My Prince - 08

1542 Words
Terdengar suara bip-bip-bip yang meraung-raung di tempat Arga terbaring, ranjang kecil dengan tiang-tiang penyangga serta kelambu di atasnya melingkupi tubuh lelaki bertanduk itu yang masih terlelap. Rasa sakit dari racun yang dicampur dengan makanannya kini telah menghilang, Laila sudah memasukkan obat penenang ke mulut Arga, obat tersebut bentuknya cair seperti minuman berwarna merah marun. Suara yang tadi terdengar rupanya merupakan mesin yang mendeteksi jantung Arga, artinya, lelaki pirang itu masih dikatakan hidup jika mesin tersebut bersuara. Tempat ini tidak lain adalah laboratorium milik Laila, terlihat banyak sekali lemari-lemari kaca yang di dalamnya tersimpan puluhan atau bahkan ratusan botol-botol obat, gadis itu kelihatannya punya bakat untuk menjadi seorang ilmuwan atau pun dokter, tapi sayangnya, karena hidupnya sudah ditakdirkan sebagai tuan putri, Laila pun tidak bisa berpaling dari hal-hal selain kepemimpinan kerajaan walaupun dia kurang menyukainya. Tembok berwarna biru cerah disertai aroma obat-obatan menjadi ciri khas dari sebuah laboratorium, dilengkapi juga meja-meja yang di atasnya terdapat toples-toples kaca yang bentuknya unik, ada yang seperti ular, permata, bahkan boneka, isi dari toples-toples tersebut merupakan cairan hasil percobaan Laila dalam meneliti berbagai reaksi-reaksi kimia. "Tuan Putri Laila, apakah racun yang Anda berikan kepada Tuan Arga sudah sepenuhnya hilang di seluruh tubuhnya? Maaf jika saya bertanya dan mengganggu Anda, tapi saya hanya cemas jika Anda membunuhnya, maka Raja William pasti akan menghukum Anda, karena Tuan Arga merupakan tamu spesial beliau." Laila yang sedang berdiri di dekat ranjang Arga untuk memantau sejauh mana perkembangan lelaki itu dalam bertahan hidup langsung menoleh pada pelayan yang barusan menanyainya, lalu, Laila tersenyum dan menjawabnya dengan pelan, "Jangan khawatir, aku tidak pernah memiliki niat buruk dalam memperlakukan seorang tamu, jadi, kau tidak perlu mencemaskan hal itu." Kemudian, gadis berambut merah itu mengambil sebuah benang di meja dan menjahit luka-luka di tubuh Arga, entah di kaki, perut, punggung, atau pun wajah. Laila bergumam lembut, "Sepertinya pria ini telah terluka akibat pertemuannya dengan saudara-saudaraku, aku rutin melakukan hal ini pada seorang tamu agar dia bisa kembali pulih seperti semula. Terkadang, perawatan yang diberikan dokter yang disewa Ayah tidak membuahkan hasil yang maksimal dalam mengobati luka-luka yang diterima oleh pasiennya sehingga aku harus turun tangan melakukan ini." Pelayan wanita yang mendengar gumaman Laila sedikit kaget, "Ap-Apakah racun yang Anda berikan pada Tuan Arga di makanannya sesungguhnya bukanlah sebuah racun melainkan obat tidur tingkat tinggi?" Laila lagi-lagi tersenyum mendengar omongan pelayan wanita yang memandanginya dari kejauhan, "Kau layak mendapatkan hadiah karena berhasil menebak rahasiaku." "Tapi, mengapa obat tidur yang Anda berikan bisa membuat Tuan Arga kesakitan hingga jatuh dari kursi dan mulutnya mengeluarkan busa? Apakah reaksinya sampai semenyakitkan itu, Yang Mulia?" Laila langsung meresponnya, "Aku sengaja memberikan rasa sakit pada obat tersebut karena aku ingin membuat lelaki itu merasa dirinya sedang diracuni dan terancam mati, karena jika tidak, maka Tuan Arga pasti akan meremehkan hal ini." "Begitu rupanya, kedengarannya, Anda sangat berniat melindungi Tuan Arga dengan cara Anda sendiri, saya bersyukur." kata Pelayan wanita dengan senyuman bangga pada Laila, sementara Laila terlihat fokus menjahit luka yang ada di tubuh Arga. "Pelayan, tolong, tinggalkan aku dengan lelaki ini sendiri, ada hal yang harus kulakukan dan aku tidak bisa melakukannya jika ada seseorang memperhatikanku." Dengan anggukan kepala, pelayan itu segera pergi dari laboratorium milik Laila. Setelah pelayan itu menghilang, Laila langsung memakai masker serta sarung tangan, kemudian dia mengambil gunting, pisau, dan alat-alat tajam lainnya untuk digunakan di sesi akhir. "Saatnya pengoperasian, semoga berjalan dengan lancar." kata Laila dengan kening yang berkeringat. Dan Laila pun memulai operasinya pada tubuh Arga yang menurutnya harus disembuhkan. *** Dua jam telah berlalu, langit sore telah berganti menjadi malam, suara lolongan serigala terdengar nyaring disertai dengan bunyi serangga yang terus menghiasi nuansa malam yang menyeramkan. Kerajaan Vanterlock adalah wilayah yang dipimpin oleh Raja William, kerajaan tersebut dikenal sebagai tempat yang sangat damai dan sejahtera, namun berbeda jika kau masuk ke dalam istananya. Semua orang sudah tahu, walaupun Vanterlock merupakan kerajaan yang sangat damai, tetapi para putri yang menghuni istana terkenal kejam dan angkuh, banyak wisatawan yang enggan untuk masuk ke dalam istana karena takut bertemu dengan para putri, begitu juga para bangsawan, mungkin hanya beberapa orang yang berani untuk berkunjung ke dalam istana, itu pun pulang dengan keadaan yang teramat mengenaskan. Namun, ada seorang lelaki asing yang tidak dikenal dari mana dia berasal, sangat berani bahkan percaya diri ketika dirinya masuk ke dalam istana dan menawarkan diri untuk menikahi salah satu putri di kerajaan Vanterlock. Lantas, karena kedatangan Arga Gelisto yang mengejutkan, semua pihak, dari rakyat jelata hingga para bangsawan terkejut akan hal itu. Sampai hari ini pun, Arga sudah bertemu setidaknya empat dari lima putri kerajaan Vanterlock. Arga sudah merasakan siksaan dari Putri Charlotte, Putri Victoria, Putri Emilia, hingga Putri Laila, satu putri lagi yang belum dia temui, yaitu, seorang putri yang sangat suka dengan hal-hal mistis dan sihir gelap, yaitu Putri Agnes. Dari kesekian putri yang sudah ditemui Arga, hanya Putri Laila lah yang menurutnya sangat baik dalam menyambut kedatangannya, walau dia juga terkena racun yang diracik Laila di makanan yang dia makan, padahal sebenarnya, racun itu bukanlah sembarang racun. "Ak-Aku di mana?" Arga telah mengumpulkan kesadarannya dan terkejut karena matanya terkena cahaya silau dari lampu operasi yang besar dan menggantung tepat di dekat wajahnya. Tunggu dulu? Kenapa dia bisa di tempat operasi seperti ini? Siapa yang mengoperasi tubuhnya? Pikiran Arga langsung menerjang ke mana-mana. Samar-samar, dia melihat ada seseorang yang berdiri memandanginya dari pinggir ranjang, wajah orang itu tertutup karena mengenakan masker dan yang dia tahu hanya warna biru dari matanya dan rambut panjangnya yang merah pekat. "Syukurlah, kau sudah siuman, Tuan Arga." Suara itu? Bukankah itu suaranya Laila? batin Arga mulai penasaran, dia terlihat tidak paham pada situasi yang terjadi saat ini. Jika itu memang Laila, mengapa gadis itu mengenakan masker dan juga memakai pakaian bak seorang dokter yang melakukan operasi, yaitu baju serta celana berwarna hijau, di mana gaunnya yang indah itu? "Apa yang kulakukan di sini denganmu?" Pertanyaan itu secara tidak sengaja terlempar begitu saja dari mulut Arga, padahal dia lebih ingin bertanya hal yang lebih spesifik. "Lukamu. Aku mengobati lukamu yang terdapat di punggung, lalu di telapak kaki serta di organ dalam tubuhmu. Apa yang terjadi sehingga kau mendapatkan banyak luka seperti itu, Tuan Arga?" Arga masih terbaring lemas di ranjang, suasana hening yang menyelimuti laboratorium membuatnya canggung untuk berbicara dengan Putri Laila. "Aku terluka akibat peperangan yang kuikuti tiga bulan yang lalu." Arga tahu kalau saat ini Laila sedang tersenyum dibalik maskernya. "Kau sedang berbohong, 'kan?" "Eh?" Arga kaget karena kebohongannya dengan mudah diketahui oleh Laila, apakah gadis itu dapat membaca pikirannya, ya? Atau mungkin bisa membaca gerak-gerik orang yang sedang berbohong? "Kenapa kau bertanya begitu?" tanya Arga dengan wajah pucat. "Aku bisa melihatnya dari caramu berbicara, Tuan. Matamu memandang ke arah yang lain saat menjawab pertanyaanku, lalu keluar keringat dari pelipismu, serta bibirmu sedikit bergetar, itu adalah tanda seseorang sedang berbohong padamu." Lelaki itu mendengus. "Baiklah-baiklah, aku akan menjelaskan kebenarannya." Kemudian, Arga menceritakan segala yang telah dia alami sampai mendapatkan luka-luka tersebut hingga Laila memahaminya. "Jadi luka yang ada di punggungmu itu akibat cabikan anjing peliharaan Charlotte? Lalu, luka yang ada di telapak kakimu karena paksaan dari Emilia untuk menari balet dan karena kau belum mahir, kakimu pun kurang terbiasa sampai terluka begitu. Tapi, mengapa kau tidak memberontak saja pada mereka agar kau dihargai, Tuan Arga. Jika begini terus, kau hanya menjadi umpan untuk rasa benci mereka padamu." Iris mata Arga membesar mendengar ucapan Laila. "Lalu, bagaimana denganmu?" Alisnya mengkerut, Laila terlihat heran. "Kenapa kau bertanya padaku?" "Maksudku," Arga menyanggah pertanyaannya. "Bagaimana denganmu, bukankah kau juga melampiaskan kebencianmu padaku dengan mencampurkan racun pada makananku, bukan?" Senyuman tipis langsung terukir dibalik masker yang dikenakan Laila. "Apa kau marah padaku, Tuan?" Tatapan Arga langsung tertuju pada mata Laila. "Menurutmu, bagaimana?" "Kau marah padaku," jawab Laila dengan singkat. "Mengapa kau bisa berpikir demikian?" "Tentu saja," kata Laila. "Karena aku telah meracunimu." "Sebenarnya, kau tidak berniat begitu, kan? Sesuatu yang kau sebut sebagai racun sebenarnya sebuah obat penidur, kan? Soalnya, aku dulu pernah mengalaminya." "Hmm? Mengalaminya?" Keheningan kembali tercipta diantara keduanya, mereka saling memandang. Arga dan Laila terlihat menyimpan sesuatu yang besar namun enggan untuk dikatakan secara langsung. Sekilas, tampaknya Arga bisa memahami perbuatan Laila yang diam-diam melindunginya, seperti yang sekarang gadis itu lakukan, menyembuhkan semua luka yang Arga dapatkan dari saudara-saudara Laila. "Laila." panggil Arga dengan pelan. Gadis itu terlonjak namanya dipanggil, padahal mereka sedang saling memandang. "Ada apa, Tuan?" "Terima kasih." Perlahan-lahan, muka Laila merona merah mendengar ucapan terima kasih yang mendadak Arga ucapkan padanya. Gadis itu langsung menundukkan kepalanya karena malu. Laila tidak menduga kalau Arga bisa berpikir demikian, padahal yang dia lakukan hanyalah mengobati kesehatannya, tidak lebih. Tapi, entah mengapa, mendengar kata terima kasih yang kedengarannya sepele malah membuatnya malu sekali. TO BE CONTINUED ... Yuhuuu! Akhirnya aku bisa menulis author note lagi setelah sekian lama sibuk hingga tidak sempat menulis bagian ini. Oke, pertama, tolong berikan dukungan kalian pada ceritaku dengan cara, menekan tombol bintang dan berkomentar ria. Lalu, berikan juga kesan-kesan kalian dong setelah membaca chapter ini? Aku penasaran, tau. Oh iya, menurut kalian, apa yang mesti diubah dalam cerita ini agar lebih seru lagi? Ayo, berikan masukan kalian! Hehehe! See you next chapter! ^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD