2. Siapa dia?

1413 Words
Hari pertama. Dimana Gladis memasuki sekolah baru nya lagi. Dengan seragam khas sekolah swasta di kota Bandung. Gadis itu menata diri didepan cermin kamar nya. Memperbaiki sedikit tatanan rambut gelombang nya, kemudian tersenyum puas. "Siap." "Glados, turun nak, kita sarapan." Itu suara mama Gladis — Mala. "Iya ma." Gladis merapikqn dasi nya lalu bergegas meraih ransel ungu dan tak lupa juga ponsel milik nya. Menurun tangga dengan cepat kemudian tersenyum. "Selamat pagi." "Pagi sayang." Gladis menarik kursi yang berhadapan dengan Hardian. "Sudah siap dengan beradaptasi lagi?" Gladis tersenyum, "Kayak biasa pa." Hardian mengangguk, "Maaf membuatmu ikut papa dan pindah sekolah terus." "Ih gak apa-apa kok pa." "Ya sudah, makan dulu, nanti papa antar kamu." "Siap." ????? SMA PANCAMURI Begitulah plang tulisan didepan gerbang, yang terpampang lebar. Mobil Hardian berhenti didepan gerbang. "Belajar yang baik ya. Uang saku udah papa kasih kan?" Gladis mengangguk, "Sudah kok pa." "Ya udah, masuk sana." Gladis mencium punggung tangan Hardian kemudian membuka pintu. "Papa hati-hati ya." "Iya sayang, semangat." ujar Hardian sembari mengepalkan tangan tanda semangat. Gladis membalas nya dengan kepalan tangan semangat juga, kemudian terkekeh. Menutup pintu mobil dan menatap mobil papa nya yang berjalan menjauh. Gladis menghela nafas kemudian berbalik. Murid-murid berjalan memasuki sekolah bertingkat itu. Seragam yang dikenakan mereka sama dengan miliknya. Seketika Gladis merasa gugup. Setiap beberapa tahun dirinya harus pindah sekolah dibanyak daerah. Beradaptasi lagi, lagi dan lagi. Tapi entah mengapa, untuk hari ini dirinya dilanda gugup. Tin Tin. Gladis tersentak kemudian menoleh. Sebuah motor besar berwarna merah berhenti dibelakang nya. "Woi minggir." ujar cowok itu yang tertutup helm full face nya. Gladis tersadar bahwa dirinya berdiri tepat didepan gerbang hingga menghalangi pintu masuk. Gladis menggeser tubuhnya, "Maaf." GRUUNG Cowok itu mengegas motor nya hingga menimbulkan gerungan yang memejamkan telinga. Gladis harus sampai menutup kedua telinga nya yang berdengung. "Ish. Jangan gitu dong, sakit nih." ujarnya sembari menunjuk telinga. Cowok itu tak menghiraukannya kemudian melakukan motornya memasuki sekolah. Gladis mencibir kemudian berjalan memasuki gerbang. "Pagi pak." Sapa Gladis pada penjaga gerbang. "Pagi neng." ????? "Selamat pagi anak-anak." "Pagi buk.." seru murid dalam kelas. "Sebelum kita mulai belajarnya, ibu mau memperkenalkan teman baru kalian dulu ya." Murid-murid mulai berbisik satu sama lain, yang penasaran dengan teman baru mereka. "Nak, kemari." Seperti sudah di setting, semuanya berjalan dengan lambat. Layaknya slowmo, angin berhembus menerpa rambut hitam bergelombang itu disertai musik dikepala mereka. Bibir itu menyunggingkan senyum indah, membuat pada siswa terpesona. Beberapa siswi tampak iri dan mencibir gadis itu. "Ini teman baru kalian." guru itu menoleh pada Gladis, "Silahkan perkenalkan diri." Gladis mengangguk kecil, senyumnya tak kunjung pudar. "Hai semua, kenalkan aku Gladis Rahardian Kumala. Aku pindahan dari Jakarta. Salam kenal semua." "ieu mangrupikeun awewe anu urang tingali anu sanés sanés." "Leres, eta awewe ti sateuacanna." Bisik-bisik bahasa sunda membuat Gladis sedikit kebingungan. Padalnya ini pertama kali untuk dirinya berada dilingkungan yang orang-orangnya menggunakan bahasa sunda. "Nya, kuring ngarepkeun anjeun tiasa janten babaturan anu saé. ngajantenkeun anjeunna teu nyaman sareng sakola kami." Gladis melirik guru disampingnya dengan kebingungan. Sungguh, dirinya seperti gadis bodoh didepan sini karna tak mengerti sama sekali bahasa mereka. "Gladis kamu bisa duduk di bangku kosong, disana." Gladis menatap arah tunjuk guru itu. Matanya menatap cowok itu dengan bingung. Siswa yang duduk di pojok dengan menunduk dan tak memperhatikan kedepan. "Punten, calik." Gladis mengangguk patuh. Ia berjalan sembari kembali menyapa para siswa yang menyapanya. Begitu sampai di meja tempat nya duduk. Siswa yang merasa ada seseorang lantas menoleh. Keduanya beradu pandang dan laki-laki itu langsung memutuskan pandangan kembali fokus pada buku di hadapannya. "Aku duduk disini ya." Tak ada sahutan. Dengan kesal, Gladis duduk disamping laki-laki itu, tas berwarna ungu itu ia letakkan di atas meja dengan kasar. "Tas nya." Gladis menoleh, "Apa?." Laki-laki itu hanya menunjuk tas Gladis dengan dagunya kemudian kembali fokus. Gladis mendengus, "Maaf." ia menurunkan tas nya kemudian meletakkan di bangku. Gladis melirik cowok disamping nya. Karna merasa tidak nyaman dengan berdiam seperti ini, lantas Gladis mengulurkan tangan nya. "Nama kamu siapa?" Cowok itu tidak menyahut, hanya melirik sekilas kemudian menarik sesuatu dari bawah meja. Itu headset. Kemudian memasangnya di kedua telinga. Gladis terdiam sesaat melihat itu. Kemudian melirik kedepan di maja guru tadi tengah menerangkan materi. "Kamu gak boleh main ponsel, nanti kena marah guru." ujar Gladis. Masih tak ada jawaban, maka Gladis menepuk pundak nya. "Jangan main ponsel."ujar Gladis sembari menggerakkan telunjuknya ke kiri dan kanan. Laki-laki itu menatap Gladis dengan tajam. Gladis takut, akhirnya kembali duduk menghadap depan dan mencoba fokus pada guru. Kursi di sampingnya berdecit, Gladis melihat laki-laki itu berdiri dan melewati bangku belakang Gladis lalu keluar. Gladis cukup terkejut, tapi ia hanya bisa diam. "Percuma kamu ajak di bicara, dia gak suka diganggu." Gladis menoleh, siswi yang duduk di depannya tengah menatapnya. "Apa?." "Dia gak suka di ganggu, jadi jangan ganggu dia kalo kamu gak mau ngeliat marahnya." "Emang kenapa dia begitu?." Gadis didepannya itu hanya menghedikkan bahu tak tahu. "Ah ya, kita belum kenalan kan? Aku Tiara." "Aku Gladis." "Ya, aku tau tadi." "Baik anak-anak, ibu akan kasih kalian soal. Buka buku cetak halaman 105,disana ada bagian C lima soal. Kalian kerjakan ya. Ibu ada rapat guru." "Baik bu." "Tugasnya dikumpul setelah jam pelajaran ibu habis." "Iya bu." ????? Angin yang berhembus kencang, suara lalu lalang kendaraan di bawah sana juga menambah suasana damai bagi seorang cowok yang tengah duduk di atas rooftop sekolah. Dengan headset di kedua telinganya yang terpasang, lagu slow melengkapi damainya. Saat ini, ia tak ingin di ganggu oleh siapapun termasuk cewek yang baru saja hadir di tempat duduk yang biasanya kosong. Sebelah kaki ia topanglan di kaki lainnya. Duduk di sofa yang tak terpakai yang biasa digunakan oleh anak-anak lain nya untuk merokok atau bolos pelajaran. Ia tak suka diganggu dan tak suka banyak bicara. ????? Gladis sudah menyelesaikan lima soal yang di berikan. Gadis itu tampak bingung akan melakukan apa. Ia hanya melipat kedua tangan nya diatas meja lalu menenggelamkan kepalanya. Kepalanya menghadap ke kiri, dimana bangku kosong laki-laki tadi berada. "Kemana cowok itu? Kenapa gak balik-balik."gumamnya. Gladis duduk tegap, lalu menyimpan buku tulisnya di laci beserta buku cowok di sebelahnya, karna buku cetak yang ia gunakan tadi milik laki-laki itu. Ia keluar kelas, dengan alasan ingin ke toilet. Padahal bukan itu tujuannya, ia hanya bosan dan mencoba berkenalan dengan sekolah barunya. Langkah gadis itu berhenti, bingung harus kemana. Tapi dirinya berhenti dibawah tangga. Karna sekolah ini terdiri dari dua tingkat. Jiwa kepo nya akhirnya memberontak, gadis itu menaiki tangga. Kemarin hanya sampao ruangan kepala sekolah, ia tidak tau apa aja yang ada di lantai dua itu. Kaki nya berjalan dengan santai, menatap pintu-pintu disana serta tulosan diatas nya. "Ruang guru... lab komputer... ruang Biologi...ruang Kimia...ruang seni..um, gak ada yang menarik,eh..." Gadis itu menghentikan langkahnya saat melihat sebuah pintu putih yang berbeda dari lainnya. Pintu nya sedikit pendek dan tak ada tulisan diatas nya. "Apa itu?" Mata nya berhenti di kunci yang menggantung disana. Dahinya mengkerut. "Boleh masuk gak ya?" tanya nya sendiri. Karna kepo yang sudah menjadi jiwa semua manusia, akhirnya ia memberanikan diri membuka pintu itu. Sinar terang dari luar, menghantam sebagian tubuh nya. Sedikit menunduk kemudian memasuki tempat itu. "Oh, rooftop. Enak juga disini. Banyak angin." gumamnya. Gadis itu berjalan dengan tangan yang berayun-ayun lalu berhenti di belakang sofa lusuh. Matanya menangkap cowok dingin itu ada disana, sepertinya tengah tertidur. Gladis mendongak, "Dia gak ngerasa panas apa?." Gladis sepertinya sudah dicap sebagai gadis kepo itu. Akhirnya menatap cowok itu, tangan yang berada di kepala menutupi setengah wajah. Matanya menelisik dari atas hingga berhenti didada cowok itu. Dimana ada nametag. E. Haskara L. "Oh...Jadi namanya Haskara. Bagus juga." "Ngapain kamu." Gladis tersentak kaget, matanya langsung menatap wajah Haskara yang masih ditutupi lengan laki-laki itu. "Kamu tidur apa enggak sih? Apa aku salah dengar." "Saya tanya, ngapain kamu." "E-enggak kok, gak ngapa-ngapain." Haskara menurunkan tangannya lalu berdiri dari sofa. "Kamu ngapain disini? Ada tugas tadi dari bu guru." Haskara tak memperdulikan ucapan gadis itu, ia memperbaiki seragamnya lalu berjalan menuju pintu rooftop. "Eh eh, ikut..." ????? Jam pulang sekolah akhirnya datang, semua murid berbondong-bondong berhamburan menuju parkiran atau gerbang sekolah. Begitu juga dengan Gladis. Gadis itu berjalan dengan riang melewati koridor sekolah. "Hai." "Hai juga." Beberapa siswa menyapa nya, dan ia menyapa balik. Seperti yang ia lakukan saat ini. "Hai Gladis." "Hai..." "Bagus." ujar siswa tersebut. "Oh, hai Bagus." "Duluan ya, Gladis." "Iya, hati-hati ya." Gladis menggengam tali tasnya. Bibirnya tak henti tersebut mengingat apa yang ia lakukan tadi sewaktu belajar. Matanya beberapa kali — tidak, bukan beberapa kali — sering, menatap Haskara yang tengah fokus pada buku atau papan tulis. "Cowok itu ganteng, banget malah. Tapi dingin, ada kaku juga, tadi aja dia manggil dirinya dengan sebutan saya. Padahal kan seumuran, kayaknya." batin Gladis. Gladis berdiri didepan gerbang menunggu jemputannya. Cuaca siang yang terik tak membuat semangatnya luput. Beberapa kali ia menoleh kekiri dan ke kanan. Suara deru motor yang menggema di sepanjang menuju gerbang. Ia menoleh, motor besar berwarna merah melintas, membuat telinga siapapun terasa berdenging. Gladis berdecih, "Cowok tadi pagi, berulah lagi. Lama-lama bisa rusak telinga aku." gerutunya kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD