3. Cari tau

1191 Words
"Gladis pulang!." seru lantang Gladis. "Sayang, pulang itu ucap salam dulu. Jangan teriak-teriak." Gladis menyengir, "Maaf ma." Gladis mencium punggung tangan mamanya. "Assalamu'alaikum mama cantik." Mala tersenyum, "Wa'alaikumsalam. Ayo ganti dulu pakaian mu terus makan siang." "Siap mama." Gladis berlari menaiki lantai dua. "Jangan lari-lari nak, nanti jatuh." "iya ma." "Bajunya di gsntung, jangan di letakin dikasur." "Iya mama. Mala hanya menggelengkan kepala melihat tinggah Gladis yang sangat aktif itu. Sementara itu didalam kamar, Gladis melempat tas nya ke atas kasur lalu membuka lemari nya. Diambilnya sepasang baju rumahan berwarna pink dengan gambar mickey mouse. Gadis itu mengganti pakaian didalam kamar mandi. Setelah selesai, ia membersihkan wajahnya dengan pembersih wajah dan sehelai kapas. Membersihkan debu-debu yang hinggap di wajahnya setelah seharian beraktivitas di luar. "Euwhh... Kotor banget." ujarnya lalu melempar kapas itu ke tong sampang yang ada disamping meja riasnya. Dengan bersenandung, Gladis kembali memasuki kamar mandi dan membasuh mukanya dengan facewash. "Beres." Ia turun ke bawah, menghampiri mamanya yang sudah duduk diatas dimeja makan dengan ponsel di tangan nya. "Papa mana, ma?." "Belum pulang dong sayang." "Tumben?." "Papa kan baru pindah ke sini, mungkin aja tugasnya banyak." Gladis mengangguk saja. Lalu meraih piring dan menuang nasi. Ngomong-ngomong, dirinya belum menjelaskan kenapa keluarganya bisa pindah ke Bandung. Jadi begini ceritanya.. Nungguin ya? BHAHAHAHA. Okey back to the topic. Hardian — papa Gladis pindah ke Bandung karna pekerjaan nya. Dulu papanya bekerja di Lampung, cukup lama karna disanalah tempat lahir Gladis. Lalu di pindah tugaskan ke Riau selama dua tahun. Disana lah Gladis bersekolah SMP, dua tahun kemudian dipindahkan lagi ke Kalimantan barat dan setelah itu, Hardian dipindahkan lagi tugasnya di Jakarta. Banyak amat kan, iya emang begitu kerjanya papa Gladis, sampe Galdis pun ikut pindah sekolah dan ini sudah ke sekian kalinya pindah. Setelah dari Jakarta hampir satu tahun setengah kayaknya. Kini dipindahkan lagi di Bandung. Dan semoga aja ini untuk terakhir kalinya. Jujur saja, Gladis bosan pindah sekolah terus menerus, harus beradaptasi kembali dengan orang-orang baru, dengan bahasa kota masing-masing. Walau sebenarnya, ia bukan orang yang sulit beradaptasi, tapi bosan aja gitu. "Makan yang banyak, badan kamu sudah kayak triplek. Kurus." "Mah, ini tuh udah paling banyak tau. Emang dari sana aja yang gak bisa gemuk." "Mama dulu banyakin kami vitamin supaya bisa gemuk, tapi jadinya begini." "Ya gak tau deh ma. Mungkin emang di takdirkan untuk kurus..." Mala menggelengkan kepala saja, "Gimana sama sekolah barunya?." "Ya gitu ma." "Gitu gimana?." "Ya, kayak biasa. Setiap pindah kan selalu sama aja." Mala mengangguk paham, "Ada cowok yang kamu taksir?." Gladis tersedak, ia meraih gelas lalu meneguk airnya hingga tandas, "Mama ngomong apa sih?." "Ya, kan mama tanya aja, sayang." "Gladis kan baru pindah ma. Baru hari ini masuk masa bisa langsung suka sama orang. Ya gak mungkin lah ma. Tapi..." "Apa? Tapi apa?." "Ada dua murid yang bikin Gladis kesel." "Temen sekelas kamu? Ganteng?." Gladis meletakkan sendok nya lalu menumpu kepalanya dengan kedua tangan. "Ganteng ma. Dia temen sekelas Gladis. Tapi dia dingin, cuek juga. Irit bicara juga, ma." "Oh ya, terus terus?." Mala terlihat senang mendengar cerita Gladis. "Dia duduk sebangku sama aku. Cuma ya gitu, gak banyak omong karna kata temen nya, dia gak suka diganggu plus gak suka banyak omong." "Emang apa?." "Gak tau." "Kok mama jadi greget ya denger nya." Gladis cemberut, "Lanjut nak." "Terus satu lagi. Tadu pagi, Gladis diklakson sama punya motor merah, abis itu dia teriakij Gladis" WOI" padahal kan Gladis punya nama. Gladis udah minta maaf, tapi dia malah ngegas motornya sampai berdengung telinga Gladis. " "Ah, sayang. Mama jadi penasaran gimana anak nya." Gladis menoleh, "Gak, Gladis gak mau ketemu lagi sama pwmilik motor itu, kalo aja Gladis tau siapa orang nya udah Gladis hancuri motornya, biar tau rasa." Malam ini, Gladis terbaring di kasur empuknya sembari menatap langit-langit kamar. Bingung ingin melakukan apa. Jadi ia hanya terbaring lalu menarik nafas nya dengan dalam. Begitu terus dilakukan nya hingga bosan itu kembali melingkupinya lebih kuat. Gladis membalik tubuhnya kemudian meraih ponsel. Tadi, ketua kelas meminta nomornya untuk menggabungkan nya dalam grup kelas. Karna tidak tau siapa saja nama orang-orang dalam kelas nya, lantas Gladis membuka grup dan melihat nama anggota kelas. Ada sebagian yang ia busa lihat nama nya, tapo ada sebagian pula yang tudak ada nama nya. Lalu tangan Gladis berhentu disebuah nomor. Tidak ada foto profil seperti yang lainnya. Tapi ada satu huruf disana. H. Hanya itu, tapi otak Gladis yang sedang nyambung, langsung tertuju dengan nama cowok itu. Haskara. Langsung saja ia klik dan memilik chat. Kedua jempol nya bergerak tak tentu arah. Bingung, apa yang harus ia ketik. Karna gemas, Gladis hanya menyumpan nomor itu dan keluar dari aplikasi berwarna hijau itu. Kembali terlentang dengan kedua tangan dilebarkan.  Pikirannya melayang pada kejadian dimana pertemuannya dengan Haskara. Cowok dingin yang pertama kali Gladis temui. Cowok super irit bicara yang pernah ia temui dan membuat jiwa kekepoan Gladis meronta-ronta untuk segera di laksanakan. Tapi ia sadar, dirinya anak baru dan baru juga bertemu dengan cowok bernama Haskara. Tidak mungkin ia lakukan semuanya dengan cepat, apalagi melihat sosok Haskara yang berbeda. Ia akan melakukannya dengan perlahan. Tahap demi tahap. Apapun itu caranya. Gladis meraih ponsel di sampingnya lalu membuka google. "Cara mendekati cowok dingin." Begitulah Kira-kira yang Gladis ketik. Ia membuka laman pertama. "11 cara menaklukkan hati pria cuek dan pendiam." Jemarinya menscrool kebawah. 1. Meciptakan suasana hangat. Gladis berdecih, "Gimana mau hangat, setiap diajak ngomong malah diem. Kayak patung." 2. Mulai percakapan. "Ini apa lagi. Kagak bisa ini. Dianya gak mau ngomong kayak orang bisu." rutuk Gladis. 3. Cari tau mengenai hobi nya. Seketika, Gladis terdiam. "Hobi nya... Pertama kali yang aku liat, dia suka dengerin musik." 4. Jadilah sosok ceria. "Dih, apaan nih. Enggak bisa, tadi aja di tegur jangan main ponsel rahangnya langsung mengetat, entar tiba-tiba dia makan aku gimana. Gak gak gak deh." Gladis keluar dari laman tersebut lalu meletakkan ponselnya di atas nakas. "Gimana kalo misalnya aku cari hobinya aja. Terus dekati hobi nya, nantu kan kalo ngobrol, ya mana tau dia mau ngobrol. Bisa nyambung kan." Gladis mengetuk kepalanya dengan wajah bangga, "Hebat kamu otak, bisa lancar banget. Waaah biasanya kamu lola." ujarnyw kemudian terkekeh. "Selamat pagi, Haskara." Gladis cukup terkejut dengan pagi ini. Ternyata Haskara sudah datang lebih dulu dari yang lainnya. Padahal ini masih jam setengah tujuh. Berhubung ini hari jumat, sekolah membuat peraturan yaitu bebas mengenakan pakaian yang penting sopan. Lalu yang kedua, hari jum'at tidak ada proses pembelajaran. Semuanya di bebaskan untuk melakukan aktivitas, mau itu ekstrakulikuler atau bersantai di kantin. "Haskara, aku bawa bekal. Mau makan bareng aku?." "Entong ganggu." "Eh, aku ganggu ya? Maaf aku gak tau. Aku cuma mau.... Eh mau kemana?." Haskara meninggalkan Gladis di bangku. Gladis hanya bisa cemberut kesal. Tapi ini masih awalan. "Semangat Gladis, kamu bisa." Gladis keluar dari kelas untuk ke kantin membeli air minum. Air yang ia bawa dari rumah sudah habis karna sarapan. Gladis menyusuri koridor dengan perlahan. Mata nya menatap lapangan yang di penuhi oleh murid-murid yang bermain bola, basket bahkan ada cheerleaders. "Wah, ada ekstra dance." Kaki Gladis berhenti, matanya menatap setiap gerakan yang dilakukan oleh anggota dance yang tampak mengikuti pelatihnya. Mareka tampak sangat cantik dengan pakaian bebas mereka. Gladis tepesona dengan gerakan mereka, dari dulu ia ingin sekali bisa ikut ekstrakulikuler tapi karna mengingat fisiknya lemah. Akhirnya pasrah dan hanya bisa melihat dari pinggir saja. Hap. Gladis tersentak kemudian menoleh. Senyumnya mengembang saat tau suapa yang menepuk pundaknya. "Bara." Bara terkekeh, "Hai, ketemu lagi." "Hehehe iya nih. Eh, Bara mau kemana?" "Mau ke kantin, kenapa?" "Kebetulan, ayo deh barengan." "Boleh." Dua orang itu berjalan beriringan. Tinggi Gladis yang hanya sebatas pundak Bara terlihat kontras sekali. Gladis menoleh, "Kamu makan tiang ya? Bisa tinggi gini." Bara tertawa, "Emang ada orang yang bisa makan tiang" Gladis menggaruk kepala nya, "Enggak sih." "Ada-ada aja." Gladis menyengir, "Maaf ya." "Sans aja."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD