3. Jin dalam lonceng.

1322 Words
Waktu berlalu dengan begitu cepat. Luciavy tumbuh dengan baik dan menjadi anak yang cerdas. Ia tumbuh berdampingan dengan Zefanya Dendalion, anak dari Albert dan Gresya. Banyak hal yang telah terjadi. Membuat Luciavy tumbuh menjadi gadis ceria namun tak memiliki teman. Tak imbangnya kasih sayang yang ia dapatkan membuatnya hanya diam menerima semua perlakuan. Keluarga Albert tak pernah menyayanginya dengan tulus kecuali hanya untuk pemasukan harta semata. Luciavy tak pernah duduk makan bersama mereka ataupun jalan-jalan keluarga. Tak pernah menggunakan pakaian baru yang layak kecuali hanya pakaian bekas dari Zefanya. Luciavy hanya tahu bahwa dia bukanlah anak dari keluarga Albert. Dan sesekali harus mengenakan pakaian yang layak untuk menyambut tamu yang sama sekali tak ia kenali. Tamu yang selalu mengatakan sebagai orang suruhan Arzraviel Kevant untuk mengantarkan dan memenuhi semua kebutuhannya. Dalam kasus ini,  keluarga Albert terlihat sangat peduli padanya jika menyangkut soal Arzraviel. Dan entah kenapa Luciavy menjadi sedikit takut dengan Arzraviel. Meski begitu Luciavy memiliki angan-angan kecil yang tinggi. Berharap ia dapat bertemu dengan Arzraviel dalam waktu dekat dan meninggalkan keluarga yang pernah ia tinggali. Hal itu membuat Luciavy menjaga dan menggenggam erat gantungan lonceng yang ia miliki. Menyimpannya baik-baik tanpa pernah membukanya di hadapan Zefanya. Atau semua akan berakhir jika Zefanya menginginkannya. Bulan ini, usianya genap mencapai tujuh belas tahun. Luciavy berjalan pelan menuju tempat kerjanya dan menatap mobil Albert yang mengantarkan Zefanya pergi ke sekolah. Luciavy hanya mendesah lalu mengeluarkan gantungan lonceng yang ia bawa hari ini. Memainkannya sesekali dan menatap lekat saat lonceng itu mampu mengeluarkan asap tipis. "Apa ini?" tanyanya heran. "Aku tak pernah tahu bahwa lonceng ini akan bereaksi saat terkena sinar matahari. Apa dia terbakar karena mengeluarkan asap?" Luciavy menggoyangkannya sekali lagi. Namun belum sempat memperhatikan apa yang terjadi, Luciavy kembali memasukan lonceng itu ke dalam sakunya. "Aku harus bekerja. Saat toko sepi, aku akan melanjutkan pelajaran yang kucuri dari buku Zefanya." ujarnya jelas. Luciavy membuka tokonya dan terkejut saat tubuhnya menabrak seseorang yang tak ia kenali. "He-hey! Lihat jalanmu saat-" ucapan Luciavy tertahan saat nalarnya baru saja memberikan respon yang berbeda. "Tunggu, dari mana kau bisa masuk tokoku? Apa kau pencuri?" Luciavy mendongak ke atas dan menatap pria tampan yang masih menatapnya lekat. "Lalu apa ini? Apa kau seorang cosplayer? Mengenakan pakaian aneh dan berdiri layaknya manekin. Menyingkirlah dari tokoku," Luciavy sama sekali tak tertarik dengan ketampanan pria di hadapannya. Terlebih meski pria itu tersenyum saat mendengar kata-kata yang Luciavy lontarkan. Luciavy sama sekali tak mempedulikannya dan memilih masuk ke dalam toko. "Kau tumbuh menjadi gadis yang cantik." Langkah Luciavy terhenti dan berbalik. "Siapa? Aku?" Pria itu membalikkan badannya dan mengangguk. Tersenyum karena melihat Luciavy yang tengah menyilangkan kedua tangannya di dadanya. "Apa kau tak mengenaliku?" "Apa kau seorang artis?" Bukannya mendapat jawaban, Luciavy malah melemparkan sebuah pertanyaan. Hal itu membuat pria itu tersenyum tipis. "Apa aku harus berubah menjadi artis yang kau sukai?" "Apa kau pikir aku akan mempercayai kata-katamu? Kau hanya membuang waktuku. Pergilah sebelum aku teriak kau pencuri. Aku bahkan tak mengenalmu," gerutu Luciavy dengan memabalikkan badannya. Sepi! Tak mendengar jawaban, Luciavy terhenti dan membalikkan badannya. Melebarkan matanya saat tak mendapati pria yang telah bercakap dengannya. "Kemana dia pergi?" Luciavy berjalan dan memeriksa halaman tokonya. "Tak ada seorang pun di sini. Lalu kemana ia pergi? Aneh," Luciavy kembali masuk ke dalam tokonya. Memulai semua pekerjaannya dan membuka toko lalu berjaga. Melewati hari dengan belajar sambil menjaga toko bukan suatu yang sulit untuknya. Hingga malam datang dengan kegelapan yang dingin. Luciavy menutup tokonya lalu berjalan pulang. Mengeluarkan lonceng itu dari sakunya lalu kembali menggoyangkannya. Krincing! "Ho ... lagi-lagi dia berasap seperti terbakar." Krincing! "Wah, dia bersinar." "Kita bertemu lagi," Luciavy diam dan menoleh. Terkejut saat pria tadi pagi lagi-lagi datang menemuinya. Refleks Luciavy mundur karena kaget. "Da-dari mana kau datang? Aku tak mendengar suara apapun. Bagaimana bisa kau datang?" Pria itu menaikkan satu alisnya. "Kau yang memanggilku." Luciavy menunjuk dirinya sendiri. "Aku?" Pria itu mengangguk. "Kapan?" "Saat kau membunyikan lonceng di tanganmu. Itu pertanda bahwa kau memanggilku." Luciavy mengangkat lonceng di tangannya dan menunjuk lonceng itu. "Maksudmu ini?" Pria itu mengangguk. "Kau memanggilku." Luciavy tertawa. "Hahaha, jangan bercanda. Itu tidak lucu. Lalu apa kau jin penjaga loncengku?" "Jin? Hey, aku tak seburuk itu." Luciavy berjengkit kaget saat tiba-tiba telinganya merasakan deruan napas pria tersebut. "Huaaa, kapan kau pindah ke samping tubuhku?" Pria itu tertawa kecil. "Aku suka ekspresi terkejutmu." Luciavy tertegun melihat senyum itu. "He-hey, apa yang kau tertawakan? s****n!" Luciavy beranjak dan mulai kembali berjalan. "Kau tak berniat meninggalkan diriku kan?" Luciavy kembali menoleh. "Lalu apa aku harus memungutmu? Sudahlah. Jangan ganggu aku. Kita bahkan tak saling mengenal." "Aku, Erzraviel Kevant." Deg! Luciavy terhenti dan menoleh. "Kau-" "Aku sang penjaga hidupmu dari saudara kembarku, Arzraviel Kevant." "Maaf, tapi aku tak mengenal kalian." Luciavy mempercepat langkahnya tanpa menoleh kebelakang. Rasa takutnya memuncak karena ia merasa Erzraviel mengikutinya. "s**l. Ini tak akan berhasil." Luciavy berlari sekuat tenaga dan membanting pintu rumah saat baru terbuka dan langsung menutupnya cepat. Deru napasnya memburu seiring suara dingin yang membuatnya terpaku. "Apa yang kau lakukan?" tanya Gresya dingin. Luciavy menggeleng. "Mm-ma, a-ad-ada orang aneh yang tiba-tiba muncul di hadapanku." Gresya menaikkan satu alisnya. Berjalan ke depan dan membuka gorden jendela yang tertutup. Meneliti halamannya dan kembali menatap Luciavy tajam. "Masuk ke kamarmu!" Luciavy mengangguk mengerti. Berlalu dari hadapan Gresya dan masuk ke dalam kamarnya. Menutupnya rapat lalu duduk di meja riasnya. Mengeluarkan gantungan lonceng di sakunya dan menatapnya lama. "Sebenarnya aku tak yakin bahwa kau mampu memberikanku keajaiban. Tapi hanya kau yang satu-satunya yang kumiliki untuk mengetahui di mana orang tuaku." ujar Luciavy lirih. Gresya membuka pintu rumahnya dan keluar. Menatap sekitarnya dan berucap jelas. "Keluar! Jangan bersembunyi!" Suara deritan pohon terdengar diiringi langkah kaki yang terdengar cepat untuk kaum iblis campuran. Gresya mundur saat tiba-tiba seorang pria turun dari atas pohon dan menatapnya tajam. "Kau mencariku?" tanya Erzraviel dingin. Gresya membelalakan matanya. "Ka-kau?" "Aku datang karena kau mencariku?" Mata Gresya benar-benar tak berkedip. Ini sudah tujuh belas tahun sejak saat itu. Selama ini tak ada yang datang mencari Luciavy, hingga Gresya bertemu Erzraviel. Gresya langsung menunduk dalam. "Maaf, aku tak tahu jika itu kau. Apa kau datang untuk menjemput Luciavy?" Erzraviel yang tak mengerti arah pembicaraan Gresya menaikkan satu alisnya. Namun ia sangat tahu bahwa orang yang di maksud Gresya bukan dirinya. Melainkan saudara kembarnya, Arzraviel Kevant. Orang yang telah menyegel dirinya hingga seluruh kekuatannya sampai Erzraviel hampir mati. Dan saat ini, Erzraviel bisa bertahan dengan mengurung dirinya di dalam lonceng yang ada pada Luciavy tanpa Arzraviel tahu sedikitpun. "Aku datang untuk melihatnya." ucap Erzraviel pada akhirnya. Gresya terdiam. Mulai merasa takut saat mata Erzraviel terus menatapnya. "Ka-kami menjaganya dengan sangat baik sesuai perintahmu, Arzraviel." Erzraviel tersenyum saat nama saudara kembarnya di sebut. "Tapi aku tak melihatnya bahwa dia baik-baik saja." "s**l. Bagaimana aku harus menjelaskan padanya tentang semua ini. Aku tak menyangka bahwa dia akan datang secepat ini. Aku berpikir bahwa ia akan menjemput Luciavy sedikit lebih lama."  Gresya mulai bingung untuk menjelaskan tentang keadaan Luciavy. Erzraviel diam karena mampu membaca isi pikiran Gresya. "Aku akan mengawasimu!" Gresya langsung menaikkan wajahnya saat Erzraviel telah pergi setelah mengucapkan kata-kata itu. Ia membalikkan badan lalu masuk ke dalam rumah. Meneriakkan nama suaminya karena merasa keadaan mulai di luar kendalinya. Albert yang mendengar bahwa Erzraviel datang hanya tertegun. "Bagaimana  bisa? Ia tak pernah datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ini benar-benar mendadak." Albert mulai berpikir keras. "Tidak, Pa. Dia tahu bahwa kita tak memperlakukan Luciavy dengan baik. Kita harus mencari cara agar nyawa kita tak melayang." ujar Gresya gusar. "Besok pagi, kirim dia ke sekolah bersama Zefanya. Kita harus merubah segalanya agar dia tak curiga." putus Albert kemudian diangguki oleh Gresya. "Kita hanya berharap agar dia tak menghabisi nyawa kita," ujar Albert kalut. *** Ok,  sesuai janji. Berikut foto pemain dan yang lainnya masih menyusul. Arzraviel Kevant. Erzraviel Kevant. Mereka kembar identik namun memiliki cara pandang yang berbeda tentang dunia iblis. Dia adalah tokoh utama kita. Luciavy Agsania   yang memiliki arti = Anak Iblis.  Zefanya  Dendalion. Dia adalah Anak Albert Davison dan Gresya. Baik tapi ngeselin dan tukang iri.  Ok,  sekian dulu. Next chapter menyusul dengan karakter dan tokoh baru. See you in next time. Salam sampah untuk seluruh plagiat di indonesia. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD