BABY - Chapter 03

1155 Words
Hari ini, hari pertama kalinya masuk sekolah setelah melakukan ospek. Alvira, sudah siap mengenakan seragam khas dari sekolahnya SMA Muru. Dia berdiri didepan cermin, dan memperhatikan lekukan bajunya, apakah sudah rapi atau kah belum. Setelah rapi, dia menyemprotkan parfum ke tubuhnya dan tersenyum tipis, "Aku siap buat ke sekolahan. Udah nggak sabar sekali aku." Dia mengambil tas ranselnya dan turun. Kemudian, dia melihat Bundanya yang sibuk membenarkan bunga di vas bunga. Dia mendekat, "Bun, Al berangkat dulu ya. Sarapannya nanti aja didalam mobil." Bundanya menoleh menatap sang putri, "Al mau berangkat sekarang? Nggak kepagian nak?" Alvira menggelengkan kepala, "Nggak kok Bun, emang kita harus disiplin juga, biar nggak kebiasaan aja Bun. Al pamit, assalamualaikum." "Waalaikumsalaam." Gadis itu keluar dari rumahnya, lalu, mencari sopir pribadinya Mang g*n. Dia melihat ke arah pos depan, memicingkan matanya, "Nah itu Mang Gun." Alvira mendekat, dan menyapa sopir keluarganya, "Mang!" Pria yang sedang meminum kopi itu berbalik dan melihat Alvira yang sudah siap rapi, "Eh Non, udah siap Non? Mau berangkat sekarang?" Alvira mengangguk, "Iya Mang, dari pada kayak kemarin aku telat. Lebih baik lebih awal deh." "Siap Non, tunggu sebentar ya. Mang g*n panasin mobil dulu." Gadis itu menunggu, tak selang beberapa menit, mobilnya datang dan kemudian Alvira masuk. Didalam mobil, gadis itu memperhatikan ponselnya. Dia membuka social media milik seniornya, siapa lagi jika bukan Hema? Dia ingin memulai harinya menjadi lebih berwarna dan bersemangat dengan melihat deretan foto milik dari Hema. Gadis itu tersenyum sambil memegang jantungnya, "Mau gimana lagi, Kak Hema udah buat aku jatuh cinta untuk yang pertama kalinya." Mobil yang membawa Alvira sampai, lalu, gadis itu turun dan masuk ke dalam sekolahan. Sekolahannya pun masih sepi, tak terlalu banyak orang saat dia berangkat, karena memang Alvira berangkat lebih awal untuk mengawali harinya. Bug! Gadis itu, Alvira, menabrak seseorang. Dia melihat banyak berkas yang terceceran karena dia menabrak orang tersebut. Alvira yang tidak enak, membantu memunguti berkas - berkas itu dan memberikannya kepada orang yang dia tabrak. Saat dia mencoba memberikannya, dia terkesima karena melihat orang tersebut. "Terimakasih, lain kali jalannya hati - hati." "Kak Hema kenapa ada disini? Bukannya ini lantai untuk kelas cewek?" "Saya yang membagikan absen, entah itu kelas cewek, atau kelas cowok sekalipun." "Ah, begitu..." Hema tersenyum, "Kamu kelas berapa?" Alvira mengerjapkan mata, dia sedikit salah tingkah karena bertemu langsung dengan pria itu, "K-kelas sepuluh satu Kak Hema..." Hema kemudian mencari berkas yang ada ditangannya, dan menyerahkan berkas itu kepada Alvira, "Tolong kamu yang pegang absen untuk kelas kamu. Saya mau keliling lagi untuk membagi absen kelas." Alvira mengangguk, mengambil berkas dari tangan Hema. Lalu, Hema berlalu, membuat wanita itu mencengkram erat berkas absen yang ada ditangannya. Hatinya berbunga - bunga saat ini, hari yang indah diawali dengan bertemu Hema. "Tuhan, aku lemah jika didepan ciptaanmu yang satu ini." Alvira lalu menggelengkan kepala, mencoba untuk fokus kembali. Lalu, dia membuka pintu kelasnya, dan duduk mencari tempat duduk. Dia memilih duduk dipojok, karena mungkin Alvira orang yang sedikit pemalu diawal jika dengan orang asing. Dia dan juga dengan sahabat - sahabatnya beda kelas. Dian, dan Aura, satu kelas di sepuluh dua. Sementara dia berada di kelas sepuluh satu. "Eh, aku boleh duduk disebelah kamu nggak?" Seorang wanita berkacamata, berdiri didepannya sambil memegang buku. Alvira pun refleks merespon dengan mengangguk, kemudian wanita itu tersenyum dengan duduk disebelahnya. "Kenalin, nama aku Citra." Dia menyodorkan tangannya kepada Alvira, lalu, Alvira pun menjabat tangannya, "Alvira." Seperti perkenalan lainnya, basa - basi diperlukan untuk awalan sebuah pertemanan. Dan Alvira melalukannya, hingga dia merasa Citra orang yang asik, dan dia menerimanya sebagai teman barunya. **** Saat istirahat, biasa, dengan sikap masa bodoh sahabatnya itu, Dian datang ke kelas Alvira. Dia duduk dikursi depan Alvira dan berbalik menghadap wanita itu. "Al, kamu tau nggak?" Alvira yang tadinya sedang membaca buku, menoleh ke depan, "Nggak." Dian berdecih, "Astaga Al, iya kan belum aku kasih tau. Gini lo gini... Kamu inget senior namanya Hema Arkasa nggak?" Alvira mengangguk, entah setiap nama Hema terdengar dipendengarannya, dia menjadi berdebar. Lalu, Dian mendekat dan tersenyum didepan Alvira, "Aku, sama Kak Hema pacaran!" Alvira yang tadinya mengatupkan bibirnya, bibirnya sedikit terbuka karena mendengar ucapan dari sahabatnya itu. Alvira berpura - pura tersenyum, mengangkat bibirnya, "Ha? Pacaran? Kamu seriusan Di?" Dian mengangguk kepala, "Seriusan Al... Kak Hema sama aku udah pacaran. Ah, kamu tau nggak yang bagi absen, Kak Hema bagi absen karena mau ketemu sama aku dong!" Alvira yang masih tidak tau harus senang atau sedih itu menjadi bimbang. Dia bahkan berkaca - kaca matanya saat mengatakan fakta yang membuat hatinya berdenyut, tidak senang. "Al, kamu nggak papa kan kalau aku sama Kak Hema?" Alvira tertawa, "Kenapa? Kalau kamu mau pacaran sama Kak Hema yaudah, nggak papa kok." "Kata Aura, kamu suka sama Kak Hema. Gimana ya Al, habisnya Kak Hema kan ganteng." Alvira menggelengkan kepala, "Nggak papa kok, lagian Kak Dima juga ganteng. Aku fikir, boleh lah Kak Dimas buat aku kalau Kak Hema udah pacaran sama kamu," bohong Alvira. "Ah, jadi kamu suka sama Kak Dimas? Wah, nanti aku suruh Kak Hema buat deketin kamu sama Kak Dimas deh!" Alvira hanya tersenyum kecut melihat sahabatnya, "Bukan Kak Dimas Di, tapi Kak Hema... Aku sukanya sama Kak Hema, bukan Kak Dimas," batin Alvira sedih. Dian mengambil ponselnya disaku, dan menuliskan sesuatu dibuku Alvira, "Nih!" "Itu apa Di?" "Aku nggak tau nomornya Kak Dimas, jadi aku kasih aja kamu nomornya Kak Hema. Jadi, nanti kamu bisa tanya - tanya ke dia tentang Kak Dimas, aku balik kelas dulu ya... Bye Al!" Kepergian membuat hati Alvira sedih, pria yang dia suka, ternyata sekarang menjadi kekasih sahabatnya. Entah apa yang harus dia lakukan, dia satu sisi ingin memiliki Hema, tetapi disatu sisi Dian orang yang berharga untuknya. Dia memegang buku yang Dian catatkan nomor dari Hema, dia tersenyum kecut, "Kenapa sih kamu harus jadi milik sahabat aku. Aku yang lebih dulu suka kamu, tapi, kamu yang jadian sama sahabat aku. Bahkan kamu buat aku patah hati sebelum aku berjuang dapatin kamu..." Citra, yang melihat Alvira menepuk pundaknya, "Sabar Al, aku tau kamu suka sama Kak Hema. Aku tau kok," hibur Citra. Alvira menoleh dan menatap sendu teman barunya, "Cit, aku sedih aja. Dian tau perasaan aku sama Kak Hema, tapi, dia malah jadian sama Kak Hema dibelakang aku. Aku tau, aku nggak ada hak..." "Ini semua mungkin cobaan dari Tuhan, udah jangan sedih." "Aku sayang Dian, seperti keluarga aku sendiri. Mau nggak mau, aku harus tutup perasaan aku dan membuat seolah - olah rasa sukaku dengan Kak Hema tidak pernah ada." "Dengan mengakui kamu cinta Kak Dimas? Dengan begitu kamu tidak mau Dian merasa bersalah menerima Kak Hema sebagai kekasihnya?" Alvira mengangguk, "Tapi, gimana dengan hatimu sendiri Al. Itu patut dipertanyakan, kamu tidak mau menyakiti orang lain, tapi... kamu sendiri yang menyakiti hatimu. Apa kamu berfikir, bahkan orang lain saja tidak memikirkan perasaan kamu Al..." Benar yang dikatakan Citra, dia harus mengorbankan perasaannya sendiri untuk sahabatnya. Sedangkan sahabatnya? Bahkan, untuk memikirkan perasaannya saja tidak. Ini membuat dirinya kecewa, dan sedih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD