My Prince - 25

1581 Words
Dengan hati yang mantap, Arga berkata, "Aku memilih dia untuk menjadi istriku." Telunjuknya ditujukan pada seseorang. Sadar kalau dirinya yang telah ditunjuk oleh Arga, Charlotte terbelalak, dia tidak percaya kalau lelaki itu memilihnya untuk dijadikan sebagai seorang istri, padahal, jika diingat-ingat, dia tidak pernah sekalipun bersikap baik padanya, bahkan, untuk memberikan senyuman tulus saja dia tak pernah. Tapi mengapa Arga malah memilih gadis kejam yang memiliki kebiasaan menyiksa manusia seperti dirinya? Charlotte bingung memikirkannya. Karena tak terima, Charlotte langsung membuka suaranya. "Aku terkesan atas pilihanmu. Tapi, apa kau yakin? Maksudku, aku ini bukan gadis baik yang selalu kaudambakan itu, sebaliknya, jika aku dimasukkan ke dalam karakter cerita, mungkin aku bakal cocok memerankan tokoh antagonis. Jadi, apa yang membuatmu tertarik untuk memilih gadis jahat sepertiku, Arga?" William tersenyum mendengar putri bungsunya melontarkan sebuah pertanyaan masuk akal pada Arga, dia juga penasaran mengapa lelaki bertanduk itu memilih gadis kejam seperti Charlotte. Apakah ada alasan lain? William benar-benar penasaran. "Aku juga sebenarnya tidak mengerti sih mengapa aku memilihmu, tapi hatiku berkata, kalau kau sangat cocok untuk menjadi sebagai istriku, Putri Charlotte. Kau memang terkenal dengan gadis yang tak punya rasa belas kasih, tapi itulah yang membuatku tertarik padamu. Aku merasa kalau sifat kejammu itu memiliki suatu arti tersendiri dan aku ingin memecahkannya. Bukan hanya itu, aku juga ingin melihatmu bahagia tanpa harus membuat orang lain tersiksa. Aku bukan tipe lelaki yang romantis, tapi aku akan berusaha untuk bisa membuatmu tersenyum selamanya." Charlotte bahkan muak mendengar gombalan-gombalan kuno yang diucapkan oleh Arga, dia sama sekali tidak menyukainya, bahkan, dari sudut pandangnya, lelaki pirang itu hanyalah seekor serangga hasil siksaannya tiga minggu yang lalu, tidak lebih. "Aku menolaknya! Ayah! Aku tidak mau lelaki bodoh seperti Arga menjadi suamiku!" Tersentak, William menggelengkan kepalanya, seperti dugaannya, pasti siapa pun putri yang terpilih akan mengajukan protes tak terima padanya, padahal sebelumnya dia telah berpidato agar para putri tidak menolak pilihan Arga, namun sepertinya mereka tak mendengarnya dengan serius. Mungkin dia harus menyiapkan kata-kata untuk membuat Charlotte mengubah keputusannya. "Charlotte, apa kau ingat? Ayah tidak ingin mendengar penolakan apa pun dari kalian, termasuk dirimu. Kau harus menerimanya jika Arga memilihmu sebagai istrinya, jika tidak, Ayah akan merampas segalanya darimu." Kesal, Charlotte mengepalkan tangannya, matanya fokus menatap Arga. "Kau dengar? Ayahku tidak menerima penolakanku! Memuakkan sekali harus hidup dengan lelaki payah sepertimu. Kau harusnya memilih saudaraku yang lain! Mengapa harus aku, bodoh!" Geram melihat sahabatnya dibentak-bentak oleh Charlotte, Willy menggertakkan giginya. "Hey! Bisakah kau hentikan hinaanmu itu, Putri Charlotte? Aku tidak ingin melihatmu merendahkan Arga di depanku! Aku tidak mengerti mengapa kau menolak keputusan Arga, padahal dia adalah lelaki super tampan, apa yang membuatmu menolaknya?" Mendengar suara Willy, Charlotte langsung menoleh dengan jengkel pada sosok lelaki pendek yang sedang berdiri di pinggiran karpet merah itu. "Jangan menguik-nguik di sini, Pendek. Ini bukan kandang babi." Tertohok, Willy benar-benar kesal. Namun, kekesalannya langsung padam ketika Arga meliriknya dengan memberikan isyarat untuk jangan membalas perkataan Charlotte. Kini, Argalah yang merespon ucapan Charlotte. "Sebelumnya, maafkan aku, Putri Charlotte, jika Raja William memaksamu untuk menikah denganku, tapi sebenarnya aku tidak masalah kalau kau menolakku, karena aku yakin, masih ada gadis yang mencintaiku selain dirimu." "Maka dari itu, menikahlah dengan gadis yang mencintaimu, jangan denganku! Aku tidak ingin menghabiskan hidupku seranjang denganmu! Aku juga tidak ingin mendapatkan keturunan darimu! Di mataku, kau hanyalah serangga! Serangga yang menjengkelkan!" "Kau mengecewakanku, Charlotte," William tiba-tiba berkata dengan wajah dingin, membuat Charlotte bergidik melihatnya. "Jadi, ini balasanmu setelah kubesarkan sendirian dengan sepenuh hati? Sepertinya kau lebih mementingkan egomu daripada melihat Ayahmu bahagia, ya? Kalau begitu, jika kau memang bersikeras menolak Arga, kau boleh pergi dari ruangan ini dan melanjutkan keseharianmu sebagai gadis kejam di istana ini." Mendengar Ayahnya mengusir Charlotte, Laila langsung berunjuk suara, "Kumohon, Ayah, berikan Charlotte kesempatan, mungkin saja dia masih dalam masa kaget karena telah menjadi pilihan Arga." "Siapa yang memberikan izin padamu untuk berbicara, Laila?" Mata Laila membulat mendengar respon ayahnya yang sangat kasar, baru kali ini dia melihat ayahnya begitu marah. "Ma-Maafkan aku." ucap Laila dengan menundukkan kepalanya, membuat rambut merahnya berjatuhan. "Jadi maksudnya, Ayah mengusirku dari pertemuan ini, begitu?" tanya Charlotte dengan tersenyum sinis pada William. "Wah, wah, wah, aku tak menyangka kalau Ayahku ini ternyata mudah sekali marah, ya? Konyol sekali. Hahahaha!" Dan mode sindir menyindir milik Charlotte telah diaktifkan, membuat semua mata tertuju padanya. "Tertawalah sepuasmu, Charlotte." kata William dengan nada yang begitu tegas. "Tapi kali ini, kau akan kuhukum atas ketidaksopananmu dalam berbicara pada orangtuamu." "Orangtua? Aku baru tahu ada orangtua yang memaksa anaknya untuk menikah dengan orang yang tak disukainya? Apakah itu layak untuk disebut sebagai orangtua? jawablah, Tua Bangka." Suasana menjadi tegang setelah Charlotte melemparkan ejekan pada ayahnya sendiri tanpa ampun, bahkan, Emilia sempat ingin membekap mulut adik bungsunya itu, Agnes sampai tak tahan ingin menghantam mulut Charlotte. Victoria terkejut melihat adiknya yang berani berkata seperti itu di hadapan orang banyak, sementara Laila ingin menasehati Charlotte agar dia tidak semakin parah dalam berbicara. Namun, bukannya marah atau apa, tiba-tiba saja, William meninggalkan kursi kehormatannya dan berjalan mendekati Charlotte, setelah saling berhadapan, dia memeluk tubuh anak bungsunya itu dengan penuh kasih sayang. "Aku tahu kau saat ini sedang gelisah, Charlotte. Tapi Ayah mohon, terimalah Arga untuk menjadi suamimu. Ayah janji akan mengabulkan semua permintaanmu jika kau mau menikah dengan Arga." Pelukan itu semakin erat, membuat kepala Charlotte terpendam di perut buncit ayahnya, matanya melirik pada Arga. "Aku benci mengatakannya, tapi baiklah, aku akan menerimanya sebagai calon suamiku, karena itulah, lepaskan pelukanmu, Ayah. Aku tidak bisa bernapas!" Wiliam senang mendengarnya, dia langsung melepaskan pelukan itu dan memandang muka Charlotte dengan bahagia. "Be-Benarkah itu?" Arga kelihatannya kaget mendengar Charlotte mau menjadi istrinya, ternyata kelemahan gadis itu adalah mudah tergoda dengan suatu penawaran. Buktinya, Charlotte langsung mengubah keputusannya setelah Raja William memberi tawaran padanya bahwa semua yang dia inginkan akan dikabulkan jika dia mau menikah dengan Arga. Willy terkejut melihatnya. "Woow! Hebat sekali! Akhirnya kau sadar betapa tampannya Arga, ya? Putri Charlotte? Hehhe aku bertaruh, hidupmu pasti akan bahagia jika bersama dengan Arga selamanya! Aku yakin itu!" Victoria meloncat ke arah Charlotte dan langsung mencubit pipi adik bungsunya itu dengan gemas. "Akhirnya kau mau menerima Arga sebagai suamimu! Selamat, Charlotte! Aku, sebagai kakakmu akan menebarkan benih-benih kebahagiaan pada rumah tanggamu nanti!~ Hihihihi!" Emilia mengusap-usap kepala Charlotte dengan lembut. "Aku akan menyaksikan pernikahanmu besok, Charlotte. Setelah ini, aku akan menemanimu untuk bersiap-siap dalam menghadapi hari pernikahan." Agnes tidak menghampiri Charlotte, kini hatinya sedang remuk, dia masih tak terima dengan kenyataan ini kalau Arga telah memilih gadis selain dirinya. Baru kali ini Agnes merasakan rasanya patah hati, sepertinya, dia akan menghabiskan banyak tisu hari ini. "Aku ... tak bisa berkata-kata." ucap Agnes dengan suara yang bergetar. Laila melangkahkan kakinya mendekati Arga, dia menatap lelaki itu dengan tatapan tajam setelah matanya saling bertemu. "Arga, aku ingin bertanya, mengapa kau tidak menemuiku kemarin ketika aku berkunjung ke kamarmu? Kudengar, kau masih ada di kamar, apakah kau membenciku hingga tidak mau menyempatkan waktu untuk bertemu denganku?" Mengingat kejadian kemarin, muka Arga langsung memerah karena merasa bersalah. Dia menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal dengan cengengesan. "Hahaha, aku kira kau kemari akan mengucapkan selamat padaku, tapi ternyata kau masih ingin membahas itu, ya? Hahaha, maaf, kemarin aku sedang tak enak badan untuk sekedar bertemu dengan seseorang, jadi, aku memerintahkan Willy untuk mewakiliku bertemu denganmu. Maafkan aku, Putri Laila." Paham, Laila mengangguk-ngangguk. "Jadi begitu, ya? Seharusnya kau bilang saja padaku, aku pasti akan mengerti. Aku juga minta maaf telah mengganggumu, Arga, dan juga," Laila tersenyum tipis dengan menoleh pada Charlotte yang sedang dipeluk oleh saudara-saudaranya yang lain. "Aku ingin kau menjaga Charlotte mulai saat ini. Kau tahu, dia bukan tipe gadis yang kuat, bahkan, aku pernah melihatnya menangis sendirian di kamar, jadi, jangan salah paham pada sifat luarnya Charlotte, Arga. Kuharap, kau mampu membuat adik bungsuku bahagia untuk selamanya, seperti yang kaukatakan." Dengan semangat, Arga menganggukkan kepalanya. "Aku akan memegang janjiku itu, Putri Laila. Jika aku melanggarnya, tolong bunuh saja aku. Karena aku tidak ingin hidup sebagai lelaki brengsek." Setelah urusannya sudah selesai, Laila meninggakan lelaki itu, dan Charlotte langsung mendekati Arga dengan cepat, mereka saling berhadapan dengan ditonton oleh semua orang di ruangan ini, padahal tadi Willy ingin mengucapkan selamat pada sahabatnya, tapi sudah keduluan oleh datangnya gadis itu, mungkin dia akan mengucapkannya nanti. "Arga Gelisto," ucap Charlotte dengan matanya menatap mata Arga dengan intens, mereka berdua berdekatan. "Aku menerimamu sebagai suamiku, aku siap menjadi istrimu dalam suka mau pun duka." Meneguk ludahnya, Arga tersenyum, dia tak percaya Putri Charlotte mengatakan hal seromantis itu padanya, rasanya seperti dalam mimpi. Victoria menepuk tangan kegirangan, tak sabar mendengar respon dari Arga, sementara Agnes tersenyum pasrah melihat lelaki pujaannya diambil oleh adiknya sendiri. "Aku senang. Terima kasih karena kau mau menerimaku sebagai suamimu, Putri Charlotte. Aku berjanji, aku akan selalu berada di sampingmu dan terus membuatmu bahagia dalam suka mau pun duka. Sebagai lelaki sejati, kau boleh menghukumku jika aku melanggar janji itu, Putri Charlotte." Charlotte tersenyum mendengarnya, kini, bukan senyuman jahat yang terpatri di wajahnya, melainkan senyuman tulus yang diperuntukkan untuk Arga seorang. "Aku mencintaimu, Arga." ucap Charlotte dengan mata melirik bibir Arga. "Aku juga mencintaimu, Charlotte." Dan dengan perlahan, Arga mendekatkan wajahnya ke muka Charlotte, lalu dengan sekali hentakkan, bibir mereka menyatu dalam kehangatan dan disaksikan oleh William yang bahagia, Emilia yang terharu, Victoria yang beteriak kegirangan, Agnes yang merenung galau, Laila yang tersenyum senang, dan juga Willy yang tertawa gembira. TO BE CONTINUED ... Tinggal bagian Epilog yang akan diposting! ^^ Nantikan kemunculannya, ya! Hehehe.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD