BABY - Chapter 02

1003 Words
Selama ospek berjalan, Alvira, dia terus saja memperhatikan seniornya osis yang bernama Hema. Dia merasa dunia serasa melayang ketika dia berada disatu tempat dengan Hema, ya, pria yang menggetarkan hatinya saat pertama kali dia menginjakan kaki disekolah barunya. Alvira memperhatikan pria yang sedang berbicara diujung dengan beberapa laki - laki lainnya. Bibirnya terangkat, kala Hema memperlihatkan senyum manisnya. Meski itu senyuman bukan untuk gadis itu, tetapi, damagenya membuat Alvira seperti orang gila. "Hari ini, kita akhiri pertemuan kita. Kalian bisa kembali ke rumah masing - masing. Ingat, batas pengumpulan tugas hingga besok, kalian bisa mengirim di saya Dimas, atau kepada Hema." Mendengar nama Hema disebut, Alvira menaikan tangannya, dia dengan semangat bertanya, "Maaf Kak, pengirimannya chat pribadi? Tapi sayang tidak punya nomornya." Dimas, dia menatap Alvira sambil tertawa, "Kamu mau chat pribadi Hema atau saya? Menanyakan sudah makan atau belum gitu?" Mendengarnya seluruh orang yang ada di aula tertawa, begitu juga Alvira yang menggaruk tengkuknya karena salah tingkah. Hema, yang mendengarnya juga tertawa. Dia lalu berdiri dan tersenyum tipis, "Kalian bisa kirim melalui website sekolah. Di sana nanti ada forum untuk pengumpulan tugas ospek. Kalian bisa mengirim atas nama Dimas atau saya, Hema." "Kalian sudah jelas?" tanya Dimas. "Jelas Kak!" teriak seluruhnya. "Bagus, sekarang ospek saya bubar. Kalian bisa kembali ke rumah masing - masing." Semua berdiri dan bubar satu persatu untuk pulang. Alvira berdiri dan diam menatap Hema yang sedang menulis sesuatu. Dian, menepuk pundak Alvira dan membuat wanita itu terkejut. "Al!" Alvira menoleh dan menatap sahabatnya itu, "Dian? Ada apa?" "Kamu ngapain sih diam aja, kamu liatin apa sih. Ayo pulang!" ajak Dian. Alvira mengangguk, lalu dia keluar dari aula bersama dengan Dian. Mereka sebelum pulang, terlebih dahulu jajan. "Pak, baksonya lima ribuan dua dong," kata Dian. "Siap Neng!" Menunggu penjual bakso menjualkan bakso untuk mereka, Alvira hanya diam menunggu. Dian, menoleh ke arah Alvira dan merangkul bahunya, "Al, kok diam aja aku perhatiin dari tadi?" Alvira hanya menggelengkan kepalanya, "Lapar, biasa." "Pak beli dua porsi ya..." Alvira menegang dan melirik ke samping Dian, dia mengerjapkan matanya terkejut, "Kak Hema?" Dian juga ikut menoleh ke sampingnya, berbeda, gadis itu tak terkejut sama sekali seperti Alvira, dia malah menyapanya, "Eh Kak Hema beli bakso juga?" Hema hanya tersenyum tipis, "Iya, buat Dimas satu ini tadi dia titip." Alvira yang tidak ingin jantungnya semakin aneh, memilih tak mau menatap Hema. Lalu, tukang bakso memberikan plastik pesanan mereka dan gadis itu membayarnya. "Makasih Pak..." "Ayo Di!" Dia mengangguk, dia menoleh ke Hema lagi dan berpamitan, "Kak Hema, kita pulang dulu. Mari...." Alvira dan Dian langsung pulang. Mereka berjalan, karena jarak sekolah dan rumah mereka lumayan dekat, meski setiap pagi mereka diantar untuk ke sekolah. Mereka jalan sambil memakan bakso yang dia pesan, sambil menikmati bakso mereka, Alvira kembali mencoba mengungkit pertemuan mereka dengan Hema kepada Dian. "Dian... Kamu tadi nggak terkejut dengan kedatangan Kak Hema pas beli bakso?" tanya Alvira. "Nggak tuh, kan aku dari spion Bapaknya udah kelihatan Kak Hema. Jadi nggak kaget haha." "Ah gitu..." "Kenapa? Kayaknya kaget banget ketemu senior. Masih trauma ya dihukum senior... Udah lah, dibawa santai aja Al." "Iya." Mereka naik ke jembatan penyebrangan lalu duduk sebentar untuk istirahat, mereka dari atas melihat lalu lalang mobil dan kendaran lainnya yang lewat dibawa jembatan. "Aku nggak nyangka, kita dari sekolah dasar sampai sekarang satu sekolah terus Di." Dian yang sedang memakan bakso hanya menyengir menanggapi ucapan Alvira. Dia menelan bakso yang dia kunyah, lalu menganggukan kepala, "Yah gimana ya, namanya juga rumah kita deket. Orang tua kita selalu nyuruh kita cari sekolah deket sini - sini aja." Alvira mengangguk, "Iya, kamu bener Di. Kita mungkin sekolah didekat sini - sini aja, karena Bundaku juga mungkin maunya aku dibawah jangkauan dia." Dian, yang sedang memakan bakso mengangguk - angguk saja. Sementara Alvira tersenyum tipis. Dian, menyenggol bahu Alvira, "Al, minta minum dong, nggak bawa minum nih." Alvira membuka tasnya dan memberikan botol kepada sahabatnya itu. Dia tersenyum, tingkah temannya ini sangat unik dan selalu saja membuat persahabatannya berwarna. "Yuk balik, ntar dicariin lagi nggak balik - balik!" Alvira menganggukan kepala, mereka kembali berdiri dan melanjutkan perjalanannya. Diperjalanan pulang, Alvira lalu bertanya kepada Dian, "Kamu tau senior tadi nggak, yang namanya Kak Hema?" Dian menoleh, "Kenapa Al? Kamu suka sama Kak Hema? Iyasih dia emang cakep, cakep banget putih lagi." Mendengarnya Alvira tersipu malu, "Mungkin..." "Apa tadi kamu bilang Al? Nggak denger aku. Tadi, kamu bilang apa?" Dia menggelengkan kepalanya, "Nggak, udah ayo kita cepet jalannya. Mau hujan kayaknya deh!" **** Sampai dirumah Alvira berpapasan dengan Bundanya, dan mencium tangannya, "Assalamualaikum Bun. Alvira pulang..." "Waalaikumsalaam. Naik ke atas bersih - bersih baru turun makan siang Al." "Siap Bun!" Gadis itu naik ke atas dan meletakan tas ranselnya, dia melepas id cardnya dan teringat mengenai Hema kembali. Dia tersipu memegang id cardnya. "Ini, tadi dipegang Kak Hema dong... Aduh kenapa jadi senyum - senyum gini sih aku." Alvira duduk dikasur dan mengambil ponselnya, lalu, dia membuka sosial medianya, mencari nama Hema didalam pencariannya. "Hema Arkasa kosong satu? Ini kayaknya akunnya Kak Hema deh." Dengan iseng dia menekan sosial media dari Hema. Dia melihat foto - foto yang ada disana. Semakin men-scroll, semakin jantungnya sangat berdebar sekali. "Kenapa sih Al, kamu penasaran sama Kak Hema. Kamu ini mah..." Dia menutup ponselnya, dan menghela nafas. Lalu, dia berganti pakaian dan turun ke bawah sesuai dengan apa yang Bundanya katakan. Dia duduk dimeja makan, dan Bundanya mulai mengambilkan makanan untuknya, "Terimakasih Bun, Al udah gede. Udah bisa ambil makanan sendiri lo Bun..." Ami, tersenyum, "Bagi Bunda, mau kamu sampai menikah pun, kamu tetap anak kecil untuk Bunda." "Bunda ih!" gerutunya. Alvira mulai memakan makannya, Ami yang duduk didepannya menatap putrinya, "Sekolah baru kamu gimana? Ada yang tampan tidak? Satu nggak bisa buat nyantol gitu?" Mendengarnya Alvira tersedak, "Uhuk - uhuk!" Dia minum air putih digelasnya, lalu menatap sang Bunda tersipu malu, "Kok Bunda bahas yang begituan sih. Kan Al lagi makan lo Bun..." "Kan Bunda tanya yang sekolah baru kamu, memang tanya apa coba?" "Yang ganteng itu lo!" "Ah, memang sudah ada? Sampe tersedak seperti itu?" "Ih Bunda mah! Nggak ada lo, semua itu teman...." "Iyadeh percaya, kalau nggak dipercaya ntar ngambek, terus ntar susah baikannya deh," kata Bunda Alvira sambil tertawa. Alvira tersipu malu dan memalingkan wajahnya. Bundanya tidak tau, jika putrinya itu sudah terpaut hatinya dengan senior disekolahnya bernama Hema Arkasa. Dia baru saja menemukan arti dari cinta pada pandangan pertama, yang membuat Alvira berbedar walau hanya untuk memikirkannya saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD