4. Maling hoodie

1126 Words
Karna hari jum'at, maka sekolah kami hanya sampai pukul sebelas. Dan sebentar lagi, lima belas menit lagi menunjukkan pukul sebelas. Gladis menyimpan kotak bekalnya yang ia bawa didalam tas yang tadinya berencana akan memberikannya pada Haskara tetapi cowok itu menolaknya. Sampai sekarang pun Haskara belum kembali kekelas. Gladis yakin cowok itu ada di rooftop. Ya mungkin aja. Gladis meraba kolong meja, memastikan tidak ada barang miliknya yang tertinggal. Tanpa sadar tangannya menyentuh kain di kolong meja Haskara Gladis menarik kain itu yang ternyata hoodie berwarna hitam. Bibir Gladis menyunggingkan senyum. Hoodie itu ia dekatkan ke wajahnya lalu mencium harum hoodie itu. "Udah ganteng, harum lagi." gumamnya. Tanpa sadar didepan sana,tepat didepan pintu, Haskara berdiri dengan kedua tangan yang ia masukan kedalam celana jens. Matanya menatap tajam tingkah Gladis yang dengan sembarangan menyentuh barang miliknya. Gladis masih tidak sadar akan kehadiran Haskara. Bahkan gadis itu memeluk hoodie Haskara. Haskara sudah berdiri dibelakang tubuh Gladis masih dengan tatapan dinginnya. "Aaa.." Jarit tertahan Gladis, "Mau bawa pulang boleh gak ya. Harum banget. Mana tau jadi temen tidur." Gladis menatap hoodie itu. Sebuah ide terlintas dikepalanya. Dengan senyum misteriusnya, gadis itu mengenakan hoodie itu ke tubuhnya. Setelah terpasang, Gladis berdiri untuk membenarkan hoodie dan betapa terkejutnya ia. Haskara berdiri di belakangnya. Gladis hanya bisa terbelalak. Sementara Haskara menatap penampilan Gladis dari atas hingga bawah. Hoodie yang kebesaran ditubuh mungil cewek itu tampak imut. Apa, imut. Haskara menggelengkan kepalanya. "Lepaskan." "Aaaa... Boleh pinjam sebentar ya. Enak soalnya." "Bukan makanan." "Iya tau kok, siapa yang bilang ini makanan." "Lepaskan sekarang." Gladis cemberut. Ia menghentakkan kakinya dengan kesal. "Sebentar doang gak boleh?." Haskara tak menjawab, tapi tatapannya mengisyaratkan Gladis untuk melepaskan hoodie itu. Gladis mendengus kesal, "Yaudah minggir dulu." Haskara mengikuti nya. Gladis sudah berdiri disamping Haskara. Tapi.... "KABOOOOR...." Haskara tersentak. Gladis lari darinya beserta hoodie nya. Ia hanya bisa mendengus kesal. Lalu meraih tas nya dan menyampirkan di bahu kanan. "Henteu mikiran." Sementara itu Gladis sudah berada jauh dari kelasnya. Dengan nafas yang memburu, ia membungkuk karna kelelahan. Semua mata menatap Gladis dengan terkejut. Bahkan ada yang terang-terangan menunjuk Gladis dan gadis itu masih tidak tau. "Capek." gumamnya. Setelahnya, ia kembali tegap. Dan tersadar. "A-ada apa?." "Kamu pakai hoodie siapa?." tanya salah satu siswi yang tak ia kenal. Gladis melirik hoodie itu, "Kenapa?." "Itu..." "Lepaskan Gladis." Gladis tersentak, ia memutuar tubuhnya dan jaraknya dengan Haskara sangat dekat, bahkan Gladis bisa mencium aroma tubuh Haskara yang maskulin. "A-apa tadi?." "Abdi henteu hoyong malikan deui kecap." "Ha?." Gladis makin tidak mengerti. Haskara kehilangan kesabaran nya, ia dengan cepat meraih tangan Gladis lalu menarik keatas. Setelah itu ia memegang ujung bawah hoodie untuk melepaskannya. "Ish, gak mau. Kan kamu udah bilang boleh." "Kapan saya bilang boleh?." "Tadi." dahi Haskara mengkerut kecil, "Tuh kan, gak inget. Padahal dia nya sendiri yang bilang boleh." Haskara makin tidak mengerti. Gladis menyentakkan tangan Haskara. "Udah ah, ini aku bawa pulang. Nanti di cuci kok kalo kamu mikirnya takut kotor." "Naon wae." Gladis jadi bingung. Sementara Haskara sudah berlalu dari hadapannya. Orang-orang menatap interaksi keduanya dengan terkejut, bahkan suasana sunyi. "Apa?." tanya Gladis. Semuanya berjalan cepat meninggalkan Gladis yang masih ditempat. Mereka sungguh tidak percaya. Bahwa ada yang masih mau berteman dengan sosok Haskara. Gladis sungguh senang hari ini. Bahkan didalam mobil ia memeluk dirinya sendiri. Jika kalian lihat itu menjadi hal aneh, tapi yang dipikirkan Gladis bukan itu. Melainkan hoodie itu. Ia merasa bahwa Haskara tengah memeluk tubuhnya, hingga terasa hangat. Pak bujang yang tengah mengendarai mobil hanya bisa tersenyum maklum. "Seneng banget, neng." "Hehehe... Iya pak karna hoodie nya." "Aduh, dari pacarnya ya?." Gladis tersenyum malu-malu. "Doain aja ya pak. Mana tau jadi beneran." "Iya, bapak doakan. Siapa sih neng? Temen sekelas ya?." Gladis mengangguk, "Ganteng orang nya pak. Tapi dia dingin banget. Untungnya, Gladis si cewek dengan seribu cara bisa melewatinya." "Walah, sudah kayak film aja neng."Gladis terkekeh. "Sudah sampai, neng." "Makasih pak bujang. Bapak boleh makan siang." "Sama-sama neng." Gladis berjalan riang menuju pintu masuk. "HELLOW EPRIBADI. Putri cantik sudah pulang..." "Gladis..." tagur Mala. Gladis yang tengah melepaskan sepatu lantas menoleh sembari menyengir. "Hai mama nya Gladis yang cantik, yang baik, yang sabar dan segalanya. Anak cantik mu sudah pulang." ijar Gladis sembari meraih tangan Mala dan menciumnya beberapa kali. "Ih, kamu kenapa, sih? Takut mama liatnya." "Ish mama." rajuk Gladia. "Kamu kenapa coba? Kejedot di mana kamu?." "Siapa yang kejedot sih, mama doain Gladis ya." "Ya mama bingung aja." "Biasa juga gini kan." "Sudah-sudah, kamu kenapa?." "Enggak kenapa-kenapa, ma. Emang kenapa?." "Kamu makin ngelindur. Sudah sana keatas, ganti baju. Makan siang dulu." Gladis memberikan hormat pada Mala, "Siap mama." Mala menggelengkan kepalanya heran, "Perasaan dulu lagi hamil kamu, mama gak pernah ngidam aneh-aneh." Gladis berguling kesana kemari diatas ranjang, tapi tak kunjung terlelap. Padahal hatinya menyuruh untuk tidur, tapi matanya belum bisa. Akhirnya, ia hanya bergiling kesana kemari lalu meraih boneka sapi. "Mocca, aku harus apa nih? Bosan banget. Gak bisa tidur." Mocca—nama boneka sapi Gladis. "Apa? Baca novel? ."Gladis menoleh menatap jam dinding."Jangan deh, aku lagi gak pengen baca." Gladis meletakkan Mocca di dadanya. "Duduk di balkon aja ya. Mana tau ngantuk nanti." Gladis beranjak dari ranjang lalu berjalna menuju pintu balkon. Gadis itu membuka pintu dan udara malam menerpa wajahnya. "Rrrr...Kamu dingin gak Mocca?" tanya Gladis, "Enggak ya, kamu kan ada bulu." Gladis duduk di bangku yang disediakan di balkon. Balkonnya langsung mengarah pada jalanan perumahannya. Jadi siapapun yang lewat, ia bisa melihat. "Sepi Mocca." Angin kembali berhembus kecil. Gladis berdiri lalu bersandar di pembatas balkon. Deru motor sport memekakkan telinga, membuat Gladis menoleh ke arah barat. Morot itu berjalan dengan santai melewati rumah demi rumah, begitu melewati rumah Gladis. Gadis itu sempat terdiam sesaat. "Itu... Bukannya motor yang pagi itu, ya?." Matanya terbelalak, "Iya, itu motor nya. Merahkan. Eh, tapi kan merah banyak yang punya. Dasar pe'ak. "rutuk Gladis. Gadis itu kembali masuk kedalam kamar setelah menutup pintu balkon dengan rapat, kembali terbaring tapi kali ini, ia meraih ponsel nya. Ada kebimbangan disana. Tapi karna merasa percaya diri akhirnya Gladis membuka aplikasi berwarna hijau, mencari kontak yang sudah ia simpan dengan nama Haskara. Ya, kali ini entah kenapa Gladis berniat ingin menghubungi Haskara. To Haskara.  Eh, malam ni, gak ganggu kan! Qku Gladis, teman sebangku kamu, gak mungkin lupa kan heheh..  Oh ya, hoodie nya udah aku cuci, lusa mungkin aku balikin karna harus di keringin dulu.  Udah ya segitu aja, takut ganggu wkwkwk, jangan lupa save nomor aku. Daah. Sent Setelah mengirimkan pesan itu, Gladis mematikan ponselnya kamudian mencharger nya. Gladis meletakkan Mocca disamping tempat tidurnya, menarik selimut. "Selamat malam Mocca, mimpi indah ya." "Gladis bangun, nak. Sudah siang." Gedoran pintu tak membuat Gladis membuka mata bahkan semakin mengeratkan selimut ketubuhnya. "Ck, anak ini." Mala membuka pintu Gladis lantas langsung berdecak malas. "Anak gadis kok bangun siang." Mala berjalan menuju jendela lalu membuka tirainya dengan lebar. Cahaya matahari langsung mengenai wajah Gladis membuat gadis itu terusik. "Mama, Gladis masih ngantuk." "Bangun bangun. Olahraga sana sama papa. Kamu kok males banget." "iya nanti." "Kok nanti sih.. Ayo bangun." Mala menari selibut Gladis membuat gadis itu mengerang kesal. "Iya iya ini bangun." "Mandi sana jangn tidur lagi. Kalo nanti mama balik kesini kamu tidur lagi. Awas aja, uang jajan mama potong." Mata Gladis langsung terbuka. Ia beranjak dari kasur lalu meraih handuk dan berlari ke kamar mandi. "Gladis udah bangun, jadi uang jajan gak di potong.!" pekiknya dari kamar mandi. Mala hanya bisa menggelengkan kepala saja lalu keluar kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD