6. Gangguan Panik

895 Words
“Hoammm!!” Rafi menguap di depan Nirmala saat mereka baru saja tiba di tempat tujuan untuk melakukan piknik hari ini. “Ditutupin kenapa si mulutnya!” omel Nirmala karena bisa-bisanya manusia satu ini membuka mulut lebar-lebar tepat di depannya. “Biar sih, nggak ada yang liat ini,” kata Rafi cuek. Nirmala mendelik kesal. “Terus gue apa? Sejeni amuba yang nggak keliatan gitu?!” Rafi terkekeh geli mendengar protesan cewek di depannya ini. “Ey, sensitif banget hari ini.” Bersama 15 teman yang lain, Nirmala kemudian berjalan menuju area kebun teh di daerah Subang. Ada beberapa tempat wisata yang akan dituju di daerah ini secara sekaligus tapi yang pertama adalah kebun teh ini. Suasana sejuk langsung menyerbu mereka semua begitu turun dari mobil setelah menempuh perjalan hapir dua jam yang harusnya tidak selama ini, tapi karena ada kemacetan waktu jadi bertambah banyak. Hodie milik Nirmala sudah kembali pada cewek itu bergitu juga kemeja milik Rafi karena cowok itu bisa menyamarkan penampilannya menggunakan topi. Bersama rombongan mereka berdua naik menuju area paling atas kebun teh ini. Untungnya sih tidak banyak orang sehingga tidak ada antrian untuk bisa menikmati spot foto terbaik di tempat wisata ini. Mereka juga menggelar tikar di area yang sudah disediakan oleh pengelola wisata. Banyak di antara mereka yang sudah kelaparan sehingga langsung saja memakan bekal yang sudah disediakan. Di sebelah Nirmala duduk Rafi yang sudah membukakan tutup botol minuman, membantu menggulung lengan hodie cewek ini yang hampir saja kena saus kacang. “b**o banget, bajunya kotor nanti,” cibir Rafi yang langsung dipelototi oleh Nirmala. “Cih, kalau nggak mau bantuin nggak usah ngomel!” balas Nirmala tak gentar. Sebenarnya untuk teman sekelas Nirmala, mereka tahu kalau kemungkinan besar ada di antara dua orang ini yang menyukai. Bisa saja Nirmala atau Rafi, karena interaksi mereka yang kadang tidak bisa dilihat sebagai teman. Seperti saat Rafi dengan santainya mengusap ujung bibir Nirmala yang cemong oleh krim coklat karena memakan donat. “Pacaran aja kalian berdua ketimbang kita enek liatnya,” cetus seorang teman setelah melihat adegan barusan. Dengan kompak Nirmala dan Rafi menoleh ke arah teman mereka itu dan menghujaninya dengan pukulan. “Aduh! aduh! Yang bener aja kalian! Aduh!” keluhnya karena tidak mengira akan dipukul begini. “Sembarangan aja kalo ngomong!” cibir Nirmala. “Mana ada gue mau punya cewek kek dia, ngaco!” Rafi juga ikutan mencibir tapi karena ucapannya, dia juga mendapatkan pukulan dari Nirmala. “Gue juga nggak mau ya punya cowok kek elo. Gue sukanya yang udah ‘mateng’!” kata Nirmala usai puas membuat Rafi mengaduh kesakitan. “Selera kita sama, Nirma!” Lalu seorang teman cewek yang duduk di sebelah Nirmala melakukan high five dengannya. “Yang mateng itu makin menggoda,” ujarnya lalu diiyakan oleh Nirmala. Bisa dibilang, ketika teman-temannya suka artis atau selebriti yang masih muda. Untuk Nirmala, dia lebih suka aktor yang sudah berusia 35 tahun ke atas. Tapi ternyata dia tidak sendiri, dia punya banyak teman dengan selera yang sama juga. Salah satu aktor favoritnya adalah So Ji Sub, aktor dari negeri gingseng yang baru-baru ini menikah. “Yang udah mateng sukanya sama yang masih kinyis-kinyis atau sekalian yang seumuran mereka. Kalau sama kalian itu udah nanggung,” komentar teman yang lain. Seketika Nirmala dan temannya menatap tajam karena tidak setuju. “Nggak ya, soal pasangan itu relatif. Nggak usah mengeneralisir, ya!” protesnya tidak terima. Perdebatan itu rupanya memicu topik-topik lainnya namun tidak sampai membuat pertemanan di antara mereka menjadi runyam. Cuma saling melemparkan pendapat masing-masing, kalau tidak setuju paling mencubit pada orang yang membuat pendapat kontra. *** Dari kebun teh, ke curug, sampai ke kebun bunga sudah dilalui oleh 3 mobil berisi total 16 orang mahasiswa. Kini mereka menyudahi piknik yang direncanakan dadakan tapi malah terealisasikan. Meski lelah, semuanya tampak menikmati kebersamaan yang terbentuk hari ini walau semua teman kelas mereka tidak bisa ikut serta. Namun ada yang berbeda dari pengamatan Rafi soal Nirmala. Dia yang terus satu mobil dengan cewek ini, beberapa kali melihat jika Nirmala akan menegang bahkan kelihatan sangat ketakutan ketika mobil mulai melewati jalan yang turun dan panjang. “Lo nggak papa?” tanya Rafi yang duduk di kursi paling belakang bersama Nirmala. Rafi melihat Nirmala menutup matanya rapat-rapat dengan keringat yang hampir memenuhi wajahnya. Karena tidak ada sahutan dari cewek ini, Rafi kemudian menggoyangkan pundak Nirmala supaya cewek ini sadar. “Nirma?” “Ah—hah—hah!” Tapi bukannya tersadar, Nirmala justru menjadi sesak napas setelah membuka matanya. Bahkan sesak napas seolah sama sekali tidak ada oksigen di dalam mobil ini sehingga membuat teman-teman satu mobil mereka menoleh ke belakang dan panik. “Ada apa sama Nirmala?” tanya teman yang menjadi sopir untuk perjalanan pulang. “Kita ke rumah sakit. Kayaknya dia kena gangguan panik!” ujar Rafi yang segera memeluk Nirmala dan menutupi mata cewek ini dari jalanan yang mereka lalui. “Oke, bentar lagi kita bakal sampai ke kota!” Rafi tidak yakin, tapi sepertinya dia tahu kenapa Nirmala kena gangguan panik ini. Dia sempat mendengar bila ada suatu kejadian besar yang menimpa Nirmala hingga cewek ini cukup takut untuk melalui jalan yang sama. Yaitu sebuah kecelakaan beruntun yang hampir merenggut nyawanya dan seorang temannya. Namun korelasi antara Nirmala yang terkena gangguan panik ini dengan perjalanan piknik mereka masih belum Rafi ketahui. Karena jika Nirmala takut naik mobil, dia kira bukan. Lalu kenapa? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD