My Prince - 03

1342 Words
Suara burung yang berkicau di jendela kamar pasien membuat Arga membuka matanya, dia menguap lebar kemudian mengerjap-erjapkan matanya dan sadar kalau saat ini dia tertidur di tempat ini semalam, padahal niatnya dia ingin bermalam di kamar pribadinya sendiri yang telah disiapkan oleh Raja William. Ah, tapi tidak apa-apa, pikir Arga. Mungkin ini juga bukan hal yang buruk, mengingat kondisi tubuhnya juga belum sepenuhnya pulih. "Sudah pagi, ya?" Matahari yang menyingsing masuk ke dalam kamar melalui kaca jendela membuat mata Arga disipitkan karena silaunya. "Hah, sarapan apa aku hari ini, ya?" "Sarapanmu ada di atas meja di samping kasurmu, Pemuda." ucap seorang prajurit yang kemarin mengobrol dengan Arga dari ranjangnya yang ada di sebelah kasur pemuda pirang tersebut. "Oh, begitu, terima kasih. Paman sendiri? Apa sudah sarapan?" Arga menoleh dan tersenyum pada prajurit yang dia panggil paman itu. "Aku sudah sarapan." jawab prajurit paruh baya tersebut dengan nada santai pada Arga. "Jangan khawatir." Setelah Arga menghabiskan sarapannya dengan lahap, dia berkata pada prajurit itu dengan sedikit berbisik, "Ngomong-ngomong, apakah paman tahu di mana tempat yang selalu dikunjungi para putri setiap pagi?" Prajurit itu tersentak, alisnya terangkat semua, dan bibirnya mengerucut. "Ya, seingatku, sih, para putri sering menghabiskan pagi mereka dengan kegiatan masing-masing. Contohnya, Putri Agnes, setiap pagi dia selalu mengambil beberapa ramuan buatannya yang dia simpan di dapur, sementara Putri Laila setiap pagi pergi berkebun untuk mengurusi tanaman miliknya." Arga mengangguk paham, "Jadi begitu, aku kira mereka akan berkumpul bersama di suatu tempat untuk mempererat tali persaudaraan atau semacamnya, tapi perkiraanku salah, hahaha." Arga tertawa setelahnya. Kemudian, dokter wanita yang memiliki t**i lalat besar di pipi kanannya menghampiri Arga yang berbaring di kasurnya dengan membawa sebuah papan catatan, Arga sedikit waswas karena dia takut akan dimintai biaya perawatan yang telah dia lakukan di sini. "Tuan Arga Gelisto, benar?" tanya dokter wanita itu dengan menyipitkan matanya pada Arga untuk memastikan. Arga menjawab cepat, "Ya, benar." "Ada beberapa surat untukmu," Dokter itu tersenyum. "Dan jangan tanya padaku siapa pengirimnya, oke?" Lalu dokter itu berlalu dari Arga untuk kembali bekerja setelah memberikan surat-surat itu pada lelaki bertanduk tersebut. Arga kaget, matanya terbuka lebar, memandangi lima surat yang dia terima pagi ini. Prajurit paruh baya yang berbaring di kasur sebelah Arga wajahnya tiba-tiba memucat setelah melihat lima surat yang ada di genggaman Arga. "Pemuda, lebih baik kau buang surat-surat itu ke tong sampah! Kau sedang dalam bahaya, pemuda!" Arga memiringkan kepalanya tak paham dengan ucapan prajurit itu. "Lagi-lagi kau berbicara aneh, paman? Sebenarnya apa maksudmu menyuruhku untuk membuang surat-surat ini?" "Itu adalah surat manis yang ditulis oleh kelima putri di istana ini untuk tamu yang akan mereka habisi! Sebaiknya kau buang saja! Jangan dibaca!" Namun, semakin seseorang melarangnya, itu membuat Arga semakin penasaran pada isi surat-surat tersebut. Kira-kira apa ya yang mereka tulis untuk Arga? Apakah sambutan indah? Atau ancaman mengerikan? Berhubung Arga adalah tipe manusia yang tidak percaya omongan orang sebelum ada bukti, maka dia buka surat itu tanpa mempedulikan ekspresi prajurit yang ada di sampingnya yang kelihatan hampir sekarat ketika melihat Arga membuka kertas tersebut. "Mengapa kau tidak mengindahkan peringatanku, pemuda, kalau terus begini, aku tidak bisa membantumu." Mendengarnya, Arga langsung menoleh pada paman prajurit, "Aku tidak ingat kalau aku pernah meminta bantuanmu, Paman?" Dan muka prajurit itu memutih karena malu atas omongannya sendiri. Dan akhirnya, terbukalah isi dari kelima surat misterius itu, karena tak sabar, Arga langsung membacanya dengan semangat. "Hahaha, aku tak tahu kalau mereka punya sisi lucu juga, ya? Lihatlah, dalam isi surat yang ditulis oleh Putri Victoria, sebagian besar isinya adalah hujatan-hujatan yang diumumkan pada seorang lelaki, apakah dia gadis yang sangat benci dengan kehadiran seorang lelaki? Ini sangat lucu, Paman! Hahah!" Melihat Arga tertawa-tawa begitu setelah membaca surat yang ditulis oleh Putri Victoria membuat prajurit yang kepalanya diperban itu terkejut tak percaya pada reaksi Arga yang terlihat santai-santai saja, padahal surat yang dia baca adalah sebuah ancaman. Sebenarnya, apa yang ada dipikiran Arga terhadap apa yang menimpanya saat ini, ya? Apakah dia tidak takut pada teror yang mungkin bakal diterimanya di lain waktu dari para putri kerajaan? "Bisakah kau membaca surat tanpa menunjukkan reaksi anehmu, Pemuda? Kau itu benar-benar aneh, padahal surat itu berisi kebencian-kebencian yang dilontarkan padamu, tapi mengapa kau bereaksi seakan-akan itu semua hanyalah bualan semata?" Arga tersenyum mendengarnya, "Bukankah hidup itu tidak usah dibawa susah, Paman? Jika hidup paman sedang dilanda kesulitan, apakah paman harus mengeluh dan takut pada semua itu? Itu tidak perlu, Paman. Bawalah santai saja dan percayalah pada Tuhan kita bahwa kesulitan yang menimpa kita hanyalah sementara." *** Siangnya, Arga keluar dari ruangan kesehatan istana setelah berpamitan dengan paman prajurit dan Dokter yang merawatnya. Kini, tujuan yang Arga tempuh adalah kamar pribadinya yang telah diberikan kunci ruangnya pada lelaki pirang itu dari Raja William. Dia melewati berbagai pintu dan terus berjalan untuk mencari pintu bertuliskan huruf 301. Baru saja dia hampir bosan, Arga langsung tersenyum senang saat menemukan pintu yang selama ini dicarinya. "Ketemu juga, kau!" Langkah Arga dicepatkan sedikit menuju pintu tersebut lalu dia pun membuka kamar pribadinya, dan semuanya gelap. "Kunyalakan lampunya." Ketika lampu kamar menyala setelah tombolnya ditekan oleh Arga, lelaki itu terkejut karena bukannya sebuah keindahan yang tertampil dari kamarnya melainkan kehancuran yang tidak tertolong sama sekali. Ranjang berantakan, bantal dan seprai terlempar ke lantai, kaca jendela retak, di dinding banyak tulisan semacam 'Matilah!' 'Sialan!' 'Serangga!' dan langit-langit kamar tertimpa tumpahan tinta yang membuat kamar ini semakin mengerikan. "Jadi, ini kamarku? Wow, bagus sekali." Sementara Arga terlihat tidak mempermasalahkan kondisi kamarnya yang antah berantah, dia langsung memanggil pembantu yang ditemui di lorong dan meminta tolong untuk membereskan kamarnya karena saat ini dia sedang ingin beristirahat. Selama kamarnya dibersihkan, Arga menunggu di kursi kayu panjang yang tersedia di depan kamarnya, sambil menunggu, dia mencoba membaca surat kedua dari lima surat yang dia miliki. "Aku penasaran sekali," Dan Arga pun membacanya dengan serius, dan dia langsung tertawa terbahak-bahak lagi sebagai reaksinya. "Apa lagi ini? Lucu sekali, hahahaha! Surat yang ditulis oleh Putri Agnes isinya hanyalah ajakan untuk menjadi kelinci percobaannya dalam melatih ilmu hitam yang baru dikuasainya dan itu benar-benar lucu sekali! Hahahah!" Tap! Tap! Tap! Ada suara sepatu yang menghampiri Arga dan dia langsung mengalihkan perhatiannya dari surat ke seseorang yang ada di hadapannya. Arga sampai terkaget karena yang ada di hadapannya adalah seorang gadis berambut pirang bergaun ungu yang sedang memasang ekspresi jijik pada Arga. "Jadi, inikah lelaki sialan yang baru-baru ini dibicarakan oleh banyak orang di istana, ya?" Gadis itu langsung mengubah ekspresi jijiknya ke ceria, entah mengapa itu membuat Arga sedikit ragu. "Kalau benar, syukurlah! Hehehe! Aku dari pagi mencarimu, lho? Kenalkan, Aku Victoria, putri ketiga dari Raja William! Aku suka lelaki, kok! Jadi, maukah kau ikut denganku ke suatu tempat?" Arga kaget melihat ekspresi Victoria yang tiba-tiba menakutkan ketika gadis itu memberikan ajakan pada pemuda bertanduk itu, pasti ada niat tersembunyi dibalik ajakan tersebut, pikir Arga. "Tak kusangka aku akan bertemu dengan Putri Victoria, aku tidak percaya kalau kau ternyata cantik sekali. Baiklah, aku mau ikut denganmu, tapi kemana kita pergi?" "Sudah kubilang, kan?" Victoria langsung menarik lengan kanan Arga untuk beranjak dari kursinya dan ikut berjalan bersamanya. "Jangan menanyakan tempat dulu, soalnya itu rahasia! Hehehehe!" "Oh, begitu. Baiklah, aku paham," Arga tersenyum hangat pada Victoria walau pikirannya masih bertanya-tanya mengenai bukankah dia yang isi suratnya adalah hujatan pada seorang lelaki? Kupikir dia sangat benci pada sosok lelaki, tapi nyatanya, tidak seperti itu. Mungkinkah surat-surat itu ditulis bukan oleh para putri? Lalu siapa yang menulisnya? Arga terbelalak saat dia sudah sampai di tempat yang Victoria ajak, ternyata dia dibawa oleh gadis pirang itu ke ruangan khusus pemenggalan kepala, bahkan alat untuk memenggalnya sudah berdiri kokoh di tengah ruangan, seolah-olah sedang menunggunya. Arga menoleh pada Victoria dengan mata membulat. "Mengapa kita ke tempat pemenggalan kepala, Putri Victoria?" Mendengarnya, Victoria menyeringai, "Sudah jelas, kan? Ini adalah waktunya untukmu mati, Tuan Arga." "Eh?" TO BE CONTINUED ... Yohoo!! Sudahkah kalian membaca ceritanya? Apakah semakin menarik? Tolong berikan pendapat kalian di kolom komentar, ya? See you next chapter!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD