2. Tawaran Sesat

1239 Words
"Yang bener aja, Cy!" ucap Dara sambil tersenyum miring dengan kepala yang mengeleng-geleng pelan.  "Bayarannya gede gilak! Dijamin, lo nggak bakalan nyesel kok kalau mau sama Mas Danu. Seandainya dia mau serius sama gue aja, gue siap loh cerai dari laki gue. Secara doi cakep. Laki banget pokoknya. Dan di ranjang ... euh, dijamin lo bakalan puas. Sumpah!" Senyum Dara perlahan memudar, sensasi liar saat dia bertemu Danu beberapa minggu lalu, kembali terasa. Desiran aneh yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya, sangat mudah muncul saat wajah pria itu terlintas, terutama saat sorot mata yang tampak lapar itu seakan benar-benar kembali terpampang di hadapannya. Dara berdeham, mengusir sensasi aneh itu. Merasa tidak nyaman karena area di perut bawahnya terasa hangat dan berdenyut. "Cy, lo tau gue gimana. Udahlah. Gue nggak tertarik," jawabnya--terdengar tidak yakin atas ucapannya sendiri. "Yakiiinnnn???"  Untungnya, pertanyaan jahil itu dilontarkan dari seberang sana, via panggilan telepon seluler. Kalau tidak, Lucy pasti sudah bisa menebak betapa inginnya Dara menerima tawaran itu. Sayangnya, dia masih memiliki nurani. Seandainya mereka bertemu dalam kisah yang berbeda di mana Danu hanyalah pria biasa yang menginginkan keintiman dengannya, mungkin semua berbeda. Ego Dara tidak akan meronta. Tidak pernah dalam lamunan terkotornya dia memberikan keperawanan pada pria yang rutin menggunakan jasa wanita bayaran, meski dengan nominal besar sekalipun. Lagi pula, untuk apa uangnya? Keluarganya tentu akan bertanya-tanya jika dia menggunakan uang itu. Gajinya sebagai kasir tidak pernah mampu membuatnya bersikap royal. "Ra? Ra???" "Eh ...." Dara tersadar dari lamunannya. "Sorry, gue ketiduran." Lucy masih terus berusaha membujuknya dan panggilan itu pun terpaksa Dara akhiri dengan alasan dia ingin membersihkan rumah di akhir pekan ini. Setelah mengakhiri panggilan, Dara melirik jam dinding yang menunjuk angka dua. Jam tidur siang. Merasa memiliki sedikit waktu untuk dirinya sendiri, Dara pun memutuskan untuk pertama kalinya dia melamunkan hal nista, bersama dengan pria yang belakangan selalu menghantuinya. *** Sebagai seorang kasir, setiap kali baru masuk shift bekerjanya, Dara selalu memastikan uang yang dia terima sesuai dengan yang seharusnya. Di toko kue tempatnya bekerja, kesalahan kecil yang bisa diasumsikan sebagai pencurian akan ditindak dengan keras. Tidak ada maaf, sudah pasti akan dipecat. Pernah terjadi di mana stok kue kurang 1 dan langsung ditindak dengan keras. Karyawan tersebut dipecat. Selama seminggu ucapan bahwa pencurian dalam bentuk apa pun dalam jumlah berapa pun dengan alasan apa pun, tidak akan ditolerir.  Dara mencintai pekerjaannya. Bukan karena sesuai dengan pekerjaan impiannya, tetapi karena pekerjaan ini jauh lebih layak daripada pekerjaan lain yang pernah dia miliki. Mengajar privat seorang anak yang luar biasa nakal dan orang tuanya tidak mau peduli, menjadi sales perumahan di mana dia tidak akan mendapat bayaran jika tidak berhasil menjual rumah, dan bebepa pekerjaan kecil lainnya yang membuatnya berhasil mendapatkan ucapan keluhan tiada henti dari sang ibu.  Penampilannya biasa saja. Bukannya jelek, hanya saja Dara tidak bisa memoles dirinya menjadi menarik. Otaknya pun standar. Pengalaman berorganisasi tidak ada sehingga dia pun kurang mampu bekerja dalam tim. Intinya, Dara tidak menyalahkan gelar sarjananya yang sia-sia, melainkan pada dirinya yang saat menempuh pendidikan dulu terlalu pasif dan mudah berpuas diri dengan nilai yang kebanyakan merupakan hasil contekan. "Bisa bayar pakai aplikasi nggak, Mbak?" Dara melemparkan senyuman pada pelanggan pertama yang membeli kue ulang tahun untuk kekasihnya itu. "Mohon maaf, kami belum bekerja sama dengan aplikasi pembayaran online. Bisanya debit, Mbak." "Oh ... tunai aja deh. Kalau bisa pakai aplikasi kan enak, bisa dapat diskon!" sungut si pelanggan tetapi tidak tampak marah. Seperti pekerjaan pada umumnya, toko roti tempat Dara bekerja menerapkan sistem delapan jam bekerja. Jika ingin beristirahat, maka Dara harus mendapatkan rekan yang bersedia menggantikannya di mesin kasir sendiri, dengan segala resiko yang harus dia tanggung pula. Untungnya, sampai saat ini dia belum pernah bermasalah dengan itu. Pilihannya untuk tidak terlalu dekat tampaknya cukup baik, karena dia terhindar dari permainan kubu-kubuan para karyawan lainnya. Sudah masuk jam makan siang, Dara melirik pada Seno, server atau waitress yang sedang standbye. Dara memberi kode pada pria--yang tidak banyak diketahui oleh orang adalah seorang gay--itu bahwa dia ingin makan dan meminta Seno menggantikannya. Seno mengangguk singkat dan memberi penjelasan pada waitress lainnya--Eka--dan berjalan ke arah kasir. Dara selalu membawa bekal. Selain hemat, dia sedang menjalankan program diet. Berat badannya tidak bertambah, tetapi bentuk tubuhnya mulai terlihat tidak indah dipandang. Satu hobi rahasia Dara: memandangi tubuh telanjangnya di cermin. Dalam benaknya, dia sedang menjaga tubuhnya sebagai hadiah untuk suaminya kelak. Setidaknya, dia adalah salah satu di antara wanita yang lebih enak dipandang saat tidak berbusana.   Konsentrasi Dara saat makan pun terpecah, seleranya memudar, saat melihat layar ponselnya menampilkan pop up pesan singkat via aplikasi yang Lucy kirimkan. Kali ini bukan tentang Danu, melainkan tentang suami sahabatnya itu yang kembali terkena tipu.  Cinta itu membodohkan, atau mungkin manusialah yang menjadikan cinta sebagai tameng atas kebodohannya. Lucy menikahi pria gagal yang berparas lumayan. Rumah tangga mereka tidak jelas. Keduanya labil layaknya anak kecil. Satu masa saling memuja layaknya pasangan yang baru jatuh cinta, di masa yang lain mereka memaki seakan saling benci sampai ke ubun-ubun. Lucy tidak setia, tetapi mengusahakan yang terbaik untuk rumah tangganya. Memberikan uang pada suaminya serta memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Sedangkan suami Lucy, pria itu penjudi. Tidak suka bermain perempuan, tetapi seringkali menghabiskan uang yang jumlahnya tidak sedikit. Dara pernah menyampaikan dugaannya bahwa suami sahabatnya itu mengetahui pekerjaan kotor Lucy dan diam karena terlalu nyaman dengan uang yang Lucy berikan, tetapi Lucy berkata tidak mungkin karena dia sangat mengenal suaminya. Lelaki itu percaya bahwa Lucy sering mendapatkan pekerjaan yang bayarannya lumayan. Memandu acara, menjadi model, menerima endorse, dan lain-lain. Melihat betapa percaya dirinya Lucy saat berkata seperti itu, Dara memilih bungkam. Sudah bukan ranahnya lagi untuk ikut campur jika memang pasangan itu saling menolak pendapat orang luar. Toh Dara memiliki masalah lain yang harus dia prioritaskan. Keuangan keluarga, sekolah adik-adiknya, dan kehidupan asmaranya. Dia tidak merasa terbebani atas lambannya Tuhan mempertemukan dirinya dengan si pria yang tepat. Tetapi, ibunya yang merupakan wanita berpikiran tradisional, menganggap belum menikah di usianya yang sekarang adalah aib. Ditambah dengan ucapan lain yang memang berhasil membuat Lucy rendah diri. Penampilan yang tidak memesona, gestur tubuh yang tidak anggun, cara berbicara yang tidak feminim, dan pekerjaan yang tidak berkelas. Lucy tertawa kecil dan itu membuat karyawan lain yang sedang berada di ruangan yang sama pun menoleh. "Kenapa kamu? Mulai sinting?" ejek karyawan lain itu. Tawa Lucy menjadi lebih kencang. "Enak aja! Temenku kirim pesan lucu. Karna itu, tau!" bantahnya lalu sebagai penguat ucapan, dia membuka pesan dari Lucy dengan ekspresi tertarik. Hal itu membutuhkan usaha yang keras karena ternyata pesan yang dikirimkan Lucy memang hanya satu tetapi panjang sekali. Intinya, suami wanita itu mulai curiga dan berjanji akan menemukan siapa pria yang menjadi selingkuhannya. Dan masalah lainnya adalah, Lucy terlanjur menerima ajakan Danu untuk mendampingi pria itu keluar kota selama seminggu. Sedangkan, suami Lucy sudah menyuruh Lucy membatalkan semua pekerjaannya dulu. Lucy tidak pernah berbohong dan dari cara wanita itu mengirim pesan yang terkesan buru-buru sehingga tidak begitu jelas di beberapa kalimat membuat Dara ikut khawatir. Yang dia tau, suami sahabatnya itu sedikit tempramen. Lucy tidak pernah berhadapan dengan kekerasan dan membayangkannya saja pun sudah berhasil membuatnya merasa ngeri. Akhirnya, dia pun menelepon Lucy karena balasan pesannya hanya dibaca, tidak dibalas. Lebih merasa khawatir lagi saat panggilan itu diangkat tetapi tidak ada suara.  Dara menimbang di dalam hati, perlukah dia berbicara pada Danu tentang hal ini atau tidak. Pasalnya, jika sampai suami Lucy tahu yang sesungguhnya, maka Danu juga akan terkena dampaknya. Selain takut pada amukan suami sang sahabat, Dara juga ngeri membayangkan balasan yang akan Danu berikan pada Lucy dan suaminya karena telah bersikap tidak menyenangkan. Pria seperti Danu, tidak akan mungkin membiarkan kehidupannya diusik dengan hal-hal seperti ini. NB
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD