1. Fraktur Terbuka

1106 Words
Sepasang langkah kaki bergerak cepat menyusuri lantai putih yang penuh dengan teksture gesekan di sana-sini karena banyaknya manusia yang berlalu-lalang menginjakinya. Suasana ramai bersahutan memberikan instruksi, ada juga tangisan, rasa panik, khawatir serta rasa syukur yang kemudian muncul ketika melihat seseorang yang dikasihi baik-baik saja. Aroma desinfektan juga menyebar di mana-mana, menjadi suatu yang wajib menyapa setiap hidung yang memasuki tempat ini. ”Jelaskan lagi soal pasiennya.” Sembari memakai snelli di tubuhnya, seorang dokter dengan name tag IVAN yang dibordir menggunakan benang berwarna biru tua ini berjalan cepat di sisi seorang residen dengan setelan seragam scrub atau baju ruang operasi berwarna biru muda. ”Pasien umur 55 tahun, kecelakaan motor, pernah melakukan pemasangan pen 2 tahun lalu karena kecelakaan. Sekarang tulang yang pernah patah itu patah lagi dan juga fraktur terbuka,” jelas sang residen. Ivan menganggukkan kepalanya. ”Oke, berikan rekam medisnya sebentar,” pinta Ivan. Dokter berkacamata ini melihat riwayat medis dari pasien paruh baya ini dan sebelumnya pernah melakukan operasi juga di rumah sakit tempat dia bekerja oleh dokter lain di Rumah saakit ini. Setelah membaca sekilas soal riwayat medis pasien yang akan ditanganinya, Ivan memberikan lagi rekam medis itu pada residen yang tetap berjalan di sampingnya dan membantu membawakan tas kerjanya. Begitu sampai di ruang IGD, dia bertemu dokter lain yang sudah memberikan penanganan sementara sebelum dia datang. ”Untungnya nggak ada masalah serius selain patah tulang,” ucap Zaki memberitahu Ivan. Dokter UGD yang masih memakai seragam operasi dengan wajah lelah karena sejak pagi pasien di ruangan ini terus berdatangan. ”Hasil Rontgen akan keluar sebentar lagi,” ujarnya kembali memberitahu Ivan. ”Terima kasih, Dok, udah bantu atasi. Aku kejebak macet tadi,” jelas Ivan lalu menghela napas karena sejak dari tempat parkir mobil sudah tergesa-gesa akibat pangilan darurat ini. ”Nggak masalah. Padahal hari ini kamu juga harusnya libur,” balas Zaki. Kemudian kedua dokter ini berdiskusi seraya memantau pasien yang kini sudah lebih tenang setelah diberikan perada rasa sakit. Hasil rontgen sudah keluar dan dibawakan seorang perawat kepada Ivan. Dengan cermat dia melihat hasilnya yang menunjukan kalau ada tulang yang patah menjadi 4 bagian. Fraktur terbuka atau tulang terlihat menonjol keluar melalui kulit, juga dialami pasien ini, sehingga akan menjalani tindakan operasi untuk mengembalikan struktur tulang kembali mendekati seperti semula. ”Ini masuk tipe II: Ukuran luka antara 1 – 10 cm, tidak terkontaminasi dan tanpa cedera jaringan lunak yang major. Apakah ruang operasi saat ini sedang penuh, Dokter Teguh?” tanya Ivan pada residen yang sejak tadi bersamanya  setelah menyimpulkan yang terjadi pada pasien. ”Masih ada satu kosong, Dok. Apa akan melakukan operasi sekarang?” jawab Teguh. Ivan menganggukkan kepalanya. ”Iya, 1 jam lagi saya akan turun. Tolong persiapkan sambil terus pantau apakah ada pendarahan,” ujar Ivan. Dia kemudian berpamitan pada Zaki dan Teguh yang kini bersiap menjalankan perintah Ivan. Sedangkan Ivan sendiri sudah berjalan keluar dari IGD, melepaskan sarung tangannya dan mengambil tas kerjanya lagi untuk menuju ruang kerjanya. Beberapa rekan kerjanya menyapa saat mereka berpapasan dengannya. Saat itu suara dari ponselnya berbunyi dan menyadarkan Ivan yang tengah berpikir soal operasi yang akan dia lakukan pada pasiennya. Senyum di wajahnya langsung muncul begitu melihat siapa yang menghubunginya. Tak menunggu waktu lama baginya untuk segera menggeser tombol hijau di layar ponsel pintarnya. ”Halo, sa—” BRUK ”Huaaa, Maaf, maafkan saya!” Belum sempat Ivan memahami apa yang baru saja terjadi. Suara memekakan telinga langsung menyapapanya dan membuatnya mengernyitkan dahi. Dia bisa melihat seorang perempuan dengan gaya pakaian casual tengah mengambil ponselnya yang tadi jatuh ke atas lantai saat mereka bertabrakan di lorong rumah sakit. ”Maaf, maafkan saya karena menjatuhkan ponsel anda,” kata perempuan ini kembali meminta maaf lalu mengulurkan ponsel tadi pada Ivan, si pemilik. Tapi belum Ivan mengambilnya, perempuan ini kembali panik saat melihat ada retak cukup parah di layar ponsel milik Ivan. ”Aduh pecah! Huaa.. maaf... maaf karena saya mecahin ponsel anda.” Dengan heboh perempuan yang Ivan tebak masih umur awal 20 ini meraba layar ponsel itu. Beberapa orang yang melewati mereka tampak tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi karena reaksi perempuan ini terlalu heboh untuk keadaan rumah sakit yang tenang meski sibuk. ”Tidak masalah. Saya maafkan,” ucap Ivan untuk memenangkan kepanikan perempuan di hadapannya ini. Perempuan ini langsung berhenti dari kehebohannya karena panik dan menatap Ivan dengan sangsi. Sedangkan Ivan justru kini seperti tengah merasakan dejavu karena familiar dengan wajah perempuan ini. ”Tapi ini pecah... gimana kalau saya—” ”Tidak masalah. Setidaknya hari ini masih bisa saya gunakan,” potong Ivan, menebak kalau perempuan ini mungkin akan mengajukan membayar ganti rugi setelah merusak ponselnya yang sudah 3 tahun tidak diganti. ”Tapi—” Ivan menggelengkan kepalanya. ”Mungkin sudah saatnya saya ganti ponsel juga, jadi tidak masalah. Tapi lain kali jangan berlarian di koridor rumah sakit,” kata Ivan memberikan penjelasan dan juga nasihat. Perempuan ini kembali merasa bersalah, tapi kemudian bersyukur dan takjub dia bertemu orang yang baik padahal dia sudah sangat ceroboh berlarian di tempat sibuk seperti ini. Apalagi yang dia tabrak terlihat jelas memakai jas putih yang berarti dokter di rumah sakit ini. ”Terima kasih... tapi jika memang dokter ingin saya mengganti rugi, anda bisa menemui saya di ruang rawat inap Dahlia nomor 16. Nama saya Nirmala,” balas perempuan ini. Meski dia sangat beruntung karena tidak dituntut untuk membayar kerusakan yang sudah dia perbuat, tapi tetap saja rasa bersalah mengganjal di benaknya. Jadi dengan berani dia memberitahu di mana dia berada berikut namanya juga. Ivan hanya tersenyum saja karena dia tidak perlu menjelaskan hal lain. Setelah itu dia kembali melanjutkan langkahnya  untuk menuju ruang kerjanya dengan tangannya yang mengusap layar ponselnya. Permukaan layarnya menjadi kasar karena retakan yang ada di sisi kanan. ”Hah....” Ivan menghela napas berat begitu melihat gambar di layar ponselnya menjadi tidak sempurna setelah dia nyalakan lagi. Dia jadi harus mengiat-ingat tombol mana yang harus dia tekan ketika akan memberitahu pada seorang yang menghubunginya tadi kalau ponselnya rusak. Setelah 3 tahun dia pakai ternyata ponsel ini harus dia ganti, tapi kini dia khawatir kalau saja ada foto atau hal penting yang ada di dalam ponselnya ikut rusak. Banyak hal yang harus dia pertahankan kenangannya di ponsel ini, apalagi setelah apa yang terjadi 2 tahun yang lalu. ”Semoga saja tidak ada yang rusak,” gumamnya lalu mengangkat ponsel dari residen yang dia beri titah untuk menyiapkan ruang operasi. ”10 menit lagi saya akan ke ruang operasi,” ujar Ivan pada Teguh. Ternyata hampir satu jam berlalu dan melamun di ruang kerjanya selalu bisa memangkas banyak waktu tanpa dia sadari.  . /// Di Matamu | Gorjesso ///
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD