Kemelut kemarahan

1775 Words
“Gimana, kalian udah dapat info tentang tuh gadis b***k itu?!” Sejak tadi Abdan tidak berselera melakukan apa pun, termasuk untuk mengisi perutnya pada jam istirahat. Abdan bahkan tidak tertarik pada semangkuk bubur ayam, yang notabennya merupakan makanan favorit cowok bermata unik itu. Lima menit berlalu, hanya diisi dengan dentingan pelan sendok yang beradu di dalam mangkok. Semua perhatian Abdan tersita akan rasa kesalnya pada gadis berbadan tambun itu. Gadis itu sudah berhasil membuatnya dongkol dua kali dalam hanya dalam jangka waktu satu hari. “Tuh informasi lengkapnya.” David menyerahkan IPad miliknya pada Abdan, yang seketika mengubah sorot mata malas Abdan menjadi sangat tertarik dan benar saja, tak lama setelah itu senyum miring terulas dari bibir Abdan. “Good job,” desisnya pelan. “Terus apa rencana awal Lo? “tanya Vidi. “Flo belum lewat sini, kan? “ Abdan mengedarkan pandangannya mencari sosok yang dia sebut itu. “Eh, tumben Lo tanyain tuh cewek?” Vidi latah mengikuti setiap gerakan kepala Abdan yang sendari tadi terus mengabaikan pertanyaannya. “Kayaknya dia belum keluar kelas.” David meraih kembali Ipad miliknya. Ada lagu baru yang ingin David dengarkan sembari melahap lontong sayur yang ia pesan. “Oke, kalo gitu, kita susulin dia ke kelas.” “Eh? Lo demam ya, Dan? Kok tiba-tiba Lo kebelet banget ketemu Flo? Lo tadi gak makan atau minum sembarangankan? “Atau ada orang yang ngasih Lo makan atau minum gitu tadi? “ timpal David. Entah kenapa setelah mendengar pernyataan konyol Abdan, selera makan pria berdarah campuran Eropa-Sunda mendadak hilang. Niat David untuk menyetel lagu barunya pun tidak lagi semenarik tadi. Jelas Abdan yang dia kenal, tidak akan mau melakukan hal ini. Abdan tersenyum lebar, lalu bangkit dari kursinya. “Buruan temenin gue ketemu Flo.” Vidi dan David saling tatap, meski bingung keduanya dengan sigap langsung mengiringi langkah Abdan yang benar-benar terlihat bersemangat. Pemandangan yang sangat langkah! “Eh, ada g**g tampan ke kelas kita! “seru seorang siswi yang duduk di dekat jendela kelas. Tidak lama, Abdan dan kedua sahabtanya itu, berdiri di ambang pintu kelas sebelas IPA tiga. Kehadiran mereka seketika membuat heboh siswi yang ada di dalm kelas. Seperti semut yang selalu tertarik pada gula, mereka semua langsung berhamburan keluar kelas menyambut Abdan dan dua sahabat tampannya itu. “Flo ada di kelas? “tanya Abdan dengan nada cool membuat siswi yang lain seketika menahan nafas. Sedangkan siswa yang ditanya malah senyam-senyum sambil mengangguk cepat, mengiyakan pertanyaan Abdan. “Boleh kita masuk ke dalam? “tanya Abdan lagi. Siswi itu kembali mengangguk cepat sedangkan beberapa siswi yang lain seperti terhipnotis begitu Abdan mulai berjalan masuk ke dalam kelas. Dengan cepat mereka langsung memberi jalan bagi Abdan, Vidi dan David untuk masuk. Berbeda dengan para siswi yang kegirangan akan kehadiran ketiganya dan menyambutnya bak raja, para siswa malah sebaliknya. Mereka menatap sinis tiga pemuda yang tergabung dalam g**g pria tampan. Ketampanan mereka selalu sukses merebut hati wanita yang mereka sukai. Terlebih lagi, Abdan selalu berhasil menaklukkan hati cewek cantik di sekolah hingga rasanya tidak ada lagi cewek cantik yang tidak jatuh pada pesona pria bermata biru hazel itu. Menyebalkan bukan ? Mereka seolah ditakdirkan menjadi sad boy di sekolah karena kehadiran ketiganya. Karena itulah banyak siswa laki-laki yang tidak suka atau bahkan membenci ketiganya. Kalo pun mereka mendapat seorang gadis, tetap saja mereka akan terus dibanding-bandingkan dengan Abdan, Vidi atau David. “Ngapain tuh cowok-cowok caper ke kelas kita ?” bisik mereka. Tidak banyak yang bisa mereka lakukan. Ketiganya memiliki terlalu banyak pendukung, yang rata-rata berasal dari kaum hawa. Jangan lupa kalo sudah jadi rahasia umum, perempuan selalu memegang rantai tertinggi—nyontekin PR. Mereka harus tetap diam jika nilainya ingin selamat dan aman sentosa. “Flo ..” panggil Abdan begitu langkahnya sudah berada di depan meja Flo. Flo sebenarnya sudah tahu akan kedatangan ketiganya, karena itu dia bersiap-siap agar tampil paripurna. “Abdan?” Flo terkesiap sesaat, mata belok gadis itu mengerjap-ngerjap seolah tidak percaya kalo cowok bertubuh tinggi di hadapannya itu, adalah Abdan. “Flo ...Lo dengar suara gue, kan? “ Abdan refleks melambai-lambaikan tangannya di hadapan mata Miftah. “Flo ....” “Eh, iya ... kenapa ?” sahut Flo gelagapan. Flo terlalu senang hingga tidak fokus. Bagaimana tidak, untuk pertama kalinya seorang Abdan memanggil namanya, setelah hampir satu tahun Flo mencoba mendekati Abdan dan selalu gagal. Abdan selalu menghindar atau bahkan secara terang-terangan membuang muka saat tanpa sengaja terjadi eye contact. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana perasaan bahagia yang Flo rasakan? Rasanya seperti ada kupu-kupu yang mulai berterbangan di benak gadis berhidung panjang itu. Flo tidak akan melupakan momen ini. Momen ini akan masuk list bersejarah dalam perjalanan cintanya. “Lo seriusan ke sini demi gue?” tanya Flo. Abdan mengangguk tenang menyambut tatapan kaget Flo, yang tentunya semakin berbunga mendengar jawaban Abdan. Tatapan Abdan yang seperti ini rasanya seketika mengubah lutut Flo menjadi jelly. Ingin rasanya gadis berparas timur tengah itu menyandarkan kepalanya ke pundak kokoh Abdan, jika saja Flo tidak ingat kalo mereka berada di sekolah berbasis agama yang sangat mengatur ketat interaksi antara siswa dan siswinya. “Gue lagi butuh bantuan Lo, Flo. Lo mau bantu gue, kan? “tanya Abdan, tapi lebih terdengar seperti kalimat perintah. “Lo butuh bantuan gue? “ Alis Flo terangkat, makin kaget. Mimpi apa semalam dia dapat cek pot seperti ini? Di datangi dan dibutuhkan. Ah ... mendadak dalam sehari Abdan berhasil membuat Flo merasa sangat berharga. “So pasti. Akhi, butuh bantuan apa? Gue selalu siap bantu Lo,” sahut Flo semangat, tanpa tahu apa yang sebenarnya Abdan pikirkan. Abdan kembali tersenyum. Ah, senyumnya sangat manis, ingin rasanya Flo menyimpan senyum itu sebagai stok dijala Abdan sangat pelit mengulas senyum pada wajah rupawannya itu. “Emang Lo butuh bantuan apa? “ tanya Flo. “Gue butuh ...” Abdan melirik Vidi dan David yang masih setia berdiri di belakang keduanya. Untuk saat ini ada baiknya kedua sahabatnya itu tidak tahu apa yang Abdan rencanakan. Abdan ingin memberikan kejutan pada mereka. Abdan lantas mengecilkan suaranya membuat Flo refleks mendekatkan kepalanya untuk bisa mendengar dengan jelas suara Abdan. “Lo bisa, kan?” tanya Abdan, memastikan sekali lagi. Flo nampak berpikir. “Flo, Lo bisa lakukan ini buat gue, kan?” bujuk Abdan agar Flo dengan senang hati menerima permintaannya itu tanpa intrupsi. “Sebenarnya bisa aja sih, cuma ...” Flo melempar pandangnya sesaat pada Abdan, nampak menimbang-nimbang sesuatu. “Kalo gue lakuin ini buat Lo, Lo bakal kasih gue apa?” tanya Flo. Sial ...ternyata Flo tidak sepolos yang gue pikirkan. Gadis itu tidak semudah itu diperalat, Abdan berdecak pelan. “Hem, gue bakal lakuin apa pun yang Lo mau,” putus Abdan. Bagaimana pun rencananya harus berhasil dan hanya Flo yang bisa membantu dalam hal ini. “Jadi pacar gue.” “Kecuali itu.” Abdan berdeham pelan, tidak menduga Flo akan sefrontal ini. Terlebih lagi, pacaran sangat dilarang dalam agama Islam. Gadis seperti Flo yang tumbuh di lingkungan keluarga taat beragama pasti tahu sedikit banyak tentang dalil ini. Selain itu, apa Flo lupa kalo dia merupakan anak dari salah satu anak donatur terbesar kedua di sekolah berbasis Islam ini. Reputasi yang dibangun ayahnya bisa hancur karena tindakan bodoh putrinya ini. “Secara Lo tahukan, ini Madrasah. Kita bisa masuk BK kalo ketahuan pacaran,” Abdan berkilah. “Iya juga ya ...”Flo mengangguk-ngangguk pelan, entah kenapa kalo bersama Abdan otak encernya seolah beku. Abdan tersenyum samar, beruntung alasannya ini diterima oleh Flo. Mana sudi Abdan berpacaran dengan gadis macam Flo. Selain pacaran itu dosa, Abdan tahu jelas bagaimana Flo. Di sekolah yang sudah mengatur interaksi antara siswa-siswi saja, gadis itu masih bisa curi-curi kesempatan untuk terus menoel padanya. Bagaimana kalo di luar? Gadis itu akan bebas nempel sana-sini kayak cicak. Membayangkannya saja Abdan sudah merinding. “Kita, kan bisa backstage,” usul Flo tiba-tiba. “Ah, itu ..” Abdan refleks mengaruk tengkuk kepalanya. Bisa-bisanya setan di sisi kiri Flo memberi saran semacam ini. Menyebalkan! “Tetap gak bisa. Kalian kan sama-sama populer di sekolah ini. Semua murid pasti selalu kepo sama kalian, jadi hal semacam ini lebih berbahaya,” sahut Vidi, meski Abdan tidak mengatakan apa-apa, tapi Vidi tahu kalo sahabatnya itu tengah kebingungan menolak permintaan abnormal Flo. “Bener juga sih.” Flo refleks mengetuk pelan meja dengan jari panjangnya. “Terus apa dong? “ “Soal itu, Lo pikirin aja nanti. Lo turutin dulu permintaan gue. Setelah itu baru permintaan Lo. Gimana?” saran Abdan. Sejujurnya Abdan tidak suka berlama-lama di kelas Flo, tatapan para siswinya sangat mengganggunya, meski terkadang Abdan suka melihat sorot kagum di mata mereka. “Oke gue setuju,” sahut Flo bersemangat, gadis itu hampir saja menempelkan lengannya di lengan Abdan, beruntung Abdan langsung sigap menghindar. “Bagus, gue tunggu kabar selanjutnya.” . . “Sebenarnya apa sih yang Lo rencanain?” tanya Vidi yang sudah tidak mampu membendung rasa ingin tahunya. Abdan hanya tersenyum samar, tangannya sibuk merogoh kantung saku celananya. “Eh, itu name tag punya siapa?” “Punya tuh gadis burik.” “Kok ada di Lo sih? “ “Ck!” Abdan spontan berdecak keras, kembali teringat akan momen menangisnya di room tadi pagi. Gadis itu pasti ngetawain gue! s**l! “Gadis b***k! Liat aja nanti. Setelah ini Lo bakal nangis! “tekad Abdan dengan rahang mengeras. “Liat aja tanggal mainnya! Gak akan gue biarin Lo bebas sekarang! “Abdan meremas keras name tag milik Miftah, benda itu hampir patah jika Vidi tidak menyadarkan Abdan. “Sebenarnya apa sih yang terjadi? Gue gak pernah liat Lo sekesel ini? “bingung Vidi. “Tunggu aja besok.” “Lo buat kuta penasaran,” protes David. David memang terkenal sangat cuek, tapi dibalik sikap cueknya itu, David seorang analisis yang hebat. Itulah alasan kenapa David jarang mempertanyakan apa yang Abdan atau Vidi lakukan, karena tanpa bertanya sekali pun David sudah tahu apa yang ingin mereka lakukan. Namun berbeda dengan hari ini, David tidak tahu apa yang sedang Abdan rencanakan di balik mata menyala dan senyum sinisnya itu. “Rencananya bakal di mulai besok. So, kalian harus bersabar.” Abdan tersenyum miring, rasa penasaran kedua sahabatnya itu sedikit banyak menghibur rasa dongkolnya. Vidi membuang nafas keras, percuma membujuk Abdan yang sejak dulu terkenal dengan kepala batunya. Jika Abdan berkata A jangan harap akan berubah menjadi B. Abdan bukan tipikal orang yang hidup dengan moto hidup, ‘mengalir seperti air.’ Karena saat Abdan ingin, dia harus mendapatkannya! Bagaimana pun itu! “Gue gak sabar nunggu besok.” Abdan mengulas senyum tipis pada wajahnya. Senyum yang selalu berhasil membuat kaum hawa panas-dingin. Namun siapa sangka dibalik senyumnya itu ada sebuah rencana busuk yang sudah Abdan siapkan. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD