatap amplop itu lekat. "Semua kebenaran ada di sana ... Jika kau tidak ingin melihatnya kau bisa buang saja ... ". Lelaki itu bangkit kemudian berjalan menuju pintu keluar. "Kenapa kau menyelamatkan aku?" "Entahlah, aku juga bingung ... Tapi menyesal atau tidaknya aku akan di tentukan oleh pilihanmu." Jawab lelaki itu sebelum menghilang di balik pintu. Shafir masih terdiam dengan posisi yang sama. Akankah semua yang di lelaki itu katakan benar. Apakah semua yang terjadi adalah ulah Gaston lelaki yang di cintainya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD