1. Abdan

1200 Words
“Holla sayang... “ Mendengar suara itu membuat bulu kuduk Abdan meremang. Abdan mengedarkan pandangnya, dan benar dugaannya, ada Flo di ujung lorong, berlari ke arahnya. Flo, si gadis centil yang selalu berusaha nempel padanya. Ingin rasanya Abdan berlari dari sana, tapi ia tidak bisa melakukan itu. Ia harus menjaga wibawanya di depan gadis-gadis. Ia harus tetap mempertahankan image cool dan keren yang tersemat pada namanya. “Sayan—“ “Jangan dekat-dekat, Flo.” Abdan menghentikan langkah Flo, saat satu jengkal lagi jarak keduanya. “Flo, gue gak mau berakhir di ruang BK lagi,” sentak Abdan. “Lo emang muka tembok ya, Flo.” David menyahut. Bukannya tersinggung, Flo malah tebar-tebar senyum. “Mesti Lo ingat, Flo. Sekolah ini tuh Madrasah Aliyah, MA. Lo gak bisa berbuat seenak jidat Lo aja. Peluk-peluk sembarangan aja.” Vidi menambahkan. Kali ini Flo, mencibik kesal. Ia teringat ini SMA berbasis Islam. “Lo apa sih, Vidi, ikut-ikut aja. Sok ya banget,” sahut Flores, cewek cantik berwajah khas timur tengah itu mendelik, kesal. Flores merupakan sahabat Flo. Ia tidak akan terima jika sahabatnya dihina apa lagi oleh Vidi yang menurutnya ‘tidak tampan’ di bandingkan Abdan dan David. “Kalo gak karena ada Abdan, Lo gak akan mungkin ‘dikategorikan' cowok tampan,” tambah Flores. Flores terkenal dengan mulut samyang. Ia selalu menilai seseorang dari fisiknya. Casing adalah nomor satu baginya. Di mata Flores Vidi hanya remahan rengginang. Vidi hanya memutar bola mata, tanpa berniat membalas perkataan cewek berhidung panjang itu. “Sayang, pindah sekolah aja, yuk. Di sini gak asik,” kata Flo seraya mengibas-ngibas jilbabnya, manja. “Jauh-jauh dari gue! Ini perintah! “ kata Abdan tegas. Ia lalu menyambung langkahnya yang sempat terputus karena Flo. Abdan melewati Flo tanpa melirik sedikit pun. Flo merasa keki. Bagaimana bisa kecantikan tidak berpengaruh sedikit pun pada king of tampan, Abdan. “Abdan, gue bakal terus dekati Lo, sampai Lo sadar, kalo gue ini berlian,” pekik Flo. Tentunya hal itu makin menarik lebih banyak perhatian semua orang di kantin. “Flo, juga termasuk cewek cantik di sekolah, kenapa Lo gak mau deketin dia?” bisik David yang berjalan di sebelah Abdan. “Karena Flo gak memenuhi satu syarat. otak,” sahut Vidi. “This true.” Abdan tersenyum tipis. Ia memang terkenal dengan julukan playboy tapi dia bukan cowok bodoh yang bisa menerima semua cewek. Diam-diam, Sinty mengamati punggung ketiga cowok yang mulai menjauh dari kantin. Sinty berada di antara kerumunan di sana. Mendengar semua perdebatan mereka, termasuk tekad Flo yang akan menaklukkan hati Abdan. Sinty baru saja bahagia, melihat Flo di tolak mentah-mentah oleh Abdan. Tapi setelah mendengar tekad Flo membuat Sinty berpikir akan sesuatu. Ia tidak akan membiarkan Flo menang. “Aku akan menyatakan perasaan ini sebelum Flo berhasil,” tekad Sinty. “Kenapa bengong?” tanya Miftah yang baru saja selesai memesan makanan. “Heran deh, di sekolah ini berasa ada drama live tiap hari,” komentar Miftah, ia menjatuhkan dirinya di kursi kantin. Sinty mengalihkan perhatian dari Flo kepada Miftah. “Menurut kamu, lebih baik aku atau Flo ?” “Eh, dalam segi apa nih? “ “Hem...dalam segi apa pun.” “Dari segi manusia moral, kamu yang lebih baik.” Sinty tersenyum lebar. “Ehm, tumben kamu nanya hal yang kayak gini. Emangnya ada apa? “ *** Entah apa. Tapi Miftah merasakan Sinty akan berbuat bodoh hari ini. Miftah masih teringat mengenai perkataan Sinty yang membandingkan dirinya dengan Flo. Sinty bukan gadis yang suka membandingkan orang dengan dirinya. Ia selalu merendah meski ia berada di atas awan. Miftah datang ke sekolah pukul enam pagi. Tiga puluh menit lebih awal dari jam biasanya ia sampai ke sekolah. Di sekolah masih sepi, belum banyak murid yang lalu lalang, hanya ada beberapa. Sangat hening. Hingga langkah kaki pelan pun dapat terdengar nyaring saat ia melewati koridor menuju loker miliknya. Miftah memelankan langkahnya, ia tidak ingin di kira raksasa hanya karena suara langkah yang menggema. Saat Miftah hendak masuk ke ruang loker. Ia melihat Sinty berdiri di loker milik Abdan. Miftah melihat Sinty memasukan sepucak surat di sana. “Sekarang semua akan jelas,” gumam Sinty sebelum berbalik. Miftah buru-buru bersembunyi. Sinty pergi dari sana. Lalu ada dua siswi masuk ke ruang loker. Miftah juga ikut masuk. Dengan hati-hati, Miftah berjalan ke loker Abdan. Ia mencoba mengambil sepucuk surat cinta dari Sinty untuk Abdan. Miftah tidak ingin sahabatnya terlibat dengan tiga manusia itu. “Duh, sulit banget deh ngambilnya.” Miftah mencoba mengorek loker Abdan dengan tangan telunjuknya. Beruntung Sinty tidak memasukan sepenuhnya surat itu ke dalam loker Abdan. Ada bagian kecil yang nonggol sedikit di sana. Dan Mifatah berusaha menariknya. Miftah terlalu fokus dengan misinya hingga tidak menyadari ia sudah tertangkap basah berada di loker milik Abdan. Satu Alis Abdan terangkat melihat wanita bertubuh tambun berdiri di depan lokernya sembari mencoba melakukan sesuatu. “Dapat! “ Miftah bersorak dan berbalik. Ia kaget bukan main, saat melihat tiga pasang mata sudah memergokinya. Abdan melihat surat berwarna pink itu. Tanpa aba-aba, ia langsung mengambilnya dari tangan Miftah. “Lo yang tulis surat ini? “ tanyanya setelah membaca surat itu. Miftah bingung harus menjawab apa. Ia hanya bergumam tidak jelas. Yang Abdan artikan sebagai kata, ‘Ya’. “Coba liat ke kaca.” Abdan menunjukkan kaca yang ada di sisi sudut loker. Miftah menurut saja. Ia menoleh. Tidak ada yang aneh pada penampilannya, ia tetap terlihat cantik dimatanya sendiri. “Berani banget Lo buat surat cinta buat gue! Lo gak sadar kalo.... “ Abdan tertawa kecil melihat pantulan diri Miftah di cermin. Miftah tidak suka tawa Abdan. “Gue sadar. Kalo gue cantik,” sahut Miftah. David tertawa paling kencang setelah mendengar perkataan Miftah. “Cantik? “katanya terdengar seperti mengejek. “Mari kita tanya sama dua gadis itu. Apa menurut mereka, Lo cantik.” Vidi menahan tawanya. “Menurut Lo berdua, dia cantik atau gak? “tanya Vidi dengan intonasi mengintimidasi. Kedua gadis itu terlihat agak takut dan sungkan untuk langsung menjawab. Tapi mereka tidak punya pilihan. Mereka terpaksa menjawab jika ingin hidup aman di sekolah. g**g cowok tampan memiliki dukungan dari hampir setengah murid perempuan di sekolah. Jika mereka berurusan dengan ketiga cowok itu sama saja seperti berurusan dengan semua cewek di sekolah. Mereka tidak mau di bully atau di kucilkan dari circle-nya. “Cantik atau gak? “Vidi mengulang pertanyaannya. Mereka berdua kompak menggeleng, sembari mengatakan tidak. Abdan tertawa kecil, lebih tepatnya menertawakan Miftah. “Gue cantik, kata gue, kata ibu gue, kata ayah gue, kata nenek gue, kata kakek gue. Ada lima suara. Itu artinya yang bilang gue cantik lebih banyak dari pada kalian. Fiks no debat!” sahut Miftah. “Gue cantik.” “Gue salut sama kepercayan diri Lo,” celetuk Abdan. Abdan tersenyum simpul dan merobek surat itu tepat di depan mata Miftah. “Tapi maaf, Lo gak akan pernah masuk tipe gue! Tipe gue itu cewek cantik bukan cewek halu. Badan Lo, Hem, udah hampir mirip tedmon di atas rumah gue. Terus jilbab Lo miring-miring kayak layangan putus. Dan Lo berani kasih gue surat cinta kayak gini?” Abdan berdecak. “So? “ Miftah mengangkat sebelah aliasnya. Abdan tersenyum miring. “Gue ibarat langit di atas sedangkan lo ibarat tanah di bawah. Dekil dan jelek.” Bukan sedih atau marah karena sudah dihina, Miftah malah tertawa dan tersenyum bahagia. Abdan mengernyit bingung. Tidak biasanya mulut komentator tidak berhasil. “Kalian tahu gak apa yang buat gue ketawa? “ kata Miftah di sela tawanya. “Pagi ini aku mendapat banyak transfer pahala dari kalian ‘si manusia tampan' jadi terima kasih banyak.” Miftah menerobos tubuh Abdan membuat Abdan hampir kehilangan keseimbangannya. Abdan berdecak kesal. Miftah tersenyum puas. **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD